Selasa, 17 Desember 2013

Laporan Analisis Mikrobiologi



BAB 1. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Mikroorganisme adalah makhluk yang sangat kecil dan hanya dapat dilihat di bawah mikroskop. Perhitungan jumlah sel mikroba dapat dinyatakan dengan dua cara, yaitu perhitungan jumlah sel dan massa sel. Untuk hitungan jumlah sel diantaranya secara mikroskopik, metode cawan dan MPN (Most Probable Number). Sedangkan untuk hitungan massa sel meliputi caea volumetrik, gravimetri, dan turbidimetri.
Hitungan secara mikroskopik menggunakan alat pembesar untuk menghitung jumlah sel. Sedangkan hitungan cawan dan MPN memerlukan media tumbuh tertentu untuk sejumlah cuplikan suspensi mikroba yang ditumbuhkan dalam 1 sampai 2 hari pada suhu ruang kemudian baru dihitung jumlah selnya.
Untuk mementukan jumlah mikroba golongan tertentu dengan menggunkan media khusus, misalnya untuk penentuan jumlah kapang dengan PDA, total mikroba dengan PCA, dan untuk khamir/yeast dengan OMEA. Perlu diperhatikan dalam penentuan jumlah mikroba yang menggunakan media tumbuh adalah kondisi steril media, peralaan ukur, dan peralatan bantu.
Perhitungan massa sel menggunakan neraca analitik untuk menimbang massa sel kering dari sejumlah cuplikan suspensi sel mikroba yang telah dikeringkan, maka dalam hal ini juga menggunakan alat ukur volumetrik. Untuk metode pengukuran massa sel tidak diperlukan media tumbuh, kecuali dengan menggunakan metode spektrofotometer yaitu digunakan untuk menumbuhkan sel mikroba yang dipakai untuk pembuatan kurva standart. Untuk itu, perlu dilakukan praktikum untuk mengetahui dan menganalisis secara kulitatif maupun kuantitatif sel mikroba.

1.2  Tujuan
1.      Untuk mengetahui caramenyiapkan peralatan dan media tumbuh yang steril untuk digunakan pada penentuan jumlah sel mikroba
2.      Untuk mengetahui cara menghitung jumlah atau massa sel mikroba dari berbagai golongan
3.      Untuk mengetahui cara menentukan jenis sel mikroba, misalnya bakteri pembentuk asam organik (asam asetat/laktat)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Macam-macam Metode Perhitungan Mikroba
Mikroba ialah jasad renik yang mempunyai kemampuan sangat baik untuk bertahan hidup. Jasad tersebut dapat hidup hamper di semua tempat di permukaan bumi. Mikroba mampu beradaptasi dengan lingkungan yang sangat dingin hingga lingkungan yang relative panas, dari ligkungan yang asam hingga basa. Berdasarkan peranannya, mikroba dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu mikroba menguntungkan dan mikroba merugikan (Afriyanto 2005).
Penentuan jumlah angka mikroorganisme sangat penting dilakukan untuk menetapkan keamanan suatu sediaan farmasi dan makanan. Berbagai metode telah dikembangkan untuk menghitung jumlah mikroorganisme. Metode tersebut menghitung jumlah sel, massa sel, atau isi sel yang sesuai dengan jumlah sel (Harmita 2006). Perhitungan mikroba dapat dilakukan dengan dua cara yaitu perhitungan secara langsung dan perhitungan secara tidak langsung.
Perhitungan secara langsung dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
  1. Metode Petroff-Hauser
Penghitungan secara langsung dapat dilakukan secara mikroskopis yaitu dengan menghitung jumlah bakteri dalam satuan isi yang sangat kecil. Alat yang digunakan adalah Petroff-Hauser Chamber atau Haemocytometer. Jumlah cairan yang terdapat antara cover glass dan alat ini mempunyai volume tertentu sehingga satuan isi yang terdapat dalam satu bujur sangkar juga tertentu. Ruang hitung terdiri dari 9 kotak besar dengan luas 1 mm². Satu kotak besar di tengah, dibagi menjadi 25 kotak sedang dengan panjang 0,2 mm. Satu kotak sedang dibagi lagi menjadi 16 kotak kecil. Dengan demikian satu kotak besar tersebut berisi 400 kotak kecil. Tebal dari ruang hitung ini adalah 0,1 mm. Tinggi contoh yang terletak antara gelas objek dengan gelas penutup adalah 0,02 mm (Fardiaz, 1992).
  1. Metode Plate Count
Ada dua Metode plate count yang sering digunakan, yaitu metode sebaran dan metode tuang. Asumsi digunakannya metode ini adalah bahwa setiap satu sel mikroba dapat tumbuh dan akhirnya membentuk satu koloni yang dapat dilihat dengan kasat mata. Pada metode sebaran, volume yang dibutuhkan adalah 0.1 ml agar sampel tersebut sapat tersebar, terendam, dan teresap. Karena jika lebih, maka sampel akan mengendap dan mengumpul sehingga menyulitkan dalam perhitungan (Alimuddin, 2008)
Sedangkan perhitungan secara tidak langsung dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
  1. Penentuan volume total
Cara ini adalah semacam modifikasi penentuan hematokrit pada pengukuran volume total butir-butir darah, misalnya 10 ml biakan dimasukkan ke dalam tabung reaksi khusus (tabung hopklins) yang bagian bawahnya berupa silinder dan bergaris ukuran (Hadietomo, 1990).
  1. Metode turbidometri
Teknik ini sudah dipakai sebagai cara mengukur keker han suspensi atas dasar penyerapan dan pemencaran cahaya yang dilintaskan, sehingga yang mengandung lebih dari 107-108 sel/ml, tampak lebih keruh oleh mata telanjang. Suatu volume biakan yang telah ditakar ditempatkan dalam tabung khusus yang jernih dengan diameter tertentu (Hadietomo, 1990).
  1. Metode MPN (Most Probable Number)
Most Probable Number dalam bidang kesehatan masyarakat dari mikrobiologi pangan, dipergunakan secara luas untuk menghitung jumlah bakteri yang ada dalam bahan pangan. Media ini banyak digunakan untuk menghitung bakteri patogenik dalam jumlah sedikit yang terdapat dalam bahan pangan. Metoda ini berdasarkan atas pengenceran. Apabila suatu larutan yang mengandung sel-sel mikroorganisme diencerkan terus-menerus, akhirnya akan diperoleh suatu larutan dimana tidak dijumpai sel lagi yaitu dikatakan steril (Buckle dkk, 1985).
Metode MPN digunakan medium cair di dalam tabung reaksi, dimana perhitungan dilakukan berdasarkan pada jumlah tabung yang positif yaitu yang ditumbuhi oleh jasad renik setelah inkubasi pada suhu dan waktu tertentu. Pengamatan tabung yang positif dapat dilihat dengan mengamati timbulnya kekeruhan, atau timbulnya gas di dalam tabung kecil (tabung Durham) yang diletakkan pada posisi terbalik, yaitu untuk jasad renik pembentukan gas. Untuk setiap pengenceran pada umumnya digunakan tiga tau lima seri tabung. Lebih banyak tabung yang digunakan menunjukkan ketelitian yang lebih tinggi, tetapi alat gelas yang digunakan juga lebih banyak. (Fardiaz, 1992)
  1. Metode perhitungan cawan
Metode perhitungan cawan didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang hidup dapat berkembang menjadi koloni. Jadi jumlah koloni yang muncul pada cawan adalah indeks bagi jumlah mikroorganisme yang terkandung dalam sampel. Teknik yang harus dikuasai dari metode ini adalah mengencerkan sampel dan mencawankan hasil pengenceran tersebut. Setelah inkubasi, jumlah semua koloni diamati untuk memenuhi persyaratan statistik. Cawan yang dipilih untuk menghitung koloni adalah cawan yang mengandung antara 30 sampai 300 koloni. Organisme yang terdapat dalam sampel asal ditentukan dengan mengalikan jumlah koloni yang terbentuk dengan faktor pengenceran pada cawan yang bersangkutan (Waluyo, 2007). Berdasarkan kekeruhan (turbiditas/turbidimetri)
Salah satu metode cepat yang digunakan untuk menghitung massal sel adalah melalui perhitungan kekeruhan (turbidity). Kekeruhan dapat diukur dengan menggunakan fotometer atau spertofotometer. Pengukuran kekeruhan ini didasarkan atas pertikel-pertikel kecil yang menyebarkan cahaya lengsung secara propisional (sampai batas-batas tertentu) dengan konsentrtasinya. Zat cahaya melewati tabung yang berisi suspensi mikroba, maka cahaya akan dihamburkan (Pelezar, 1989).
2.2 Karakteristik Kimia, Fisika dan Mikrobiologi Media yang Digunakan
2.2.1 PDA (Potato Dextrose Agar)
          PDA (Potato Dextrose Agar) merupakan media komplek dan media diferensiasi untuk pertumbuhan jamur dan yeast sehingga sering digunakan sebagai uji untuk menentukan jumlah jamur dan yeast dengan menumbuhkan mikroba pada permukaan sehingga akan membentuk koloni yang dapat diikat dan dihitung (Fardiaz, 1993). Selain itu PDA (Potato Dextrose Agar) juga digunakan untuk pertumbuhan, isolasi dan enumerasi dari kapang serta khamir pada bahan makanan dan bahan lainnya. Komposisi medianya adalah  20% kentang, agar, 1 liter aquades dan  2% peptone.
Media PDA (Potato Dextrose Agar) digunakan untuk pertumbuhan, isolasi dan enumerasi dari kapang dan khamir pada bahan makanan dan bahan lainnya. Karbohidrat dan senyawa yang diambil dari kentang mendukung pertumbuhan khamir dan kapang dan pada kondosi pH yang diturunkan dapat menghambat pertumbuhan kontaminan (bakteri yang ikut). Jika medium ini dipakai untuk perhitungan jamur, pH medium harus diturunkan hingga 3,5 karena jamur akan tumbuh pada medium ini untuk mengembangkan morfologinya (Thatcher and Clark, 1987).
Fungsinya sebagai media selektif untuk pertumbuhan jamur dan yeast hingga sering digunakan sebagai uji untuk menentukan jumlah jamur dan yeast yang dilakukan dengan menumbuhkan mikroba pada permukaan sehingga akan membentuk koloni yang dapat diikat atau dihitung (Fardiaz, 1993)
2.2.2 PCA (Plate Count Agar)
PCA (Plate Count Agar) adalah suatu medium yang mengandung 0,5% tripton, 0,25% ekstrak khamir, dan 0,1 % glukosa sehingga semua mikroba termasuk bakteri, kapang, dan khamir dapat tumbuh dengan baik pada medium tersebut (Fardiaz, 1993).
Media plate count agar (PCA) dapat berfungsi sebagai media untuk menumbuhkan mikroorganisme. Untuk penggunaannya, digunakan PCA instant sebanyak 22,5 gram untuk 1 Liter aquades. Berdasakan komposisinya, PCA termasuk ke dalam medium semisintetik, yaitu medium yang komponen dan takarannya sebagian diketahui dan sebagian lagi tidak diketahui secara pasti. PCA berwarna putih keabuan, berbentuk granula dan merek yang digunakan adalah Merck. Sebelum dipanaskan tidak larut sepenuhnya dalam air, tetapi masih terlihat serbuk-serbuknya, berwarna kuning dan terlihat keruh. Setelah dipanaskan serbuk media larut seluruhnya dalam air, berwarna kuning. (Fardiaz, S. 1992).

2.2.3 OMEA (Malt Extract Agar)
Karakteristik fisik dari media ini antara lain yaitu memiliki warna coklat pucat saat sebelum dilakukan pemanasan dan berwarna coklat tua setelah mengalami pemanasan. Media ini mengandung aquades 50 ml, malt ekstrak 30 g/l, pepton 3 g/l dan agar 15 g/l. MEA pada umumnya digunakan sebagai media pertumbuhan khamir. Didalam media tersebut mengandung unsur O yang merupakan salah satu mineral yang dapat menunjang pertumbuhan khamir.
2.2.5   NA-Ca (Nutrient Agar-Calcium)
Nutrien agar adalah medium umum untuk uji air dan produk pangan. NA juga digunakan untuk pertumbuhan mayoritas dari mikroorganisme yang tidak selektif, dalam artian mikroorganisme heterotrof.Media ini merupakan media sederhana yang dibuat dari ekstrak beef, pepton, dan agar. Medium NA sebelum pemanasanadalah berbentuk larutan berwarna kuning keruh sebelum dipanaskan, dan berwarna kuning bening saat setelah dipanaskan. Namun, setelah pemanasan didapatkan warna dari medium NA lebih jernih bila dibandingkan dengan sebelum pemanasan. NA merupakan salah satu media yang digunakan dalam prosedur bakteriologi seperti uji biasa dari air, produk pangan, untuk pertumbuhan sampel pada uji bakteri, dan untuk mengisolasi organisme dalam kultur murni. Komposisi kimia nutrien agar adalah eksrak beef 10 g, pepton 10 g, NaCl 5 g, air desitilat 1.000 ml dan 15 g agar/L. Agar dilarutkan dengan komposisi lain dan disterilisasi dengan autoklaf pada 121°C selama 15 menit (Fathir, 2009).
Mineral merupakan bagian dari sel, unsur penyusun sel yaitu C, O, N, H dan P. Unsur mineral lain yang diperlukan oleh sel yaitu K, Ca, Mg, Ma, S, dan Cl. Unsur mineral yang digunakan dalam jumlah yang sangat sedikit yaitu Fe, Mn, Co, Cu, Bo, Zn, Mo, Al, Ni, Va, Sc, Si, Tu dan sebagainya yang tidak dipoerlukan jasad. Unsur yang digunakan dalam jumlah besar dapat disebut dengan unsur makro, dalam jumlah sedang disebut dengan unsur oligo, dan jumlah sedikit disebut unsur mikro. Unsur mikro tersebut sering terdapat sebgai ikutan pada garam unsur makro, dan dapat masuk dalam medium lewat kontaminan gelas tempatnya, atau partikel debu. Unsur mineral yang digunakan untuk menunjang pertumbuhan bakteri, khususnya BAL maka digunakan mineral dengan unsur Ca dalam media NA sehingga berfungsi untuk membantu menyusun sel, selain itu juga untuk mengatur osmose, kadar ion H+ (keasaman, Ph) dan potensial oksidasi reduksi (redoks potensial) medium.

2.3 Karakteristik Morfologi, Fisiologi dan Kimia Semua Jenis Mikroba
2.3.1 Bakteri
Menurut Pelczar dan Chan (1988), bakteri adalah protista yang bersifat prokariot yang khas dan bersel tunggal (uniseluler). Sel-selnya secara khas membentuk bola (kokus), batang (bacillus) atau spiral (spirullum). Diameternya sekitar 0,5-1,0 mm dan panjangnya 1,5-2,6 mm. Semua bakteri bersel tunggal walaupun dalam beberapa keadaan dapat dijumpai gumpalan yang kelihatan bersel banyak. Bakteri dibagi menjadi tiga bentuk yang utama :
1. Kokus – bulat
2. Basil – berbentuk silinder atau batang
3. Spiral – batang melengkung atau melingkar-lingkar. (Fardiaz, 1992).
Berdasarkan komposisi dinding selnya, bakteri dibedakan menjadi dua yaitu bakteri Gram positif dan  bakteri Gram negatif. Bakteri Gram positif adalah bakteri yang memiliki lapisan peptidoglikan (molekul yang terdiri dari asam amino dan gula) yang tebal (20-80 nm) dan terdiri atas 60-100 persen peptidoglikan. Lapisan peptidoglikan pada bakteri Gram negatif lebih tipis dibandingkan dengan bakteri Gram positif dan mengandung lebih sedikit peptidoglikan (10-20 persen), tetapi mempunyai membran luar yang tebal yang tersusun dari protein, fosfolipida, dan lipopolisakarida sehingga bersama-sama dengan lapisan peptidoglikan, keduanya membentuk mantel pelindung yang kuat untuk sel (Pelczar, 1988).
Sebagian besar bakteri mempunyai suhu pertumbuhan antara 45 – 55oC dan disebut golongan bakteri thermofilik. Beberapa bakteri mempunyai suhu pertumbuhannya antara 20 – 45oC disebut golongan bakteri mesofilik, dan lainnya mempunyai suhu pertumbuhan dibawah 20oC disebut bakteri psikrofilik (Muchtadi, 1989).
Umumnya bakteri membutuhkan air (Available Water) yang lebih banyak dari kapang dan ragi. Sebagian besar daribakteri dapat tumbuh dengan baik pada aw mendekati 1,00. Ini berarti bakteri dapat tumbuh dengan baik dalam konsentrasi gula dan garam yang rendah kecuali bakteri – bakteri yang memiliki toleransi terhadap konsentrasi gula dan garam yang tinggi. Media untuk sebagian besar bakteri mengandung gula tidak lebih dari 1% dan garam tidak lebih dari 0,85% (larutan garam fisiologis). Konsentrasi gula 3% - 4% dan garam 1 – 2% dapat menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri (Muchtadi,1989).
2.3.2 Kapang
Kapang adalah fungi multiseluler yang mempunyai filamen, dan pertumbuhannya pada makanan mudah dilihat karena penampakannya yang berserabut seperti kapas. Pertumbuhannya mula-mula akan berwarna putih, tetapi jika spora telah timbul akan terbentuk berbagai warna tergantung dari jenis kapang. Kapang terdiri dari suatu thallus (jamak = thalli) yang tersusun dari filamen yang bercabang yang disebut hifa (tunggal = hypha, jamak = hyphae). Kumpulan dari hifa disebut miselium (tunggal = mycelium, Jamak = mycelia) (Pelczar,2005).
Sifat fisiologi kapang antara lain adalah sebagai berikut :
1.         Kebutuhan air
Pada umumnya kebanyakan kapang membutuhkan Aw minimal untuk pertumbuhan lebih rendah dibandingkan dengan khamir dan bakteri.Kadar air bahan pangan kurang dari 14-15%, misalnya pada beras dan serealia, dapat menghambat ataumemperlambat pertumbuhan kebanyakan khamir.
2.         Suhu pertumbuhan
Kebanyakan kapang bersifat mesofilik yaitu tumbuh baik pada suhu kamar.Suhu optimum pertumbuhan untuk kebanyakan kapang adalah sekitar 25-300C tetapi beberapa dapat tumbuh pada suhu 35-370C atau lebih tinggi. Beberapa kapang bersifat psikrotrofik dan beberapa bersifat termofilik
3.         Kebutuhan oksigen dan pH
Semua kapang bersifat aerobic, yaitu membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya. Kebanyakan kapang dapat tumbuh pada kisaran pH yang luas, yaitu2-8,5 tetapi biasanya pertumbuhannya akan lebih baik pada kondisi asam atau pH rendah.
4.         Makanan
Pada umumnya kapang dapat menggunakan berbagai komponen makanan, dariyang sederhana hingga kompleks.Kebanyakan kapang memproduksi enzim hidrolitik, missal amylase, pectinase, proteinase dan lipase, oleh karena itu dapat tumbuh pada makanan-makanan yang mengandung pati, pektin, protein atau lipid.
5.         Komponen penghambat
Beberapa kapang mengeluarkan komponen yang dapat menghambat organisme lainnya.Komponen itu disebut antibiotic, misalnya penisilin yang diproduksi oleh Penicillium chrysogenu dan clavasin yang diprosukdi oleh Aspergillus clavatus.Pertumbuhan kapang biasanya berjalan lambat bila dibandingkan dengan pertumbuhan khamir dan bakteri.Oleh karena itu jika kondisi pertumbuhanmemungkinkan semua mikroorganisme untuk tumbuh, kapang biasanya kalah dalam kompetisi dengan khamir dan bakteri.Tetapi sekali kapanh dapat mulai tumbuh, pertumbuhan yang ditandai dengan pembentukan miselium dapat berlangsung dengan cepat (Fardiaz, 1989).
Kapang mempunyai cirri-ciri morfologi yang spesifik secara makroskopis dan mikroskopis. Ciri-ciri tersebut dapat digunakan sebagai identifikasi dan determinasi.Pengamatan secara mikroskopis dapat berupa bersekat atau tidaknya hifa, bentuk percabangan hifa, stolon, rizoid , sel kaki badan buah, dasar badan buah,pendukung badan buah, dan bentuk spora (Sutariningsih dkk, 1997).

2.3.3 Khamir
Khamir (yeast) merupakan sel tunggal (uniseluler) yang membentuk tunas dan pseudohifa (Webster dan Weber, 2007).  Hifanya panjang, dapat bersepta atau tidak bersepta dan tumbuh di miselium. Yeast memiliki ciri khusus bereproduksi secara aseksual dengan cara pelepasan sel tunas dari sel induk. Beberapa khamir dapat bereproduksi secara seksual dengan membentuk aski atau basidia dan dikelompokkan ke dalam Ascomycota dan Basidiomycota. Dinding sel yeast adalah struktur yang kompleks dan dinamis dan berfungsi dalam menanggapi perubahan lingkungan yang berbeda selama siklus hidupnya (Hoog et al., 2007).
Menurut Pelczar (2005), khamir hidupnya sebagian ada yang saprofit dan ada beberapa yang parasitik. Sel khamir mempunyai ukuran yang bervariasi, yaitu dengan panjang  1-5 μm sampai 20-50 μm, dan lebar 1-10 μm. Khamir termasuk fungi tetapi dibedakan dari kapang karena bentuknya yang bersifat uniseluler. Reproduksi khamir terutama dengan cara pertunasan. Sebagai sel tunggal khamir tumbuh dan berkembang biak lebih cepat jika dibandingkan dengan kapang karena mempunyai perbandingan luas permukaan dengan volume yang lebih besar.
Khamir pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan sifat-sifat fisiologinya dan tidak atas perbedaan morfologinya seperti pada kapang.Yeast dapat dibedakan atas dua kelompok berdasarkan sifat metabolismenya yaitu bersifat fermentatif dan oksidatif. Jenis fermentatif dapat melakukan fermentasi alkohol yaitu memecah gula (glukosa) menjadi alkohol dan gas contohnya pada produk roti.Sedangkan oksidatif (respirasi) maka akan menghasilkan CO2 dan H2O. Keduanya bagi yeast adalah dipergunakan untuk energi walaupun energi yang dihasilkan melalui respirasi lebih tinggi dari yang melalui fermentasi (Natsir, 2003).

2.4 Metode Sterilisasi
Sterilisasi yang umum dilakukan dapat berupa:
a. Sterilisasi secara fisik (pemanasan, penggunaan sinar gelombang pendek yang dapat dilakukan selama senyawa kimia yang akan disterilkan tidak akan berubah atau terurai akibat temperatur atau tekanan tinggi). Dengan udara panas, dipergunakan alat “bejana/ruang panas” (oven dengan temperatur 170o – 180oC dan waktu yang digunakan adalah 2 jam yang umumnya untuk peralatan gelas).
b. Sterilisasi secara kimia (misalnya dengan penggunaan disinfektan, larutan alkohol, larutan formalin).
c. Sterilisasi secara mekanik, digunakan untuk beberapa bahan yang akibat pemanasan tinggi atau tekanan tinggi akan mengalami perubahan, misalnya adalah dengan saringan/filter. Sistem kerja filter, seperti pada saringan lain adalah melakukan seleksi terhadap partikel-partikel yang lewat (dalam hal ini adalah mikroba) (Suriawiria, 2005).
Alat dan bahan yang akan digunakan dalam suatu penelitian atau praktikum harus disterilisasi terlebih dahulu untuk membebaskan semua bahan dan peralatan tersebut dari semua bentuk kehidupan. Sterilisasi merupakan suatu proses untuk mematikan semua organisme yang teradapat pada suatu benda. Autoklaf digunakan sebagai alat sterilisasi uap dengan tekanan tinggi (1 atm) yaitu pada suhu 121 oC selama 15 menit. Penggunaan autoklaf untuk sterilisasi, tutupnya jangan diletakkan sembarangan dan dibuka-buka karena isi botol atau tempat medium akan meluap dan hanya boleh dibuka ketika manometer menunjukkan angka 0 serta dilakukan pendinginan sedikit demi sedikit. Medium yang mengandung vitamin, gelatin atau gula, maka setelah sterilisasi medium harus segera didinginkan.Cara ini untuk menghindari zat tersebut terurai.Medium dapat langsung disimpan di lemasi es jika medium sudah dapat dipastikan steril (Dwidjoseputro, 1994).

2.5 Karakteristik Bahan dan Mikroba Yang Terdapat Dalam Bahan
2.5.1 Tape singkong
          Tape adalah hasil fermentasi dengan Saccharomyces pastorianus, Saccaharomyces heterogenicus, Endomycopsis sp, Chlamydomucor sp, Rhizopus sp dan Bacillus sp. Semua mikroorganisme tersebut diinokulasi dengan ragi. Tape singkong terbuat dari ketela pohon (singkong). Sumber karbohidrat tersebut dimasak sepenuhnya sebelum diinokulasikan. Setelah fermentasi 2 – 3 hari, karbohidrat tersebut menjadi cairan semi padat atau kental yang merupakan campuran dari gula, alkohol, aldehid dan asam, dimana akan memberikan rasa dan aroma yang berbeda pada produk (Asaihl, 1985).
          Tape dihasilkan dengan cara fermentasi ragi yang merupakan inokulum biakan dari khamir, kapang dan bakteri. Mikroorganisme tersebut akan menghasilkan panas dalam keadaan anaerob sehingga akan menghasilkan enzim yang dapat merombak karbohidrat menjadi komponen yang lebih sederhana sehingga akan lebih mudah untuk dicerna. Selama proses fermentasi akan terjadi perubahan fisik, kimia dan mikrobiologi. Perubahan fisik terjadi ubi kayu yang tadinya keras menjadi lembek.Perubahan kimia terjadi disebabkan oleh aktifitas mikroorganisme yang terdapat pada starter (ragi), dimana aktivitas-aktivitas mikroorganisme tersebut sangat dibutuhkan untuk dapat memproduksi gula, asam serta pembentukan alkohol dan aroma dari substrat karbohidrat (Winarno, dkk, 1986).Sedangkan perubahan mikrobiologi yang terjadi adalah adanya perubahan warna, pembentukan lendir, pembentukan gas, bau asam, bau alkohol, bau busuk dan berbagai perubahan lainnya. Jika tape dikonsumsi dalam jumlah yang banyak akan menimbulkan rasa panas dalam perut karena kadar alkohol tinggi (Hidayat, et al., 2006).
          Proses fermentasi tape mengubah rasa, aroma, nilai gizi dan palabilitas yang mempengaruhi perubahan substrat menjadi komponen lain (Fardiaz, 1992). Menurut Ko Swan Djien (1982) perubahan tersebut disebabkan oleh aktivitas enzim, komposisi substrat, kondisi lingkungan, tipe dan jumlah mikroba pada awal atau selama fermentasi. Hal itu juga meningkatkan aseptibilitas, digestabilitas dan menurunkan kandungan HCN sekitar 83,40% (Suliantari dan Winiati, 1989).
          Mikroorganisme yang lazim terdapat dalam ragi tape dan sangat berperan dalam fermentasi tape biasanya didominasi oleh kapang dari  genus Amylomyces, Rhizopus dan Mucor serta khamir dari genus Endomycopsis, Saccharomyces, Hansenula dan Candida. Setiap mikroorganisme tersebut mempunyai peranan masing-masing, terutama khamir dari genus Saccharomyces berperan dalam pembentukan alkohol (Suliantari dan Winiati, 1989).
2.5.2 Tempe
Tempe adalah produk olahan kedelai hasil fermentasi jamur Rhizopus sp.(Rusmin dan Ko, 1974). Tempe yang sering kita konsumsi memiliki tekstur yang kompak, kekompakan tekstur tempe juga disebabkan oleh miselia-miselia kapang yang menghubungkan biji-biji kedelai dan kacang tunggak. Kompak tidaknya tekstur tempe dapat diketahui dengan melihat lebat tidaknya miselia yang tumbuh pada permukaan tempe. Apabila miselia tampak lebat, hal ini menunjukan bahwa tekstur tempe telah membentuk masa yang kompak, begitu juga sebaliknya. Aroma dan rasa khas tempe,terbentuk aroma dan rasa yang khas pada tempe disebabkan terjadinya degradasi komponen-komponen dalam tempe selama berlangsugnya proses fermentasi. Tempe dengan kualitas baik mempunyai ciri-ciri berwarna putih bersih yang merata pada permukaannya, memiliki struktur yang homogen dan kompak, serta berasa, berbau dan beraroma khas tempe. Tempe dengan kualitas buruk ditandai dengan permukaannya yang basah, struktur tidak kompak, adanya bercak-bercak hitam, adanyan bau amoniak dan alkohol, serat beracun (Astawan, 2004).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe seperti protein dan karbohidrat, lebih mudah dicerna, diserap dan  dimanfaatkan oleh tubuh. Hal ini dikarenakan jamur  Rhizopus sp. yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa - senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia (Kasmidjo, 1990). Bau dinyatakan normal jika tidak tercium bau asing. Warna normal adalah putih atau keabu-abuan yang dihasilkan dari proses fermentasi tempe. Rasa yang normal dinyatakan bila tidak terasa rasa asing (SNI, 2009). Tekstur tempe yang padat jika biji kedelai semuanya terselimuti oleh hifa Rhizopus sp.

2.5.3 Tauco
     Tauco merupakan pangan fermentasi yang terbuat dari kacang kedelai. Tauco biasa digunakan sebagai penambah cita rasa pada masakan. Pembuatan tauco terdiri dari dua tahapan fermentasi yaitu fermentasi kapang dan fermentasi dalam larutan garam sehingga terdapat lebih dari satu jenis mikroba yang berperan selama proses fermentasinya. R. oligosporus, A. oryzae dan R. oryzae berperan pada awal fermentasi (dikenal sebagai fermentasi kapang), selanjutnya jika kedelai yang telah berkapang kemudian direndam dalam larutan garam, maka yang dominan tumbuh adalah bakteri asam laktat dan khamir halofilik. Beberapa jenis mikroba yang tumbuh selama fermentasi garam dalam pembuatan tauco adalah L. delbrueckii, Hansenula sp, dan Zygosaccharomyces (Nurwitri et al 2007). Diantara kapang-kapang tersebut yang lebih sering digunakan dalam pembuatan tauco adalah kapang Aspergillus oryzae.Aspergillus oryzae termasuk kapang dari genus Aspergillus.Biasanya terdapat dimana-mana sebagai saprofit.Koloni yang sudah menghasilkan spora warnanya menjadi coklat kekuning-kuningan kehijau-hijauan atau kehitam-hitaman. Miselium yang semula berwarna putih sudah tidak tampak lagi (Dwijiseputro, 1978).
2.5.4 Terasi
          Terasi adalah salah satu produk hasil fermentasi ikan (atau udang) yang hanya mengalami perlakuan penggaraman (tanpa diikuti dengan penambahan warna), kemudian dibiarkan abeberapa saat agar terjadi proses fermentasi. Dalam pembuatan terasi, proses fermentasi dapat berlangsung karena adanya aktivitas enzim yang berasal dari tubuh ikan (atau udang) itu sendiri. Fermentasi adalah suatu proses penguraian senyawa-senyawa yang lebih sederhana oleh enzim atau fermen yang berasal dari tubuh ikan itu sendiri atau dari mikroorganisme dan berlangsung dalam kondisi lingkungan yang terkontrol. Proses penguraian ini dapat berlangsung dengan atau tanpa aktivitas mikroorganisme, terutama dari golongan jamur dan ragi (Afrianto dan Liviawaty, 2005).
          Terasi sangat terkenal terutama di Pulau Jawa. Bahan dasar yang digunakan untuk pembuatan tersai pada umunya rebon atau jenis-jenis udang yang kecil (Hadiwiyoto, 1993). Suparno dan Murtini (1992) menambahkan selain dikonsumsi domestic produksi tersai dari Indonesia telah diekspor ke luar negeri khususnya ke negeri Belanda dan Suriname.
Tabel 1. Kandungan unsur gizi dalam proses 100 gr terasi sebagai berikut:
No.
Nama Unsur
Kadar Unsur
1.
Protein
30,0 gr
2.
Lemak
3,5 gr
3.
Karbohidrat
3,5 gr
4.
Mineral
23,0 gr
5.
Kalsium
100,0 mg
6.
Fosfor
250,0 mg
7.
Besi
3,1 mg
8.
Air
40,0 gr
Sumber: Suprapti (2001)
2.5.5 Tape ketan
Tape memiliki rasa yang manis dan sedikit mengandung alkohol, memiliki aroma yang menyenangkan, bertekstur lunak dan berair. Tape merupakan pangan fermentasi yang cepat rusak karena adanya fermentasi lanjut setelah kondisi optimum tercapai, sehingga harus segera dikonsumsi. Hasil fermentasi lanjut dari tape adalah produk yang asam beralkohol sehingga tidak enak dikonsumsi lagi (Hidayat et al 2006).
Soemartono (1980) melaporkan bahwa dalam beras ketan hitam (Oryza sativa glutinosa) terdapat zat warna antosianin yang dapat digunakan sebagai pewarna alami pada makanan. Warna beras ketan hitam disebabkan oleh sel-sel pada kulit ari yang mengandung antosianin. Antosianin merupakan pigmen berwarna merah, ungu dan biru yang biasa terdapat pada tanaman tingkat tinggi. (Eskin dalam Tensiska et al, 2007). Secara kimiawi antosianin bisa dikelompokan ke dalam flavonoid dan fenolik (Samsudin dan Khoirudin, 2009). Beberapa fungsi antosianin, antara lain; sebagai antioksidan di dalam tubuh, melindungi lambung dari kerusakan, menghambat sel tumor, meningkatkan kemampuan penglihatan mata, sebagai senyawa anti-inflamasi yang melindungi otak dari kerusakan, serta mampu mencegah obesitas dan diabetes.
Table 2.  Kandungan Gizi Beras ketan hitam
No.
Nilai kandungan
Jumlah gr
1
Amilopektin
12.0
2
Kalori
356
3
Proteni
7,0
4
Lemak
0,7
5
Serat
3,1
6
Vit Ca
1,0
7
Vit B1
0,2
Sumber : (Soeharto, Iman 2004:28)
2.5.6 Kecap
Kecap adalah ekstrak dari fermentasi kedelai yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain yang digunakan untuk meningkatkan flavor dari makanan. Karakteristik pembentukan flavor dan aroma pada kecap tergantung pada cara produksi kecap dan juga bahan baku serta strain mikroorganisme yang digunakan. Tahap-tahap utama dari produksi kecap yang melibatkan pembentukan flavor antara lain perlakuan panas terhadap bahan baku, pembentukan koji (fermentasi kapang), fermentasi moromi (fermentasi bakteri asam laktat dan khamir), aging, dan pasteurisasi (Nunomura dan Sasaki, 1992).
Proses pembuatan kecap terdiri dari lima tahapan utama yaitu perlakuan panas terhadap bahan baku kedelai, fermentasi koji oleh Aspergillus oryzae atau A. soyae, fermentasi moromi oleh Pediococcus halophilus dan Zygosaccharomyces rouxii, ekstraksi moromi dan pasteurisasi (Nunomura dan Sasaki, 1992)..


BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
a.       Tabung Reaksi
b.      Rak Tabung Reaksi
c.       Bunsen
d.      Gelas Ukur 100 ml
e.       Pipet Tetes
f.       Jarum Ose
g.      Keranjang Plastik
h.      Labu Takar 50 ml
i.        Penangas Listrik
j.        Tabung Film
k.      Spektrofotometer
l.        Autoklaf
m.    Oven
n.      Eksikator
o.      Pipet Volum
p.      Bulb Pipet
q.      Erlenmeyer
r.        Pi Pump
s.       Pengaduk Spatula
t.        Cawan Petri
u.      Kuvet
v.      Inkubator
w.    Beakker Glass 50 ml dan 100 ml
x.      Botol Timbang
y.      Neraca Analitik


3.1.2        Bahan
a.       Biakkan Khamir
b.      Aquades
c.       Kapas
d.      Spritus
e.       Media PCA
f.       Label
g.      Tissue
h.      Alkohol
i.        Kertas Koran
j.        MEB
k.      Media PDA
l.        Tape Singkong
m.    Tempe
n.      Tauco
o.      Terasi
p.      Tape Ketan
q.      Kecap



 

BAB 4. HASILPENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Pengukuran Absorbansi untuk Kurva Standar
Jumlah Cuplikan (ml)
Pengukuran Absorbansi
U1
U2
1
0,151
-
2
0,282
-
3
0.402
-
4
0,486
-
5
0,659
-
6
0,694
-
7
0,704
-

4.1.2    Pengamatan Massa Sel Mikroba
Berat Beakker Glass (a) g
Berat  Beakker Glass +Biakkan Kering (b) g
37,92
37,93

4.1.3        Pengamatan Jumlah Mikroba
Kel/Sampel
Media
Pengenceran
10-10
10-6
10-7
10-8
10-9
C1
C2
C1
C2
C1
C2
C1
C2
1/TAPE SINGKONG
PDA
3
1
1
0
0
0
-
-
-
PCA
-
-
80
16
7
6
7
26
-
OMEA
40
38
7
3
2
0
-
-
-
Na-Ca
-
-
-
-
-
-
-
0
0
2/TEMPE
PDA
3
6
1
2
1
0
-
-
-
PCA
-
-
49
59
6
142
5
50
-
OMEA
9
19
-
29
-
1
-
-
-
Na-Ca
-
-
-
-
-
-
-
0
0
3/TAUCO
PDA
2
3
1
2
1
1
-
-
-
PCA
-
-
23
427
4
5
1
1
-
OMEA
1
2
0
1
0
0
-
-
-
Na-Ca
-
-
-
-
-
-
-
1
-
4/TERASI
PDA
0
1
2
0
0
0
-
-
-
PCA
-
-
5
1
7
5
6
2
-
OMEA
0
0
0
0
0
0
-
-
-
Na-Ca
-
-
-
-
-
-
-
1
0
5/TAPE KETAN
PDA
0
0
0
0
0
0
-
-
-
PCA
-
-
8
10
8
4
3
3
-
OMEA
33
36
0
2
1
0
-
-
-
Na-Ca
-
-
-
-
-
-
-
0
0

6/KECAP
PDA
6
3
10
15
8
4
-
-
-
PCA
-
-
1036
154
182
69
137
234
-
OMEA
0
0
0
0
0
0
-
-
-
Na-Ca
-
-
-
-
-
-
-
0
0

4.1.4    Pengukuran Absorbansi Mikroba dalam Media MEB
Kelompok/Sampel
Pengukuran Absorbansi
1
2
1
0,641
0,54
2
0,571
-
3
0,403
0,407
4
0,545
0,588
5
0,530
-
6
0,528
0,531

Keterangan :
-          = tidak dilakukan perhitungan
0    = tidak ada mikroba yang tumbah
C1 = Cawan 1
C2 = Cawan 2
4.2 Hasil Perhitungan

4.2.2 Perhitungan Massa Sel Mikroba
Perhitungan massa sel
1 mg/ml
Volume (ml)
Konsentrasi
1
0,1 mg/ml
2
0,2 mg/ml
3
0,3 mg/ml
4
0,4 mg/ml
5
0,5 mg/ml
6
0,6 mg/ml
7
0,7 mg/ml

4.2.3        Perhitungan Jumlah Mikroba
Kel/sampel
Media
Pengenceran
Jumlah mikroba
1/TAPE SINGKONG
10-6
10-7
10-8
10-9
10-10

PDA
1,5
0,5
0

-
1,5 x 106
PCA

80
6,5
16,5
-
8 x 108
OMEA
39
5
1
-
-
3,9 x 107
Na-Ca
-
-
-
0
0
0
2/TEMPE
PDA
4,5
1,5
0,5
-
-
4,5 x 106
PCA
-
54
142
50
-
1,42 x 1010
OMEA
14
14,5
0,5
-
-
1,4 x 107
Na-Ca
-
-
-
0
0
0
3/TAUCO
PDA
2,5
1,5
1
-
-
2,5 x 106
PCA
-
225
4,5
1
-
2,3 x 108
OMEA
1,5
0,5
0
-
-
1,5 x 106
Na-Ca
-
-
-
0
0
0
4/TERASI
PDA
0,5
1
0
-
-
0,5 x 106
PCA
-
3
6
4
-
3 x 107
OMEA
0
0
0
-
-
0
Na-Ca
-
-
-
1
0
1 x 109
5/TAPE KETAN
PDA
0
0
0
-
-
0
PCA
-
9
6
3
-
9 x 107
OMEA
34,5
1
0,5
-
-
3,5 x 107
Na-Ca
-
-
-
0
0
0

6/KECAP
PDA
4,5
12,5
6
-
-
4,5 x 106
PCA
-
154
125,5
183,5
-
1,54 x 109
OMEA
0
0
0
-
-
0
Na-Ca
-
-
-
0
0
0






4.2.4 Pengukuran Absorbansi Mikroba dalam Media MEB
Kelompok
Konsentrasi (x) mg/ml
Jumlah sel (mg)
Konsentrasi sel pada cairan fermentasi MEB (mg/ml)
1
0.447036
22.35178
2,2
2
0.431621
21.58103
2,2
3
0.300395
15.01976
1,5
4
0.428063
21.40316
2,1
5
0.399209
19.96047
1,9
6
0.399209
19.96047
1,9


 
BAB 5. PEMBAHASAN
5.1 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
5.1.1 Pembuatan media
Aquades sebanyak 180 ml dimasukkan ke dalam beaker glass kemudian dipanaskan kurang lebih 60 oC untuk mempercepat proses pencampuran pada saat ditambahkan media. Selanjutnya ditambahkan media dan diaduk. Pengadukan dilakukan sampai mendidih dan bertujuan untuk menghomogenkan. Setelah itu, media yang sudah jadi diambil masing-masing 10 ml dan dimasukkan ke tabung reaksi. Terakhir, media diautoklaf dengan suhu 121 oC selama 15 menit untuk proses sterilisasi.
5.1.2 Pembuatan kurva standar
Empat biakan khamir dalam agar miring diencerkan dengan 50 ml aquadest steril untuk melarutkan biakan dan dilakukan penghogogenan dengan dikocok sampai merata. Pada perlakuan harus didekatkan pada bunsen agar tetap aseptis. Kemudian beaker glass dioven selama 15 menit untuk menghilangkan air yang ada pada beaker glass. Selanjutnya dieksikator selama 15 menit untuk mendinginkan dan menjaga kestabilan RHnya. Kemudian beaker glass ditimbang sebagai a gram untuk mengetahui berat awal. Dari pengenceran biakan diambil 10 ml dan dimasukkan ke dalam beaker glass. Setelah itu dilakukan pengovenan selama 3 – 4 jam dengan suhu 70oC untuk mengeringkan biakan. Kemudian, dieksikator selama 15 menit untuk menjaga kelembaban dan menyerap air dari sisa pengovenan. Selanjutnya ditimbang sebagai b gram untuk mengetahui berat setalah proses pengeringan. Selain itu, dari pengenceran biakan juga diambil 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 ml untuk pembuatan kurva standar dan dimasukkan ke tabung reaksi. Lalu, dilakukan pengenceran 10 ml dan dihitung absorbansinya dengan spektrofotometer dengan gelombang 600 nm.
5.1.3 Pembuatan bioetanol
50 ml MEB dalam labu takar yang telah disiapkan ditambahkan gula 5% (2,5 g/50 ml). Penambahan gula digunakan sebagai substrat untuk pertumbuhan mikroba (khamir). Selain itu, juga ditambahkan isolat S. cerevisiae (3 – 4 ose). Selanjutnya, dishaker pada suhu ruang selama ± 48 jam untuk menghomogenkan. Kemudian, disentrifuge selama 5 – 10 menit untuk memisahkan antara cairan MEB dengan mikroba (S. cerevisiae). Endapan dicuci dengan aquades 10 ml, divortex untuk menghomogenkan dan disentrifuge kembali 5 – 10 menit untuk memisahkan antara aquades dengan mikroba (S. cerevisiae). Setelah itu, dicuci kembali dengan aquades 10 ml, divortex untuk menghomogenkan. Lalu diencerkan ke 5 ml dan diukur absorbansinya dengan panjang gelombang 600 nm.
5.1.4 Pengenceran
Produk fermentasi (tempe, tauco, tape ketan, tape singkong, kecap dan terasi) masing-masing diambil 1 gram dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi aquades 9 ml dengan konsentrasi 10-1. Kemudian diambil 0,1 ml dan dimasukkan ke tabung reaksi yang berisi aquades 9,9 ml sehingga konsentrasinya menjadi 10-3. Dilakukan proses pengenceran yang sama sampai mencapai konsentrasi 10-9. Pada setiap seri pengenceran digunakan pipet yang berbeda agar tidak terkontaminasi atau tetap steril dan pengencerannya akurat. Pada konsentrasi 10-5 diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam 4 cawan petri steril (2 cawan untuk PDA dan 2 cawan untuk OMEA) sehingga konsentrasinya menjadi 10-6, pada konsentrasi 10-7 diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam 6 cawan petri steril (2 cawan untuk PDA, 2 cawan untuk OMEA dan 2 cawan untuk PCA) sehingga konsentrasinya tetap menjadi 10-7. Selain itu, diambil juga 0, ml dan dimasukkan ke dalam 6 cawan petri steril (2 cawan untuk PDA, 2 cawan untuk OMEA dan 2 cawan untuk PCA) sehingga konsentrasinya menjadi 10-8. Pada konsentrasi 10-9 diambil 0,1 ml dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril untuk NA-Ca sehingga konsentrasinya menjadi 10-10. Selain itu, diambil juga 1 ml dan dimasukkan ke dalam 3 cawan petri steril (1 cawan untuk NA-Ca dan 2 cawan untuk PCA) sehingga konsentrasinya tetap. Hal ini dilakukan untuk pembuatan agar tuang. Semua perlakuan dilakukan dengan didekatkan ke bunsen untuk menjaga kondisi tetap aseptis agar tidak terkontaminasi oleh mikroba lain yang tidak dikehendaki.
5.2 Analisis Data
5.2.1  Pengukuran Absorbansi untuk Kurva Standar
Pada pembuatan kurva standar menggunakan tujuh macm volume cuplikan yang dijadikan sebagai titik bantu yaitu 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, 5 ml, 6 ml dan 7 ml. Berdasarkan penimbangan massa sel didapatkan hasil 1 mg/ml. Sehingga diperoleh konsentrasi dari masing-masing tabung. Konsentrasi ini diperoleh dengan cara mengalikan jumlah volume cuplikan dengan massa sel/10 ml. Dari hasil pengukuran nilai absorbansi menggunakan spektrofotomer, diperoleh nilai masing-masing konsentrasi secara berurutan yaitu 0,151; 0,282; 0,402; 0,486; 0,659; 0,694 dan 0,704. Dari kurva standar diperoleh persamaan regresi yaitu y = 1,265x + 0,025 dan nilai R2 sebesar 0,9998. Nilai R2 tersebut dapat dikatakan akurat karena mendekati 1. Persamaan tersebut diperoleh dengan penghilangan 3 titik bantu yaitu pada konsentrasi 0,4; 0,6 dan 0,7 mg/ml. Hal ini mungkin dikarenakan volume pemipetan yang sudah tepat.
Pada pengukuran nilai absorbansi media MEB pada sampel 1 sampai 6, diperoleh nilai secara berurutan adalah 0,5905; 0,571; 0,405; 0,5665; 0,530 dan 0,530. Berdasarkan nilai tersebut, nilai R2 masuk range pada kurva standar. Dari perhitungan konsentrasi (x) pada persamaan yang terdapat pada kurva standar diperoleh nilai masing-masing secara berurutan adalah 0,447036; 0,431621; 0,300395; 0,428063; 0,399209; dan 0,399208 mg/ml, dengan jumlah sel 22,35178; 21,58103; 15,01976; 21,40316; 19,96047 dan 19,96047 mg  dan konsentrasi sel pada cairan fermentasi MEB adalah 2,2; 2,2; 1,5; 2,1; 1,9 dan 1,9 mg/ml.
5.2.2 Perhitungan Jumlah Mikroba
Pada perhitungan jumlah mikroba setiap kelompok menggunakan produk fermentasi yang berbeda yaitu kelompok satu menggunakan sampel tape singkong, kelompok dua menggunakan sampel tempe, kelompok tiga menggunakan sampel tauco, kelompok empat menggunakan sampel terasi, kelompok lima menggunakan sampel tape ketan dan kelompok enam menggunakan sampel kecap. Pada praktikum ini media yang digunakan adalah PDA untuk menumbuhkan kapang, OMEA untuk menumbuhkan khamir, PCA untuk menumbuhkan semua jenis mikroba, dan NA-Ca untuk menumbuhkan bakteri pembentuk asam. Pada perhitungan jumlah mikroba, diprioritaskan mikroba dengan jumlah 30-300 koloni. Apabila kurang dari 30 koloni maka menggunakan pengenceran terendah sedangkan jika koloni lebih dari 300 maka dilakukan perhitungan menggunakan pengenceran tertinggi.
Pada kelompok satu dengan sampel tape singkong, setelah dilakukan pengamatan dan perhitungan diperoleh jumlah kapang pada media PDA adalah sebesar 1,5 x 106, pada media PCA terdapat jumlah mikroba sebesar 8 x 108, pada media OMEA terdapat khamir sejumlah 3,9 x 107 dan pada media NA-Ca tidak ditumbuhi oleh bakteri. Mikroba yang paling banyak tumbuh adalah pada media PCA karena media ini digunakan untuk menumbuhkan semua jenis mikroba sehingga semua mikroba dapat tumbuh pada media ini. akan tetapi jika jumlah bakterinya lebih banyak maka hal ini menunjukkan adanya penyimpangan. Penyimpangan dapat terjadi karena adanya kontaminasi sehingga perlu dilakukan ketelitian dan selalu menggunakan teknis aseptis saat praktikum. Pada media OMEA dapat diketahui bahwa jumlah mikrobanya lebih banyak daripada media PDA. Hasil tersebut sesuai dengan literatur bahwa pada tape singkong yang dominan tumbuh adalah khamir dengan spesies Saccharomyces cereviceae. Namun dari data yang diperoleh menunjukan adanya penyimpangan karena pada media NA-Ca tidak ditumbuhi bakteri pembentuk asam. Menurut literatur pada sampel tape singkong seharusnya terdapat bakteri pembentuk asam yaitu Pediococcus karena sifat tape sendiri yang terdapat rasa asam. Hal ini kemungkinan karena perlakuan yang terlalu dekat dengan bunsen saat pemipetan sehingga pipet menjadi terlalu panas yang menyebabkan mikroba mati sebelum ditumbuhkan. Selain itu mungkin juga disebabkan karena tingkat pengenceran yang terlalu tinggi.
Pada kelompok dua dengan sampel tempe, jumlah mikroba pada media PDA sebesar sebesar 4,5 x 106, pada media PCA terdapat jumlah mikroba sebesar 1,42 x 1010, pada media OMEA terdapat khamir sejumlah 1,4 x 107 dan pada media NA-Ca tidak ditumbuhi oleh bakteri pembentuk asam. Mikroba yang paling banyak tumbuh adalah pada media PCA karena pada media ini dihitung semua jenis mikroba yang tumbuh. Namun apabila jumlah bakterinya lebih banyak, hal ini menunjukkan adanya penyimpangan yang mungkin terjadi karena adanya kontaminasi saat perlakuan. Dari data yang diperoleh dapat diketahui bahwa pada media OMEA jumlah mikrobanya lebih banyak daripada media PDA. Hal ini menunjukkan adanya penyimpangan, karena pada tape singkong yang dominan tumbuh seharusnya adalah kapang dengan spesies Rhizopus sp. Hal ini dapat terjadi karena adanya kontaminasi saat perlakukan pemipetan. Sedangkan pada media NA-Ca tidak ditumbuhi oleh bakteri pembentuk asam. Hal ini terjadi karena pada tempe tidak terdapat bakteri pembentuk asam.
Pada kelompok tiga dengan sampel tauco, jumlah mikroba pada media PDA adalah sebesar 2,5 x 106, pada media PCA terdapat jumlah mikroba sebesar 2,3 x 108, pada media OMEA terdapat khamir sejumlah 1,5 x 107 dan pada media NA-Ca tidak ditumbuhi oleh bakteri. Mikroba yang paling banyak tumbuh adalah pada media PCA karena pada media ini dihitung semua jenis mikroba yang tumbuh. Namun apabila jumlah bakterinya lebih banyak, hal ini menunjukkan adanya penyimpangan. Penyimpangan kemungkinan terjadi karena adanya kontaminasi saat perlakuan. Sedangkan jumlah mikroba pada media PDA lebih banyak daripada media OMEA. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa pada tauco mikroba yang dominan tumbuh adalah kapang karena mempunyai pengaruh besar terhadap proses fermentasi dengan spesies Aspergillus dan Rhizopus. Namun dapat diketahui adanya penyimpangan penyimpangan karena pada media NA-Ca tidak ditumbuhi bakteri pembentuk asam. Seharusnya pada sampel tauco terdapat bakteri pembentuk asam, karena ada bakteri asam yang berperan dalam fermentasi tauco. Hal ini kemungkinan terjadi karena perlakuan yang terlalu dekat dengan bunsen saat pemipetan sehingga pipet menjadi terlalu panas yang menyebabkan mikroba mati sebelum ditumbuhkan. Selain itu mungkin juga disebabkan karena tingkat pengenceran yang terlalu tinggi.
Pada kelompok empat dengan sampel terasi, jumlah kapang pada media PDA adalah sebesar 1,5 x 106, pada media PCA sebesar 8 x 108, pada media OMEA 3,9 x 107 dan pada media NA-Ca tidak ditumbuhi oleh bakteri. Mikroba yang paling banyak tumbuh adalah pada media NA-Ca. Hal ini sesuai dengan literatur karena mikroba yang paling berperan (dominan) dalam fermentasi terasi adalah bakteri asam laktat ataupun bakteri asam asetat. Selain bakteri asam, pada fermentasi terasi kapang dan khamir juga berperan, akan tetapi pada praktikum ini tidak ada khamir yang tumbuh namun kapang masih tumbuh. Hal ini kemungkinan terjadi karena perlakuan yang terlalu aseptis  sehingga pipet menjadi terlalu panas yang menyebabkan mikroba mati sebelum ditumbuhkan.
Pada kelompok lima dengan sampel tape ketan, dapat diketahui bahwa pada media PDA tidak ada kapang yang tumbuh, pada media PCA terdapat jumlah mikroba sebesar 9 x 107, pada media OMEA terdapat khamir sejumlah 3,5 x 107 dan pada media NA-Ca tidak ditumbuhi oleh bakteri. Mikroba yang paling banyak tumbuh adalah pada media PCA semua mikroba dapat tumbuh sehingga sangat dimungkinkan jumlahnya paling banyak. Namun jika jumlah bakterinya lebih banyak, hal ini menunjukkan adanya penyimpangan yang mungkin terjadi karena adanya kontaminasi saat perlakuan. Namun diketahui bahwa tidak ada kapang yang tumbuh. Hal ini kemungkinan terjadi karena perlakuan yang terlalu dekat dengan bunsen saat pemipetan sehingga pipet menjadi terlalu panas yang menyebabkan mikroba mati sebelum ditumbuhkan. Menurut literatur seharusnya pada produk tape ketan terdapat kapang yang berperan selama fermentasi yaitu menghidrolisis pati menjadi gula. Penyimpangan juga terjadi pada media NA-Ca karena tidak ada bakteri pembentuk asam yang tumbuh. Menurut literatur seharusnya pada sampel tape ketan terdapat bakteri pembentuk asam, karena sifat tape sendiri yang memiliki rasa asam. Tidak adanya bakteri asam yang tumbuh kemungkinan terjadi karena perlakuan yang terlalu aseptis sehingga pipet menjadi terlalu panas yang menyebabkan mikroba mati sebelum ditumbuhkan.
Pada kelompok enam dengan sampel kecap, didapatkan jumlah kapang pada media PDA adalah sebesar 4,5 x 106, pada media PCA terdapat jumlah mikroba sebesar 1,54 x 109, dan pada media OMEA dan NA-Ca tidak ditumbuhi miroba. Pada produk kecap, mikroba yang berperan selama fermentasi adalah kapang, bakteri asam laktat dan khamir. Namun yang paling tinggi jumlahnya adalah pada media PCA, dengan jumlah yang dominan adalah bakteri. Hal ini menunjukkan terjadinya penyimpangan karena adanya kontaminasi. Selain itu juga terjadi penyimpangan karena pada media OMEA dan NA-Ca tidak ditumbuhi bakteri pembentuk asam. Menurut literatur pada sampel kecap diperkirakan terdapat bakteri asam laktat seperti Leuconostoc mesenteroides, Pediococcus cerevisiae, dan Lacobacillus plantarum. Tidak tumbuhnya bakteri ini kemungkinan terjadi karena perlakuan yang terlalu aseptis sehingga pipet menjadi terlalu panas yang menyebabkan mikroba mati sebelum ditumbuhkan.


BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
       Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
a)    Tujuh volume cuplikan pada pembuatan kurva standar digunakan sebagai titik bantu.
b)   Pada pembuatan kurva standar diperoleh persamaan regresi yaitu y = 1,265x + 0,025 dan nilai R2 sebesar 0,9998.
c)    Perbedaan konsentrasi MEB yang dihasilkan tidak signifikan, nilai konsentrasi tertinggi adalah pada kelompok 1 dan 2 yaitu 2,2 mg/ml sedangkan nilai konsentrasi terendah yaitu pada kelompok 3 yaitu 1,5 mg/ml.
d)   Nilai konsentrasi MEB pada kelompok 3 yang paling menyimpang, hal ini dimungkinkan karena pencucian yang kurang bersih.
e)    Mikroba yang tidak tumbuh/mati kemungkinan karena perlakuan yang terlalu aseptis sehingga pipet yang digunaka terlalu panas.
6.2  Saran
a)      Sebaiknya praktikum dilakukan 2 shift agar hasilnya lebih maksimal.
b)      Selama praktikum berlangsung, sebaiknya para praktikan lebih menjaga ketenangan agar tidak terjadi kontaminasi.
c)      Terima kasih kepada asisten yang telah membantu jalannya praktikum.




DAFTAR PUSTAKA
[BSN] Badan Standarisasi Nasional Indonesia.2009. SNI 3144-2009 tentang Tempe Kedelai. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional Indonesia.
Afrianto, E dan E. Liviawaty, 2005. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.Hadiwiyoto, S, 1983. Hasil-Hasil olahan Susu, Ikan, Daging dan Telur. Yokyakarta: Liberty.
Afriyanto Eddy. 2005. Pakan Ikan dan Perkembangannya. Jakarta : Penerbit Kanisius (halaman : 140)
Alimuddin, Ali. 2008. Mikrobiologi Dasar I. Makassar : FMIPA UNM.
Asaihl. 1985. Food Technology and Nutrition. Yogyakarta: UGM-Press.
Astawan. 2004. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Jakarta:  Akademi Presindo.
Buckle, K.A., Edwards, G.H. Fleet, dan H. Wooton. 1985. Ilmu Pangan (Terjemahan). Jakarta: Universitas Indonesia.
Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Dwidjoseputro, D. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Malang : Djambatan.
Eskin dalam Tensiska et al. 2007. Aplikasi Ekstrak Pigmen dari Buah Arben (Rubus idaeus (Linn.)) Pada Minuman Ringan dan Kestabilannya Selama Penyimpanan. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/05/aplikasi_ekstrak_pigmen.pdf.  (Diakses tanggal 10 Desember 2013).
Fardiaz S. 1993. Mikrobiologi Pangan. Penuntun Praktek-Praktek Laboratorium. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.
Fardiaz, Srikandi. 1989. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Hadietomo, Ratna. 1990. Mikrobiologi Dalam Praktek. Jakarta : PT. Gramedia.
Harmita. 2006. Buku Ajar Analisis Hayati Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC (halaman : 125)
Hidayat, N., M. C. Padaga dan S. Suhartini. 2006. Mikrobiologi Industri. Yogyakarta : Andi.
Hoog, J.L., Schwartz C., Noon A. T., O’toole E. T., Mastronarde DN, McIntosh JR, Antony C. 2007. Organization Of Interphase Microtubules In Fission Yeast Analyzed By Electron Tomography. Dev Cell. 12(3): 349-61
Kasmidjo, R.B. 1990. Tempe : Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi. UGM.
Muchtadi, D. 1989. Petunjuk Laboratorium Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Natrsir. 2003. Mikrobiologi Farmasi Dasar. Makassar: Universitas Hasanudin.
Nunomura, N. dan Sasaki, M. 1992. Japanese soy sauce. Di dalam : Reddy, N. R., Pierson, M. D. dan Salunkhe, D. K. (eds). Florida: Legume-based Fermented Foods. CRC Press, Inc.,
Pelczar, M. J., dan Chan, E. S. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : UI Press.
Pelczar, M.J dan E.C.S Chan. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : UI Press.
Pelezar. 1989. Dasar-Dasar Mikrobiologi Jilid II. Jakarta : Universitas Indonesia Press.

Rusmin, S and S. D. Ko. 1974. Rice-Grown Rhizopus oligosporus Inoculum for Tempeh Fermentation. Appl.Microbiol, 28(3): 347-350

Samsudin, A. M. dan Khoiruddin. 2009. Ekstraksi, Filtrasi dan Uji Stabilitas Zat Warna dari Kulit Manggis. Semarang: Jurnal Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
Soemartono. 1980. Bercocok Tanam Padi. Yasaguna. Jakarta) dalam Hanum, Tirza. 2000. Ekstraksi dan Stabilitas Zat Pewarna dari Katul Beras Ketan Hitam. Buletin Teknologi dan Industri Pangan, Vol.XI, No.1,Tahun 2000. (Diakses tanggal 10 Desember 2013).

Suliantari dan Winiati P.R. 1989. Teknologi Fermentasi Umbi-umbian dan Biji-bijian. Bogor: PAU Pangan dan Gizi-IPB.

Suparno dan J.T Martini. 1992. Terasi Bubuk. Kumpulan-kumpulan hasil-hasil Penelitian Pasca Panen Perikanan. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Perikanan.

Suprapti., M.L, 2002. Membuat Terasi. Yogyakarta: Kanisius.
Suriawiria, U. 2005. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Papas Sinar Sinanti.
Waluyo, Lud. 2007. Mikrobiologi Umum. Makassar : UMM Press
Winarno.F.g, 1986. Air untuk Industri Pangan. Jakarta: Gramedia.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar