BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mikroorganisme
adalah makhluk yang sangat kecil dan hanya dapat dilihat di bawah mikroskop. Perhitungan
jumlah sel mikroba dapat dinyatakan dengan dua cara, yaitu perhitungan jumlah
sel dan massa sel. Untuk hitungan jumlah sel diantaranya secara mikroskopik,
metode cawan dan MPN (Most Probable Number). Sedangkan untuk hitungan massa sel
meliputi caea volumetrik, gravimetri, dan turbidimetri.
Hitungan
secara mikroskopik menggunakan alat pembesar untuk menghitung jumlah sel. Sedangkan
hitungan cawan dan MPN memerlukan media tumbuh tertentu untuk sejumlah cuplikan
suspensi mikroba yang ditumbuhkan dalam 1 sampai 2 hari pada suhu ruang
kemudian baru dihitung jumlah selnya.
Untuk
mementukan jumlah mikroba golongan tertentu dengan menggunkan media khusus,
misalnya untuk penentuan jumlah kapang dengan PDA, total mikroba dengan PCA,
dan untuk khamir/yeast dengan OMEA. Perlu diperhatikan dalam penentuan jumlah
mikroba yang menggunakan media tumbuh adalah kondisi steril media, peralaan
ukur, dan peralatan bantu.
Perhitungan
massa sel menggunakan neraca analitik untuk menimbang massa sel kering dari
sejumlah cuplikan suspensi sel mikroba yang telah dikeringkan, maka dalam hal
ini juga menggunakan alat ukur volumetrik. Untuk metode pengukuran massa sel
tidak diperlukan media tumbuh, kecuali dengan menggunakan metode
spektrofotometer yaitu digunakan untuk menumbuhkan sel mikroba yang dipakai
untuk pembuatan kurva standart. Untuk itu, perlu dilakukan praktikum untuk
mengetahui dan menganalisis secara kulitatif maupun kuantitatif sel mikroba.
1.2 Tujuan
1. Untuk
mengetahui caramenyiapkan peralatan dan media tumbuh yang steril untuk
digunakan pada penentuan jumlah sel mikroba
2. Untuk
mengetahui cara menghitung jumlah atau massa sel mikroba dari berbagai golongan
3. Untuk
mengetahui cara menentukan jenis sel mikroba, misalnya bakteri pembentuk asam
organik (asam asetat/laktat)
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Macam-macam
Metode Perhitungan Mikroba
Mikroba ialah jasad renik yang
mempunyai kemampuan sangat baik untuk bertahan hidup. Jasad tersebut dapat
hidup hamper di semua tempat di permukaan bumi. Mikroba mampu beradaptasi
dengan lingkungan yang sangat dingin hingga lingkungan yang relative panas,
dari ligkungan yang asam hingga basa. Berdasarkan peranannya, mikroba dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu mikroba menguntungkan dan mikroba merugikan
(Afriyanto 2005).
Penentuan jumlah angka
mikroorganisme sangat penting dilakukan untuk menetapkan keamanan suatu sediaan
farmasi dan makanan. Berbagai metode telah dikembangkan untuk menghitung jumlah
mikroorganisme. Metode tersebut menghitung jumlah sel, massa sel, atau isi sel
yang sesuai dengan jumlah sel (Harmita 2006). Perhitungan mikroba
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu perhitungan secara langsung dan perhitungan
secara tidak langsung.
Perhitungan secara langsung dapat
dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
- Metode Petroff-Hauser
Penghitungan secara langsung dapat
dilakukan secara mikroskopis yaitu dengan menghitung jumlah bakteri dalam
satuan isi yang sangat kecil. Alat yang digunakan adalah Petroff-Hauser
Chamber atau Haemocytometer. Jumlah cairan yang terdapat antara cover
glass dan alat ini mempunyai volume tertentu sehingga satuan isi yang
terdapat dalam satu bujur sangkar juga tertentu. Ruang hitung terdiri dari 9
kotak besar dengan luas 1 mm². Satu kotak besar di tengah, dibagi menjadi 25
kotak sedang dengan panjang 0,2 mm. Satu kotak sedang dibagi lagi menjadi 16
kotak kecil. Dengan demikian satu kotak besar tersebut berisi 400 kotak kecil.
Tebal dari ruang hitung ini adalah 0,1 mm. Tinggi contoh yang terletak antara
gelas objek dengan gelas penutup adalah 0,02 mm (Fardiaz, 1992).
- Metode Plate Count
Ada dua Metode plate count yang
sering digunakan, yaitu metode sebaran dan metode tuang. Asumsi digunakannya metode
ini adalah bahwa setiap satu sel mikroba dapat tumbuh dan akhirnya membentuk
satu koloni yang dapat dilihat dengan kasat mata. Pada metode sebaran, volume
yang dibutuhkan adalah 0.1 ml agar sampel tersebut sapat tersebar, terendam,
dan teresap. Karena jika lebih, maka sampel akan mengendap dan mengumpul
sehingga menyulitkan dalam perhitungan (Alimuddin, 2008)
Sedangkan perhitungan secara tidak
langsung dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu:
- Penentuan volume total
Cara ini
adalah semacam modifikasi penentuan hematokrit pada pengukuran volume total
butir-butir darah, misalnya 10 ml biakan dimasukkan ke dalam tabung reaksi
khusus (tabung hopklins) yang bagian bawahnya berupa silinder dan bergaris
ukuran (Hadietomo, 1990).
- Metode turbidometri
Teknik ini
sudah dipakai sebagai cara mengukur keker han suspensi atas dasar penyerapan
dan pemencaran cahaya yang dilintaskan, sehingga yang mengandung lebih dari 107-108
sel/ml, tampak lebih keruh oleh mata telanjang. Suatu volume biakan yang
telah ditakar ditempatkan dalam tabung khusus yang jernih dengan diameter
tertentu (Hadietomo, 1990).
- Metode MPN (Most Probable Number)
Most Probable Number dalam bidang
kesehatan masyarakat dari mikrobiologi pangan, dipergunakan secara luas untuk
menghitung jumlah bakteri yang ada dalam bahan pangan. Media ini banyak
digunakan untuk menghitung bakteri patogenik dalam jumlah sedikit yang terdapat
dalam bahan pangan. Metoda ini berdasarkan atas pengenceran. Apabila suatu
larutan yang mengandung sel-sel mikroorganisme diencerkan terus-menerus,
akhirnya akan diperoleh suatu larutan dimana tidak dijumpai sel lagi yaitu
dikatakan steril (Buckle dkk, 1985).
Metode MPN digunakan medium cair di
dalam tabung reaksi, dimana perhitungan dilakukan berdasarkan pada jumlah
tabung yang positif yaitu yang ditumbuhi oleh jasad renik setelah inkubasi pada
suhu dan waktu tertentu. Pengamatan tabung yang positif dapat dilihat dengan mengamati
timbulnya kekeruhan, atau timbulnya gas di dalam tabung kecil (tabung Durham)
yang diletakkan pada posisi terbalik, yaitu untuk jasad renik pembentukan gas.
Untuk setiap pengenceran pada umumnya digunakan tiga tau lima seri tabung.
Lebih banyak tabung yang digunakan menunjukkan ketelitian yang lebih tinggi,
tetapi alat gelas yang digunakan juga lebih banyak. (Fardiaz, 1992)
- Metode perhitungan cawan
Metode perhitungan cawan didasarkan
pada anggapan bahwa setiap sel yang hidup dapat berkembang menjadi koloni. Jadi
jumlah koloni yang muncul pada cawan adalah indeks bagi jumlah mikroorganisme
yang terkandung dalam sampel. Teknik yang harus dikuasai dari metode ini adalah
mengencerkan sampel dan mencawankan hasil pengenceran tersebut. Setelah
inkubasi, jumlah semua koloni diamati untuk memenuhi persyaratan statistik.
Cawan yang dipilih untuk menghitung koloni adalah cawan yang mengandung antara
30 sampai 300 koloni. Organisme yang terdapat dalam sampel asal ditentukan
dengan mengalikan jumlah koloni yang terbentuk dengan faktor pengenceran pada
cawan yang bersangkutan (Waluyo, 2007). Berdasarkan kekeruhan
(turbiditas/turbidimetri)
Salah satu
metode cepat yang digunakan untuk menghitung massal sel adalah melalui
perhitungan kekeruhan (turbidity). Kekeruhan dapat diukur dengan menggunakan
fotometer atau spertofotometer. Pengukuran kekeruhan ini didasarkan atas
pertikel-pertikel kecil yang menyebarkan cahaya lengsung secara propisional
(sampai batas-batas tertentu) dengan konsentrtasinya. Zat cahaya melewati
tabung yang berisi suspensi mikroba, maka cahaya akan dihamburkan (Pelezar,
1989).
2.2
Karakteristik Kimia, Fisika dan Mikrobiologi Media yang Digunakan
2.2.1 PDA (Potato Dextrose Agar)
PDA
(Potato Dextrose Agar) merupakan media komplek dan media diferensiasi untuk
pertumbuhan jamur dan yeast sehingga sering digunakan sebagai uji untuk
menentukan jumlah jamur dan yeast dengan menumbuhkan mikroba pada permukaan
sehingga akan membentuk koloni yang dapat diikat dan dihitung (Fardiaz, 1993).
Selain itu PDA (Potato Dextrose Agar) juga digunakan untuk pertumbuhan, isolasi
dan enumerasi dari kapang serta khamir pada bahan makanan dan bahan lainnya.
Komposisi medianya adalah 20% kentang, agar, 1 liter aquades dan 2%
peptone.
Media PDA (Potato Dextrose Agar) digunakan untuk
pertumbuhan, isolasi dan enumerasi dari kapang dan khamir pada bahan makanan
dan bahan lainnya. Karbohidrat dan senyawa yang diambil dari kentang mendukung
pertumbuhan khamir dan kapang dan pada kondosi pH yang diturunkan dapat
menghambat pertumbuhan kontaminan (bakteri yang ikut). Jika medium ini dipakai
untuk perhitungan jamur, pH medium harus diturunkan hingga 3,5 karena jamur
akan tumbuh pada medium ini untuk mengembangkan morfologinya (Thatcher and
Clark, 1987).
Fungsinya sebagai media selektif untuk pertumbuhan
jamur dan yeast hingga sering digunakan sebagai uji untuk menentukan jumlah
jamur dan yeast yang dilakukan dengan menumbuhkan mikroba pada permukaan
sehingga akan membentuk koloni yang dapat diikat atau dihitung (Fardiaz, 1993)
2.2.2 PCA (Plate Count Agar)
PCA (Plate Count Agar) adalah suatu
medium yang mengandung 0,5% tripton, 0,25% ekstrak khamir, dan 0,1 % glukosa
sehingga semua mikroba termasuk bakteri, kapang, dan khamir dapat tumbuh dengan
baik pada medium tersebut (Fardiaz, 1993).
Media
plate count agar (PCA) dapat berfungsi sebagai media untuk menumbuhkan
mikroorganisme. Untuk penggunaannya, digunakan PCA instant sebanyak 22,5 gram
untuk 1 Liter aquades. Berdasakan komposisinya, PCA termasuk ke dalam medium
semisintetik, yaitu medium yang komponen dan takarannya sebagian diketahui dan
sebagian lagi tidak diketahui secara pasti. PCA berwarna putih keabuan,
berbentuk granula dan merek yang digunakan adalah Merck. Sebelum dipanaskan
tidak larut sepenuhnya dalam air, tetapi masih terlihat serbuk-serbuknya,
berwarna kuning dan terlihat keruh. Setelah dipanaskan serbuk media larut
seluruhnya dalam air, berwarna kuning. (Fardiaz, S. 1992).
2.2.3 OMEA (Malt Extract Agar)
Karakteristik fisik dari media ini antara lain yaitu
memiliki warna coklat pucat saat sebelum dilakukan pemanasan dan berwarna
coklat tua setelah mengalami pemanasan. Media ini mengandung aquades 50 ml,
malt ekstrak 30 g/l, pepton 3 g/l dan agar 15 g/l. MEA pada umumnya digunakan
sebagai media pertumbuhan khamir. Didalam media tersebut mengandung unsur O
yang merupakan salah satu mineral yang dapat menunjang pertumbuhan khamir.
2.2.5 NA-Ca (Nutrient
Agar-Calcium)
Nutrien agar adalah medium umum untuk uji air dan produk pangan. NA juga
digunakan untuk pertumbuhan mayoritas dari mikroorganisme yang tidak selektif,
dalam artian mikroorganisme heterotrof.Media ini merupakan media sederhana yang
dibuat dari ekstrak beef, pepton, dan agar. Medium NA sebelum pemanasanadalah
berbentuk larutan berwarna kuning keruh sebelum dipanaskan, dan berwarna kuning
bening saat setelah dipanaskan. Namun, setelah pemanasan didapatkan warna dari
medium NA lebih jernih bila dibandingkan dengan sebelum pemanasan. NA merupakan
salah satu media yang digunakan dalam prosedur bakteriologi seperti uji biasa
dari air, produk pangan, untuk pertumbuhan sampel pada uji bakteri, dan untuk
mengisolasi organisme dalam kultur murni. Komposisi kimia nutrien agar adalah
eksrak beef 10 g, pepton 10 g, NaCl 5 g, air desitilat 1.000 ml dan 15 g
agar/L. Agar dilarutkan dengan komposisi lain dan disterilisasi dengan autoklaf
pada 121°C selama 15 menit (Fathir, 2009).
Mineral merupakan bagian dari sel, unsur penyusun sel yaitu C, O, N, H dan
P. Unsur mineral lain yang diperlukan oleh sel yaitu K, Ca, Mg, Ma, S, dan Cl.
Unsur mineral yang digunakan dalam jumlah yang sangat sedikit yaitu Fe, Mn, Co,
Cu, Bo, Zn, Mo, Al, Ni, Va, Sc, Si, Tu dan sebagainya yang tidak dipoerlukan
jasad. Unsur yang digunakan dalam jumlah besar dapat disebut dengan unsur
makro, dalam jumlah sedang disebut dengan unsur oligo, dan jumlah sedikit
disebut unsur mikro. Unsur mikro tersebut sering terdapat sebgai ikutan pada
garam unsur makro, dan dapat masuk dalam medium lewat kontaminan gelas
tempatnya, atau partikel debu. Unsur mineral yang digunakan untuk menunjang
pertumbuhan bakteri, khususnya BAL maka digunakan mineral dengan unsur Ca dalam
media NA sehingga berfungsi untuk membantu menyusun sel, selain itu juga untuk
mengatur osmose, kadar ion H+ (keasaman, Ph) dan potensial oksidasi reduksi
(redoks potensial) medium.
2.3
Karakteristik Morfologi, Fisiologi dan Kimia Semua Jenis Mikroba
2.3.1
Bakteri
Menurut Pelczar dan Chan (1988), bakteri adalah protista yang bersifat
prokariot yang khas dan bersel tunggal (uniseluler). Sel-selnya secara khas
membentuk bola (kokus), batang (bacillus) atau spiral (spirullum). Diameternya
sekitar 0,5-1,0 mm dan panjangnya 1,5-2,6 mm. Semua
bakteri bersel tunggal walaupun dalam beberapa keadaan dapat dijumpai gumpalan
yang kelihatan bersel banyak. Bakteri dibagi menjadi tiga bentuk yang utama :
1. Kokus – bulat
2. Basil – berbentuk silinder atau batang
3. Spiral – batang melengkung atau melingkar-lingkar. (Fardiaz, 1992).
Berdasarkan komposisi dinding selnya, bakteri dibedakan menjadi dua
yaitu bakteri Gram positif dan bakteri Gram negatif. Bakteri
Gram positif adalah bakteri yang memiliki lapisan
peptidoglikan (molekul yang terdiri dari asam amino dan gula) yang tebal
(20-80 nm) dan terdiri atas 60-100
persen peptidoglikan. Lapisan peptidoglikan pada bakteri Gram negatif
lebih tipis dibandingkan dengan bakteri Gram positif dan mengandung lebih
sedikit peptidoglikan (10-20 persen), tetapi mempunyai membran luar yang
tebal yang tersusun dari protein, fosfolipida, dan lipopolisakarida
sehingga bersama-sama dengan lapisan peptidoglikan, keduanya membentuk
mantel pelindung yang kuat untuk sel (Pelczar, 1988).
Sebagian
besar bakteri mempunyai suhu pertumbuhan antara 45 – 55oC dan
disebut golongan bakteri thermofilik. Beberapa bakteri mempunyai suhu
pertumbuhannya antara 20 – 45oC disebut golongan bakteri mesofilik,
dan lainnya mempunyai suhu pertumbuhan dibawah 20oC disebut bakteri
psikrofilik (Muchtadi, 1989).
Umumnya
bakteri membutuhkan air (Available Water) yang lebih banyak dari kapang dan
ragi. Sebagian besar daribakteri dapat tumbuh dengan baik pada aw mendekati
1,00. Ini berarti bakteri dapat tumbuh dengan baik dalam konsentrasi gula dan
garam yang rendah kecuali bakteri – bakteri yang memiliki toleransi terhadap
konsentrasi gula dan garam yang tinggi. Media untuk sebagian besar bakteri
mengandung gula tidak lebih dari 1% dan garam tidak lebih dari 0,85% (larutan
garam fisiologis). Konsentrasi gula 3% - 4% dan garam 1 – 2% dapat menghambat
pertumbuhan beberapa jenis bakteri (Muchtadi,1989).
2.3.2
Kapang
Kapang
adalah fungi multiseluler yang mempunyai filamen, dan pertumbuhannya pada
makanan mudah dilihat karena penampakannya yang berserabut seperti kapas.
Pertumbuhannya mula-mula akan berwarna putih, tetapi jika spora telah timbul
akan terbentuk berbagai warna tergantung dari jenis kapang. Kapang terdiri dari
suatu thallus (jamak = thalli) yang tersusun dari filamen yang bercabang yang disebut
hifa (tunggal = hypha, jamak = hyphae). Kumpulan dari hifa disebut miselium
(tunggal = mycelium, Jamak = mycelia) (Pelczar,2005).
Sifat fisiologi kapang antara lain adalah sebagai berikut :
1.
Kebutuhan air
Pada
umumnya kebanyakan kapang membutuhkan Aw minimal untuk pertumbuhan lebih rendah
dibandingkan dengan khamir dan bakteri.Kadar air bahan pangan kurang dari
14-15%, misalnya pada beras dan serealia, dapat menghambat ataumemperlambat
pertumbuhan kebanyakan khamir.
2.
Suhu pertumbuhan
Kebanyakan kapang bersifat mesofilik yaitu tumbuh
baik pada suhu kamar.Suhu optimum pertumbuhan untuk kebanyakan kapang
adalah sekitar 25-300C tetapi beberapa dapat tumbuh pada suhu
35-370C atau lebih tinggi. Beberapa kapang bersifat
psikrotrofik dan beberapa bersifat termofilik
3.
Kebutuhan oksigen dan pH
Semua
kapang bersifat aerobic, yaitu membutuhkan oksigen untuk pertumbuhannya.
Kebanyakan kapang dapat tumbuh pada kisaran pH yang luas, yaitu2-8,5 tetapi biasanya pertumbuhannya akan lebih
baik pada kondisi asam atau pH rendah.
4.
Makanan
Pada
umumnya kapang dapat menggunakan berbagai komponen makanan, dariyang sederhana
hingga kompleks.Kebanyakan kapang memproduksi enzim hidrolitik, missal amylase,
pectinase, proteinase dan lipase, oleh karena itu dapat tumbuh pada makanan-makanan
yang mengandung pati, pektin, protein atau lipid.
5.
Komponen penghambat
Beberapa
kapang mengeluarkan komponen yang dapat menghambat organisme lainnya.Komponen
itu disebut antibiotic, misalnya penisilin yang diproduksi oleh Penicillium
chrysogenu dan clavasin yang diprosukdi oleh Aspergillus clavatus.Pertumbuhan
kapang biasanya berjalan lambat bila dibandingkan dengan pertumbuhan khamir dan
bakteri.Oleh karena itu jika kondisi pertumbuhanmemungkinkan semua
mikroorganisme untuk tumbuh, kapang biasanya kalah dalam kompetisi dengan
khamir dan bakteri.Tetapi sekali kapanh dapat mulai tumbuh, pertumbuhan yang ditandai dengan
pembentukan miselium dapat berlangsung dengan cepat (Fardiaz, 1989).
Kapang mempunyai cirri-ciri morfologi yang spesifik
secara makroskopis dan mikroskopis. Ciri-ciri tersebut dapat digunakan sebagai
identifikasi dan determinasi.Pengamatan secara mikroskopis dapat berupa
bersekat atau tidaknya hifa, bentuk percabangan hifa, stolon, rizoid , sel
kaki badan buah, dasar badan buah,pendukung badan buah, dan bentuk spora
(Sutariningsih dkk, 1997).
2.3.3
Khamir
Khamir (yeast)
merupakan sel tunggal (uniseluler) yang membentuk tunas dan pseudohifa (Webster
dan Weber, 2007). Hifanya panjang, dapat bersepta atau tidak bersepta dan
tumbuh di miselium. Yeast memiliki ciri khusus bereproduksi secara aseksual
dengan cara pelepasan sel tunas dari sel induk. Beberapa khamir dapat
bereproduksi secara seksual dengan membentuk aski atau basidia dan
dikelompokkan ke dalam Ascomycota dan Basidiomycota. Dinding sel yeast adalah
struktur yang kompleks dan dinamis dan berfungsi dalam menanggapi perubahan
lingkungan yang berbeda selama siklus hidupnya (Hoog et al., 2007).
Menurut
Pelczar (2005), khamir hidupnya sebagian ada yang saprofit dan ada beberapa
yang parasitik. Sel khamir mempunyai ukuran yang bervariasi, yaitu dengan
panjang 1-5 μm sampai 20-50 μm, dan lebar 1-10 μm. Khamir termasuk fungi
tetapi dibedakan dari kapang karena bentuknya yang bersifat uniseluler.
Reproduksi khamir terutama dengan cara pertunasan. Sebagai sel tunggal khamir
tumbuh dan berkembang biak lebih cepat jika dibandingkan dengan kapang karena
mempunyai perbandingan luas permukaan dengan volume yang lebih besar.
Khamir
pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan sifat-sifat fisiologinya dan tidak
atas perbedaan morfologinya seperti pada kapang.Yeast dapat
dibedakan atas dua kelompok berdasarkan sifat metabolismenya yaitu bersifat
fermentatif dan oksidatif. Jenis fermentatif dapat melakukan fermentasi alkohol
yaitu memecah gula (glukosa) menjadi alkohol dan gas contohnya pada produk
roti.Sedangkan oksidatif (respirasi) maka akan menghasilkan CO2 dan
H2O. Keduanya bagi yeast adalah
dipergunakan untuk energi walaupun energi yang dihasilkan melalui respirasi
lebih tinggi dari yang melalui fermentasi (Natsir, 2003).
2.4
Metode Sterilisasi
Sterilisasi yang umum dilakukan dapat berupa:
a. Sterilisasi secara fisik
(pemanasan, penggunaan sinar gelombang pendek yang dapat dilakukan selama
senyawa kimia yang akan disterilkan tidak akan berubah atau terurai akibat
temperatur atau tekanan tinggi). Dengan udara panas, dipergunakan alat
“bejana/ruang panas” (oven dengan temperatur 170o – 180oC
dan waktu yang digunakan adalah 2 jam yang umumnya untuk peralatan gelas).
b. Sterilisasi secara kimia (misalnya
dengan penggunaan disinfektan, larutan alkohol, larutan formalin).
c. Sterilisasi secara mekanik,
digunakan untuk beberapa bahan yang akibat pemanasan tinggi atau tekanan tinggi
akan mengalami perubahan, misalnya adalah dengan saringan/filter. Sistem kerja
filter, seperti pada saringan lain adalah melakukan seleksi terhadap
partikel-partikel yang lewat (dalam hal ini adalah mikroba) (Suriawiria, 2005).
Alat dan bahan yang
akan digunakan dalam suatu penelitian atau praktikum harus disterilisasi
terlebih dahulu untuk membebaskan semua bahan dan peralatan tersebut dari semua
bentuk kehidupan. Sterilisasi merupakan suatu proses untuk mematikan semua
organisme yang teradapat pada suatu benda. Autoklaf digunakan sebagai alat
sterilisasi uap dengan tekanan tinggi (1 atm) yaitu pada suhu 121 oC
selama 15 menit. Penggunaan autoklaf untuk sterilisasi, tutupnya jangan
diletakkan sembarangan dan dibuka-buka karena isi botol atau tempat medium akan
meluap dan hanya boleh dibuka ketika manometer menunjukkan angka 0 serta dilakukan
pendinginan sedikit demi sedikit. Medium yang mengandung vitamin, gelatin atau
gula, maka setelah sterilisasi medium harus segera didinginkan.Cara ini untuk
menghindari zat tersebut terurai.Medium dapat langsung disimpan di lemasi es
jika medium sudah dapat dipastikan steril (Dwidjoseputro, 1994).
2.5
Karakteristik Bahan dan Mikroba Yang Terdapat Dalam Bahan
2.5.1
Tape singkong
Tape adalah hasil fermentasi dengan Saccharomyces
pastorianus, Saccaharomyces heterogenicus, Endomycopsis sp, Chlamydomucor sp,
Rhizopus sp dan Bacillus sp. Semua mikroorganisme tersebut diinokulasi
dengan ragi. Tape singkong terbuat dari ketela pohon (singkong). Sumber
karbohidrat tersebut dimasak sepenuhnya sebelum diinokulasikan. Setelah
fermentasi 2 – 3 hari, karbohidrat tersebut menjadi cairan semi padat atau
kental yang merupakan campuran dari gula, alkohol, aldehid dan asam, dimana
akan memberikan rasa dan aroma yang berbeda pada produk (Asaihl, 1985).
Tape dihasilkan dengan cara fermentasi
ragi yang merupakan inokulum biakan dari khamir, kapang dan bakteri.
Mikroorganisme tersebut akan menghasilkan panas dalam keadaan anaerob sehingga
akan menghasilkan enzim yang dapat merombak karbohidrat menjadi komponen yang
lebih sederhana sehingga akan lebih mudah untuk dicerna. Selama proses
fermentasi akan terjadi perubahan fisik, kimia dan mikrobiologi. Perubahan
fisik terjadi ubi kayu yang tadinya keras menjadi lembek.Perubahan kimia
terjadi disebabkan oleh aktifitas mikroorganisme yang terdapat pada starter
(ragi), dimana aktivitas-aktivitas mikroorganisme tersebut sangat dibutuhkan
untuk dapat memproduksi gula, asam serta pembentukan alkohol dan aroma dari
substrat karbohidrat (Winarno, dkk, 1986).Sedangkan perubahan mikrobiologi yang
terjadi adalah adanya perubahan warna, pembentukan lendir, pembentukan gas, bau
asam, bau alkohol, bau busuk dan berbagai perubahan lainnya. Jika tape
dikonsumsi dalam jumlah yang banyak akan menimbulkan rasa panas dalam perut
karena kadar alkohol tinggi (Hidayat, et al., 2006).
Proses fermentasi tape mengubah rasa,
aroma, nilai gizi dan palabilitas yang mempengaruhi perubahan substrat menjadi
komponen lain (Fardiaz, 1992). Menurut Ko Swan Djien (1982) perubahan tersebut
disebabkan oleh aktivitas enzim, komposisi substrat, kondisi lingkungan, tipe
dan jumlah mikroba pada awal atau selama fermentasi. Hal itu juga meningkatkan
aseptibilitas, digestabilitas dan menurunkan kandungan HCN sekitar 83,40%
(Suliantari dan Winiati, 1989).
Mikroorganisme yang lazim terdapat
dalam ragi tape dan sangat berperan dalam fermentasi tape biasanya didominasi
oleh kapang dari genus Amylomyces, Rhizopus dan Mucor serta khamir dari genus Endomycopsis, Saccharomyces, Hansenula dan
Candida. Setiap mikroorganisme
tersebut mempunyai peranan masing-masing, terutama khamir dari genus Saccharomyces berperan dalam pembentukan
alkohol (Suliantari dan Winiati, 1989).
2.5.2 Tempe
Tempe adalah produk olahan kedelai
hasil fermentasi jamur Rhizopus sp.(Rusmin dan Ko, 1974). Tempe yang sering kita konsumsi memiliki tekstur
yang kompak, kekompakan tekstur tempe juga disebabkan oleh miselia-miselia
kapang yang menghubungkan biji-biji kedelai dan kacang tunggak. Kompak tidaknya
tekstur tempe dapat diketahui dengan melihat lebat tidaknya miselia yang tumbuh
pada permukaan tempe. Apabila miselia tampak lebat, hal ini menunjukan bahwa
tekstur tempe telah membentuk masa yang kompak, begitu juga sebaliknya. Aroma
dan rasa khas tempe,terbentuk aroma dan rasa yang khas pada tempe disebabkan
terjadinya degradasi komponen-komponen dalam tempe selama berlangsugnya proses
fermentasi. Tempe dengan kualitas baik mempunyai ciri-ciri berwarna putih
bersih yang merata pada permukaannya, memiliki struktur yang homogen dan
kompak, serta berasa, berbau dan beraroma khas tempe. Tempe dengan kualitas
buruk ditandai dengan permukaannya yang basah, struktur tidak kompak, adanya
bercak-bercak hitam, adanyan bau amoniak dan alkohol, serat beracun (Astawan,
2004).
Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa zat gizi tempe seperti protein dan karbohidrat,
lebih mudah dicerna, diserap dan
dimanfaatkan oleh tubuh. Hal ini dikarenakan jamur Rhizopus
sp. yang tumbuh pada kedelai menghidrolisis senyawa - senyawa kompleks
menjadi senyawa sederhana yang mudah dicerna oleh manusia (Kasmidjo, 1990). Bau
dinyatakan normal jika tidak tercium bau asing. Warna normal adalah putih atau
keabu-abuan yang dihasilkan dari proses fermentasi tempe. Rasa yang normal
dinyatakan bila tidak terasa rasa asing (SNI, 2009). Tekstur tempe yang padat
jika biji kedelai semuanya terselimuti oleh hifa Rhizopus sp.
2.5.3 Tauco
Tauco merupakan pangan fermentasi yang terbuat dari kacang
kedelai. Tauco biasa digunakan sebagai penambah cita rasa pada masakan.
Pembuatan tauco terdiri dari dua tahapan fermentasi yaitu fermentasi kapang dan
fermentasi dalam larutan garam sehingga terdapat lebih dari satu jenis mikroba
yang berperan selama proses fermentasinya. R.
oligosporus, A. oryzae dan R. oryzae
berperan pada awal fermentasi (dikenal sebagai fermentasi kapang), selanjutnya
jika kedelai yang telah berkapang kemudian direndam dalam larutan garam, maka
yang dominan tumbuh adalah bakteri asam laktat dan khamir halofilik. Beberapa
jenis mikroba yang tumbuh selama fermentasi garam dalam pembuatan tauco adalah L. delbrueckii, Hansenula sp, dan Zygosaccharomyces (Nurwitri et al 2007).
Diantara kapang-kapang tersebut yang
lebih sering digunakan dalam pembuatan tauco adalah kapang Aspergillus oryzae.Aspergillus
oryzae termasuk kapang dari genus Aspergillus.Biasanya terdapat dimana-mana
sebagai saprofit.Koloni yang sudah menghasilkan spora warnanya menjadi coklat
kekuning-kuningan kehijau-hijauan atau
kehitam-hitaman. Miselium yang semula berwarna putih sudah tidak
tampak lagi (Dwijiseputro, 1978).
2.5.4 Terasi
Terasi adalah salah satu produk hasil
fermentasi ikan (atau udang) yang hanya mengalami perlakuan penggaraman (tanpa
diikuti dengan penambahan warna), kemudian dibiarkan abeberapa saat agar
terjadi proses fermentasi. Dalam
pembuatan terasi, proses fermentasi dapat berlangsung karena adanya aktivitas
enzim yang berasal dari tubuh ikan (atau udang) itu sendiri. Fermentasi adalah
suatu proses penguraian senyawa-senyawa yang lebih sederhana oleh enzim atau
fermen yang berasal dari tubuh ikan itu sendiri atau dari mikroorganisme dan
berlangsung dalam kondisi lingkungan yang terkontrol. Proses penguraian ini
dapat berlangsung dengan atau tanpa aktivitas mikroorganisme, terutama dari
golongan jamur dan ragi (Afrianto dan Liviawaty, 2005).
Terasi sangat terkenal terutama di
Pulau Jawa. Bahan dasar yang digunakan untuk pembuatan tersai pada umunya rebon
atau jenis-jenis udang yang kecil (Hadiwiyoto, 1993). Suparno dan Murtini
(1992) menambahkan selain dikonsumsi domestic produksi tersai dari Indonesia
telah diekspor ke luar negeri khususnya ke negeri Belanda dan Suriname.
Tabel 1. Kandungan unsur
gizi dalam proses 100 gr terasi sebagai berikut:
No.
|
Nama Unsur
|
Kadar Unsur
|
1.
|
Protein
|
30,0 gr
|
2.
|
Lemak
|
3,5 gr
|
3.
|
Karbohidrat
|
3,5 gr
|
4.
|
Mineral
|
23,0 gr
|
5.
|
Kalsium
|
100,0 mg
|
6.
|
Fosfor
|
250,0 mg
|
7.
|
Besi
|
3,1 mg
|
8.
|
Air
|
40,0 gr
|
Sumber: Suprapti (2001)
2.5.5 Tape ketan
Tape memiliki
rasa yang manis dan sedikit mengandung alkohol, memiliki aroma yang
menyenangkan, bertekstur lunak dan berair. Tape merupakan pangan fermentasi
yang cepat rusak karena adanya fermentasi lanjut setelah kondisi optimum
tercapai, sehingga harus segera dikonsumsi. Hasil fermentasi lanjut dari tape
adalah produk yang asam beralkohol sehingga tidak enak dikonsumsi lagi (Hidayat
et al 2006).
Soemartono
(1980) melaporkan bahwa dalam beras ketan hitam (Oryza sativa glutinosa)
terdapat zat warna antosianin yang dapat digunakan sebagai pewarna alami pada
makanan. Warna beras ketan hitam disebabkan oleh sel-sel pada kulit ari yang
mengandung antosianin. Antosianin merupakan pigmen berwarna merah, ungu dan
biru yang biasa terdapat pada tanaman tingkat tinggi. (Eskin dalam Tensiska et
al, 2007). Secara kimiawi antosianin bisa dikelompokan ke dalam flavonoid dan
fenolik (Samsudin dan Khoirudin, 2009). Beberapa fungsi antosianin, antara
lain; sebagai antioksidan di dalam tubuh, melindungi lambung dari kerusakan,
menghambat sel tumor, meningkatkan kemampuan penglihatan mata, sebagai senyawa
anti-inflamasi yang melindungi otak dari kerusakan, serta mampu mencegah
obesitas dan diabetes.
Table 2.
Kandungan Gizi
Beras
ketan
hitam
No.
|
Nilai
kandungan
|
Jumlah gr
|
1
|
Amilopektin
|
12.0
|
2
|
Kalori
|
356
|
3
|
Proteni
|
7,0
|
4
|
Lemak
|
0,7
|
5
|
Serat
|
3,1
|
6
|
Vit
Ca
|
1,0
|
7
|
Vit
B1
|
0,2
|
Sumber : (Soeharto, Iman
2004:28)
2.5.6 Kecap
Kecap adalah ekstrak dari fermentasi
kedelai yang dicampurkan dengan bahan-bahan lain yang digunakan untuk
meningkatkan flavor dari makanan. Karakteristik pembentukan flavor dan aroma
pada kecap tergantung pada cara produksi kecap dan juga bahan baku serta strain
mikroorganisme yang digunakan. Tahap-tahap utama dari produksi kecap yang
melibatkan pembentukan flavor antara lain perlakuan panas terhadap bahan baku,
pembentukan koji (fermentasi kapang), fermentasi moromi (fermentasi bakteri
asam laktat dan khamir), aging, dan pasteurisasi (Nunomura dan Sasaki,
1992).
Proses pembuatan kecap terdiri dari lima
tahapan utama yaitu perlakuan panas terhadap bahan baku kedelai, fermentasi
koji oleh Aspergillus oryzae atau A. soyae, fermentasi moromi
oleh Pediococcus halophilus dan Zygosaccharomyces rouxii,
ekstraksi moromi dan pasteurisasi (Nunomura dan Sasaki, 1992)..
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
a.
Tabung Reaksi
b.
Rak Tabung Reaksi
c.
Bunsen
d.
Gelas Ukur 100 ml
e.
Pipet Tetes
f.
Jarum Ose
g.
Keranjang Plastik
h.
Labu Takar 50 ml
i.
Penangas Listrik
j.
Tabung Film
k.
Spektrofotometer
l.
Autoklaf
m.
Oven
n.
Eksikator
o.
Pipet Volum
p.
Bulb Pipet
q.
Erlenmeyer
r.
Pi Pump
s.
Pengaduk Spatula
t.
Cawan Petri
u.
Kuvet
v.
Inkubator
w.
Beakker Glass 50 ml dan 100 ml
x.
Botol Timbang
y.
Neraca Analitik
3.1.2
Bahan
a.
Biakkan Khamir
b.
Aquades
c.
Kapas
d.
Spritus
e.
Media PCA
f.
Label
g.
Tissue
h.
Alkohol
i.
Kertas Koran
j.
MEB
k.
Media PDA
l.
Tape Singkong
m.
Tempe
n.
Tauco
o.
Terasi
p.
Tape Ketan
q.
Kecap
BAB
4. HASILPENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
4.1
Hasil Pengamatan
4.1.1
Pengukuran Absorbansi untuk Kurva Standar
Jumlah
Cuplikan (ml)
|
Pengukuran
Absorbansi
|
|
U1
|
U2
|
|
1
|
0,151
|
-
|
2
|
0,282
|
-
|
3
|
0.402
|
-
|
4
|
0,486
|
-
|
5
|
0,659
|
-
|
6
|
0,694
|
-
|
7
|
0,704
|
-
|
4.1.2
Pengamatan
Massa Sel Mikroba
Berat Beakker
Glass (a) g
|
Berat Beakker Glass +Biakkan Kering (b) g
|
37,92
|
37,93
|
4.1.3
Pengamatan Jumlah Mikroba
Kel/Sampel
|
Media
|
Pengenceran
|
10-10
|
|||||||
10-6
|
10-7
|
10-8
|
10-9
|
|||||||
C1
|
C2
|
C1
|
C2
|
C1
|
C2
|
C1
|
C2
|
|||
1/TAPE SINGKONG
|
PDA
|
3
|
1
|
1
|
0
|
0
|
0
|
-
|
-
|
-
|
PCA
|
-
|
-
|
80
|
16
|
7
|
6
|
7
|
26
|
-
|
|
OMEA
|
40
|
38
|
7
|
3
|
2
|
0
|
-
|
-
|
-
|
|
Na-Ca
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
0
|
0
|
|
2/TEMPE
|
PDA
|
3
|
6
|
1
|
2
|
1
|
0
|
-
|
-
|
-
|
PCA
|
-
|
-
|
49
|
59
|
6
|
142
|
5
|
50
|
-
|
|
OMEA
|
9
|
19
|
-
|
29
|
-
|
1
|
-
|
-
|
-
|
|
Na-Ca
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
0
|
0
|
|
3/TAUCO
|
PDA
|
2
|
3
|
1
|
2
|
1
|
1
|
-
|
-
|
-
|
PCA
|
-
|
-
|
23
|
427
|
4
|
5
|
1
|
1
|
-
|
|
OMEA
|
1
|
2
|
0
|
1
|
0
|
0
|
-
|
-
|
-
|
|
Na-Ca
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
|
-
|
|
4/TERASI
|
PDA
|
0
|
1
|
2
|
0
|
0
|
0
|
-
|
-
|
-
|
PCA
|
-
|
-
|
5
|
1
|
7
|
5
|
6
|
2
|
-
|
|
OMEA
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
-
|
-
|
-
|
|
Na-Ca
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
|
0
|
|
5/TAPE KETAN
|
PDA
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
-
|
-
|
-
|
PCA
|
-
|
-
|
8
|
10
|
8
|
4
|
3
|
3
|
-
|
|
OMEA
|
33
|
36
|
0
|
2
|
1
|
0
|
-
|
-
|
-
|
|
Na-Ca
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
0
|
0
|
|
6/KECAP
|
PDA
|
6
|
3
|
10
|
15
|
8
|
4
|
-
|
-
|
-
|
PCA
|
-
|
-
|
1036
|
154
|
182
|
69
|
137
|
234
|
-
|
|
OMEA
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
-
|
-
|
-
|
|
Na-Ca
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
0
|
0
|
4.1.4 Pengukuran
Absorbansi Mikroba dalam Media MEB
Kelompok/Sampel
|
Pengukuran
Absorbansi
|
|
1
|
2
|
|
1
|
0,641
|
0,54
|
2
|
0,571
|
-
|
3
|
0,403
|
0,407
|
4
|
0,545
|
0,588
|
5
|
0,530
|
-
|
6
|
0,528
|
0,531
|
Keterangan :
-
= tidak dilakukan perhitungan
0 =
tidak ada mikroba yang tumbah
C1 = Cawan 1
C2
= Cawan 2
4.2
Hasil Perhitungan
4.2.2
Perhitungan Massa Sel Mikroba
Perhitungan
massa sel
|
1 mg/ml
|
Volume (ml)
|
Konsentrasi
|
1
|
0,1 mg/ml
|
2
|
0,2 mg/ml
|
3
|
0,3 mg/ml
|
4
|
0,4 mg/ml
|
5
|
0,5 mg/ml
|
6
|
0,6 mg/ml
|
7
|
0,7 mg/ml
|
4.2.3
Perhitungan Jumlah Mikroba
Kel/sampel
|
Media
|
Pengenceran
|
Jumlah mikroba
|
||||
1/TAPE
SINGKONG
|
10-6
|
10-7
|
10-8
|
10-9
|
10-10
|
|
|
PDA
|
1,5
|
0,5
|
0
|
|
-
|
1,5 x 106
|
|
PCA
|
|
80
|
6,5
|
16,5
|
-
|
8 x 108
|
|
OMEA
|
39
|
5
|
1
|
-
|
-
|
3,9 x 107
|
|
Na-Ca
|
-
|
-
|
-
|
0
|
0
|
0
|
|
2/TEMPE
|
PDA
|
4,5
|
1,5
|
0,5
|
-
|
-
|
4,5 x 106
|
PCA
|
-
|
54
|
142
|
50
|
-
|
1,42 x 1010
|
|
OMEA
|
14
|
14,5
|
0,5
|
-
|
-
|
1,4 x 107
|
|
Na-Ca
|
-
|
-
|
-
|
0
|
0
|
0
|
|
3/TAUCO
|
PDA
|
2,5
|
1,5
|
1
|
-
|
-
|
2,5 x 106
|
PCA
|
-
|
225
|
4,5
|
1
|
-
|
2,3 x 108
|
|
OMEA
|
1,5
|
0,5
|
0
|
-
|
-
|
1,5 x 106
|
|
Na-Ca
|
-
|
-
|
-
|
0
|
0
|
0
|
|
4/TERASI
|
PDA
|
0,5
|
1
|
0
|
-
|
-
|
0,5 x 106
|
PCA
|
-
|
3
|
6
|
4
|
-
|
3 x 107
|
|
OMEA
|
0
|
0
|
0
|
-
|
-
|
0
|
|
Na-Ca
|
-
|
-
|
-
|
1
|
0
|
1 x 109
|
|
5/TAPE KETAN
|
PDA
|
0
|
0
|
0
|
-
|
-
|
0
|
PCA
|
-
|
9
|
6
|
3
|
-
|
9 x 107
|
|
OMEA
|
34,5
|
1
|
0,5
|
-
|
-
|
3,5 x 107
|
|
Na-Ca
|
-
|
-
|
-
|
0
|
0
|
0
|
|
6/KECAP
|
PDA
|
4,5
|
12,5
|
6
|
-
|
-
|
4,5 x 106
|
PCA
|
-
|
154
|
125,5
|
183,5
|
-
|
1,54 x 109
|
|
OMEA
|
0
|
0
|
0
|
-
|
-
|
0
|
|
Na-Ca
|
-
|
-
|
-
|
0
|
0
|
0
|
4.2.4
Pengukuran Absorbansi Mikroba dalam Media MEB
Kelompok
|
Konsentrasi
(x) mg/ml
|
Jumlah sel
(mg)
|
Konsentrasi
sel pada cairan fermentasi MEB (mg/ml)
|
1
|
0.447036
|
22.35178
|
2,2
|
2
|
0.431621
|
21.58103
|
2,2
|
3
|
0.300395
|
15.01976
|
1,5
|
4
|
0.428063
|
21.40316
|
2,1
|
5
|
0.399209
|
19.96047
|
1,9
|
6
|
0.399209
|
19.96047
|
1,9
|
BAB 5. PEMBAHASAN
5.1 Skema Kerja dan
Fungsi Perlakuan
5.1.1
Pembuatan media
Aquades sebanyak 180 ml dimasukkan ke dalam beaker
glass kemudian dipanaskan kurang lebih 60 oC untuk mempercepat
proses pencampuran pada saat ditambahkan media. Selanjutnya ditambahkan media
dan diaduk. Pengadukan dilakukan sampai mendidih dan bertujuan untuk
menghomogenkan. Setelah itu, media yang sudah jadi diambil masing-masing 10 ml
dan dimasukkan ke tabung reaksi. Terakhir, media diautoklaf dengan suhu 121 oC
selama 15 menit untuk proses sterilisasi.
5.1.2
Pembuatan kurva standar
Empat biakan khamir dalam agar miring diencerkan
dengan 50 ml aquadest steril untuk melarutkan biakan dan dilakukan
penghogogenan dengan dikocok sampai merata. Pada perlakuan harus didekatkan
pada bunsen agar tetap aseptis. Kemudian beaker glass dioven selama 15 menit
untuk menghilangkan air yang ada pada beaker glass. Selanjutnya dieksikator
selama 15 menit untuk mendinginkan dan menjaga kestabilan RHnya. Kemudian
beaker glass ditimbang sebagai a gram untuk mengetahui berat awal. Dari
pengenceran biakan diambil 10 ml dan dimasukkan ke dalam beaker glass. Setelah
itu dilakukan pengovenan selama 3 – 4 jam dengan suhu 70oC untuk
mengeringkan biakan. Kemudian, dieksikator selama 15 menit untuk menjaga
kelembaban dan menyerap air dari sisa pengovenan. Selanjutnya ditimbang sebagai
b gram untuk mengetahui berat setalah proses pengeringan. Selain itu, dari
pengenceran biakan juga diambil 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 ml untuk pembuatan kurva
standar dan dimasukkan ke tabung reaksi. Lalu, dilakukan pengenceran 10 ml dan
dihitung absorbansinya dengan spektrofotometer dengan gelombang 600 nm.
5.1.3
Pembuatan bioetanol
50 ml MEB dalam labu takar yang telah disiapkan
ditambahkan gula 5% (2,5 g/50 ml). Penambahan gula digunakan sebagai substrat
untuk pertumbuhan mikroba (khamir). Selain itu, juga ditambahkan isolat S. cerevisiae (3 – 4 ose). Selanjutnya,
dishaker pada suhu ruang selama ± 48 jam untuk menghomogenkan. Kemudian,
disentrifuge selama 5 – 10 menit untuk memisahkan antara cairan MEB dengan
mikroba (S. cerevisiae). Endapan
dicuci dengan aquades 10 ml, divortex untuk menghomogenkan dan disentrifuge
kembali 5 – 10 menit untuk memisahkan antara aquades dengan mikroba (S. cerevisiae). Setelah itu, dicuci
kembali dengan aquades 10 ml, divortex untuk menghomogenkan. Lalu diencerkan ke
5 ml dan diukur absorbansinya dengan panjang gelombang 600 nm.
5.1.4 Pengenceran
Produk fermentasi (tempe, tauco, tape ketan, tape
singkong, kecap dan terasi) masing-masing diambil 1 gram dan dimasukkan ke
dalam tabung reaksi yang berisi aquades 9 ml dengan konsentrasi 10-1.
Kemudian diambil 0,1 ml dan dimasukkan ke tabung reaksi yang berisi aquades 9,9
ml sehingga konsentrasinya menjadi 10-3. Dilakukan proses
pengenceran yang sama sampai mencapai konsentrasi 10-9. Pada setiap
seri pengenceran digunakan pipet yang berbeda agar tidak terkontaminasi atau
tetap steril dan pengencerannya akurat. Pada konsentrasi 10-5
diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam 4 cawan petri steril (2 cawan untuk PDA
dan 2 cawan untuk OMEA) sehingga konsentrasinya menjadi 10-6, pada
konsentrasi 10-7 diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam 6 cawan petri
steril (2 cawan untuk PDA, 2 cawan untuk OMEA dan 2 cawan untuk PCA) sehingga
konsentrasinya tetap menjadi 10-7. Selain itu, diambil juga 0, ml
dan dimasukkan ke dalam 6 cawan petri steril (2 cawan untuk PDA, 2 cawan untuk
OMEA dan 2 cawan untuk PCA) sehingga konsentrasinya menjadi 10-8.
Pada konsentrasi 10-9 diambil 0,1 ml dan dimasukkan ke dalam cawan
petri steril untuk NA-Ca sehingga konsentrasinya menjadi 10-10.
Selain itu, diambil juga 1 ml dan dimasukkan ke dalam 3 cawan petri steril (1
cawan untuk NA-Ca dan 2 cawan untuk PCA) sehingga konsentrasinya tetap. Hal ini
dilakukan untuk pembuatan agar tuang. Semua perlakuan dilakukan dengan
didekatkan ke bunsen untuk menjaga kondisi tetap aseptis agar tidak
terkontaminasi oleh mikroba lain yang tidak dikehendaki.
5.2 Analisis Data
5.2.1 Pengukuran Absorbansi untuk Kurva Standar
Pada pembuatan kurva standar menggunakan tujuh macm volume
cuplikan yang dijadikan sebagai titik bantu yaitu 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, 5 ml,
6 ml dan 7 ml. Berdasarkan penimbangan massa sel didapatkan hasil 1 mg/ml.
Sehingga diperoleh konsentrasi dari masing-masing tabung. Konsentrasi ini
diperoleh dengan cara mengalikan jumlah volume cuplikan dengan massa sel/10 ml.
Dari hasil pengukuran nilai absorbansi menggunakan spektrofotomer, diperoleh
nilai masing-masing konsentrasi secara berurutan yaitu 0,151; 0,282; 0,402;
0,486; 0,659; 0,694 dan 0,704. Dari kurva standar diperoleh persamaan regresi
yaitu y = 1,265x + 0,025 dan nilai R2 sebesar 0,9998. Nilai R2 tersebut
dapat dikatakan akurat karena mendekati 1. Persamaan tersebut diperoleh dengan
penghilangan 3 titik bantu yaitu pada konsentrasi 0,4; 0,6 dan 0,7 mg/ml. Hal
ini mungkin dikarenakan volume pemipetan yang sudah tepat.
Pada pengukuran nilai
absorbansi media MEB pada sampel 1 sampai 6, diperoleh nilai secara berurutan
adalah 0,5905; 0,571; 0,405; 0,5665; 0,530 dan 0,530. Berdasarkan nilai
tersebut, nilai R2 masuk range pada kurva standar. Dari perhitungan
konsentrasi (x) pada persamaan yang terdapat pada kurva standar diperoleh nilai
masing-masing secara berurutan adalah 0,447036; 0,431621; 0,300395; 0,428063;
0,399209; dan 0,399208 mg/ml, dengan jumlah sel 22,35178; 21,58103; 15,01976;
21,40316; 19,96047 dan 19,96047 mg dan
konsentrasi sel pada cairan fermentasi MEB adalah 2,2; 2,2; 1,5; 2,1; 1,9 dan
1,9 mg/ml.
5.2.2 Perhitungan Jumlah Mikroba
Pada perhitungan jumlah mikroba setiap
kelompok menggunakan produk fermentasi yang berbeda yaitu kelompok satu
menggunakan sampel tape singkong, kelompok dua menggunakan sampel tempe,
kelompok tiga menggunakan sampel tauco, kelompok empat menggunakan sampel
terasi, kelompok lima menggunakan sampel tape ketan dan kelompok enam
menggunakan sampel kecap. Pada praktikum ini media yang digunakan adalah PDA
untuk menumbuhkan kapang, OMEA untuk menumbuhkan khamir, PCA untuk menumbuhkan
semua jenis mikroba, dan NA-Ca untuk menumbuhkan bakteri pembentuk asam. Pada
perhitungan jumlah mikroba, diprioritaskan mikroba dengan jumlah 30-300 koloni.
Apabila kurang dari 30 koloni maka menggunakan pengenceran terendah sedangkan
jika koloni lebih dari 300 maka dilakukan perhitungan menggunakan pengenceran
tertinggi.
Pada kelompok satu
dengan sampel tape singkong, setelah dilakukan pengamatan dan perhitungan
diperoleh jumlah kapang pada media PDA adalah sebesar 1,5 x 106,
pada media PCA terdapat jumlah mikroba sebesar 8 x 108, pada media
OMEA terdapat khamir sejumlah 3,9 x 107 dan pada media NA-Ca tidak
ditumbuhi oleh bakteri. Mikroba yang paling banyak tumbuh adalah pada media PCA
karena media ini digunakan untuk menumbuhkan semua jenis mikroba sehingga semua
mikroba dapat tumbuh pada media ini. akan tetapi jika jumlah bakterinya lebih
banyak maka hal ini menunjukkan adanya penyimpangan. Penyimpangan dapat terjadi
karena adanya kontaminasi sehingga perlu dilakukan ketelitian dan selalu
menggunakan teknis aseptis saat praktikum. Pada media OMEA dapat diketahui
bahwa jumlah mikrobanya lebih banyak daripada media PDA. Hasil tersebut sesuai
dengan literatur bahwa pada tape singkong yang dominan tumbuh adalah khamir
dengan spesies Saccharomyces cereviceae.
Namun dari data yang diperoleh menunjukan adanya penyimpangan karena pada media
NA-Ca tidak ditumbuhi bakteri pembentuk asam. Menurut literatur pada sampel
tape singkong seharusnya terdapat bakteri pembentuk asam yaitu Pediococcus karena sifat tape sendiri
yang terdapat rasa asam. Hal ini kemungkinan karena perlakuan yang terlalu
dekat dengan bunsen saat pemipetan sehingga pipet menjadi terlalu panas yang
menyebabkan mikroba mati sebelum ditumbuhkan. Selain itu mungkin juga
disebabkan karena tingkat pengenceran yang terlalu tinggi.
Pada kelompok dua dengan sampel tempe,
jumlah mikroba pada media PDA sebesar sebesar 4,5 x 106, pada media
PCA terdapat jumlah mikroba sebesar 1,42 x 1010, pada media OMEA
terdapat khamir sejumlah 1,4 x 107 dan pada media NA-Ca tidak
ditumbuhi oleh bakteri pembentuk asam. Mikroba yang paling banyak tumbuh adalah
pada media PCA karena pada media ini dihitung semua jenis mikroba yang tumbuh.
Namun apabila jumlah bakterinya lebih banyak, hal ini menunjukkan adanya
penyimpangan yang mungkin terjadi karena adanya kontaminasi saat perlakuan.
Dari data yang diperoleh dapat diketahui bahwa pada media OMEA jumlah
mikrobanya lebih banyak daripada media PDA. Hal ini menunjukkan adanya
penyimpangan, karena pada tape singkong yang dominan tumbuh seharusnya adalah
kapang dengan spesies Rhizopus sp.
Hal ini dapat terjadi karena adanya kontaminasi saat perlakukan pemipetan.
Sedangkan pada media NA-Ca tidak ditumbuhi oleh bakteri pembentuk asam. Hal ini
terjadi karena pada tempe tidak terdapat bakteri pembentuk asam.
Pada kelompok tiga
dengan sampel tauco, jumlah mikroba pada media PDA adalah sebesar 2,5 x 106,
pada media PCA terdapat jumlah mikroba sebesar 2,3 x 108, pada media
OMEA terdapat khamir sejumlah 1,5 x 107 dan pada media NA-Ca tidak
ditumbuhi oleh bakteri. Mikroba yang paling banyak tumbuh adalah pada media PCA
karena pada media ini dihitung semua jenis mikroba yang tumbuh. Namun apabila
jumlah bakterinya lebih banyak, hal ini menunjukkan adanya penyimpangan.
Penyimpangan kemungkinan terjadi karena adanya kontaminasi saat perlakuan.
Sedangkan jumlah mikroba pada media PDA lebih banyak daripada media OMEA. Hal
ini sesuai dengan literatur bahwa pada tauco mikroba yang dominan tumbuh adalah
kapang karena mempunyai pengaruh besar terhadap proses fermentasi dengan
spesies Aspergillus dan Rhizopus. Namun dapat diketahui adanya
penyimpangan penyimpangan karena pada media NA-Ca tidak ditumbuhi bakteri
pembentuk asam. Seharusnya pada sampel tauco terdapat bakteri pembentuk asam,
karena ada bakteri asam yang berperan dalam fermentasi tauco. Hal ini
kemungkinan terjadi karena perlakuan yang terlalu dekat dengan bunsen saat
pemipetan sehingga pipet menjadi terlalu panas yang menyebabkan mikroba mati
sebelum ditumbuhkan. Selain itu mungkin juga disebabkan karena tingkat
pengenceran yang terlalu tinggi.
Pada kelompok empat
dengan sampel terasi, jumlah kapang pada media PDA adalah sebesar 1,5 x 106,
pada media PCA sebesar 8 x 108, pada media OMEA 3,9 x 107
dan pada media NA-Ca tidak ditumbuhi oleh bakteri. Mikroba yang paling banyak
tumbuh adalah pada media NA-Ca. Hal ini sesuai dengan literatur karena mikroba
yang paling berperan (dominan) dalam fermentasi terasi adalah bakteri asam
laktat ataupun bakteri asam asetat. Selain bakteri asam, pada fermentasi terasi
kapang dan khamir juga berperan, akan tetapi pada praktikum ini tidak ada
khamir yang tumbuh namun kapang masih tumbuh. Hal ini kemungkinan terjadi
karena perlakuan yang terlalu aseptis sehingga pipet menjadi terlalu panas yang
menyebabkan mikroba mati sebelum ditumbuhkan.
Pada kelompok lima dengan sampel tape
ketan, dapat diketahui bahwa pada media PDA tidak ada kapang yang tumbuh, pada
media PCA terdapat jumlah mikroba sebesar 9 x 107, pada media OMEA
terdapat khamir sejumlah 3,5 x 107 dan pada media NA-Ca tidak
ditumbuhi oleh bakteri. Mikroba yang paling banyak tumbuh adalah pada media PCA
semua mikroba dapat tumbuh sehingga sangat dimungkinkan jumlahnya paling banyak.
Namun jika jumlah bakterinya lebih banyak, hal ini menunjukkan adanya
penyimpangan yang mungkin terjadi karena adanya kontaminasi saat perlakuan.
Namun diketahui bahwa tidak ada kapang yang tumbuh. Hal ini kemungkinan terjadi
karena perlakuan yang terlalu dekat dengan bunsen saat pemipetan sehingga pipet
menjadi terlalu panas yang menyebabkan mikroba mati sebelum ditumbuhkan.
Menurut literatur seharusnya pada produk tape ketan terdapat kapang yang
berperan selama fermentasi yaitu menghidrolisis pati menjadi gula. Penyimpangan
juga terjadi pada media NA-Ca karena tidak ada bakteri pembentuk asam yang
tumbuh. Menurut literatur seharusnya pada sampel tape ketan terdapat bakteri
pembentuk asam, karena sifat tape sendiri yang memiliki rasa asam. Tidak adanya
bakteri asam yang tumbuh kemungkinan terjadi karena perlakuan yang terlalu aseptis
sehingga pipet menjadi terlalu panas yang menyebabkan mikroba mati sebelum
ditumbuhkan.
Pada kelompok enam dengan sampel kecap,
didapatkan jumlah kapang pada media PDA adalah sebesar 4,5 x 106,
pada media PCA terdapat jumlah mikroba sebesar 1,54 x 109, dan pada
media OMEA dan NA-Ca tidak ditumbuhi miroba. Pada produk kecap, mikroba yang
berperan selama fermentasi adalah kapang, bakteri asam laktat dan khamir. Namun
yang paling tinggi jumlahnya adalah pada media PCA, dengan jumlah yang dominan
adalah bakteri. Hal ini menunjukkan terjadinya penyimpangan karena adanya
kontaminasi. Selain itu juga terjadi penyimpangan karena pada media OMEA dan
NA-Ca tidak ditumbuhi bakteri pembentuk asam. Menurut
literatur pada sampel kecap diperkirakan terdapat bakteri asam laktat seperti Leuconostoc mesenteroides, Pediococcus cerevisiae, dan Lacobacillus plantarum. Tidak tumbuhnya
bakteri ini kemungkinan terjadi karena perlakuan yang terlalu aseptis sehingga
pipet menjadi terlalu panas yang menyebabkan mikroba mati sebelum ditumbuhkan.
BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
a) Tujuh
volume cuplikan pada pembuatan kurva standar digunakan sebagai titik bantu.
b) Pada
pembuatan kurva standar diperoleh persamaan regresi yaitu y = 1,265x + 0,025 dan
nilai R2 sebesar 0,9998.
c) Perbedaan
konsentrasi MEB yang dihasilkan tidak signifikan, nilai konsentrasi tertinggi
adalah pada kelompok 1 dan 2 yaitu 2,2 mg/ml sedangkan nilai konsentrasi
terendah yaitu pada kelompok 3 yaitu 1,5 mg/ml.
d) Nilai
konsentrasi MEB pada kelompok 3 yang paling menyimpang, hal ini dimungkinkan
karena pencucian yang kurang bersih.
e) Mikroba
yang tidak tumbuh/mati kemungkinan karena perlakuan yang terlalu aseptis
sehingga pipet yang digunaka terlalu panas.
6.2 Saran
a) Sebaiknya
praktikum dilakukan 2 shift agar hasilnya
lebih maksimal.
b) Selama
praktikum berlangsung, sebaiknya para praktikan lebih menjaga ketenangan agar
tidak terjadi kontaminasi.
c) Terima
kasih kepada asisten yang telah membantu jalannya praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
[BSN] Badan
Standarisasi Nasional Indonesia.2009. SNI
3144-2009 tentang Tempe Kedelai. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional
Indonesia.
Afrianto, E
dan E. Liviawaty, 2005. Pengawetan dan
Pengolahan Ikan. Kanisius. Yogyakarta.Hadiwiyoto, S,
1983. Hasil-Hasil olahan Susu, Ikan, Daging dan Telur. Yokyakarta: Liberty.
Afriyanto Eddy. 2005. Pakan Ikan dan
Perkembangannya. Jakarta : Penerbit Kanisius (halaman : 140)
Alimuddin,
Ali. 2008. Mikrobiologi Dasar I. Makassar : FMIPA UNM.
Asaihl. 1985. Food Technology and Nutrition.
Yogyakarta: UGM-Press.
Astawan.
2004. Teknologi Pengolahan Pangan
Nabati Tepat Guna. Jakarta: Akademi Presindo.
Buckle,
K.A., Edwards, G.H. Fleet, dan H. Wooton. 1985. Ilmu Pangan (Terjemahan). Jakarta: Universitas Indonesia.
Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar
Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan.
Dwidjoseputro, D. 1998. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Malang :
Djambatan.
Eskin dalam
Tensiska et al. 2007. Aplikasi Ekstrak Pigmen dari Buah Arben (Rubus idaeus
(Linn.)) Pada Minuman Ringan dan Kestabilannya Selama Penyimpanan. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/05/aplikasi_ekstrak_pigmen.pdf. (Diakses tanggal 10 Desember 2013).
Fardiaz S.
1993. Mikrobiologi Pangan. Penuntun
Praktek-Praktek Laboratorium. Bogor : Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi
Institut Pertanian Bogor.
Fardiaz,
Srikandi. 1989. Mikrobiologi Pangan I.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Fardiaz,
Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan I.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Hadietomo, Ratna. 1990. Mikrobiologi Dalam Praktek. Jakarta :
PT. Gramedia.
Harmita. 2006. Buku Ajar Analisis Hayati Edisi
Ketiga. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC (halaman : 125)
Hidayat, N., M. C. Padaga dan S.
Suhartini. 2006. Mikrobiologi Industri.
Yogyakarta : Andi.
Hoog, J.L., Schwartz C., Noon A. T.,
O’toole E. T., Mastronarde DN, McIntosh JR, Antony C. 2007. Organization Of Interphase Microtubules In
Fission Yeast Analyzed By Electron Tomography. Dev Cell. 12(3): 349-61
Kasmidjo,
R.B. 1990. Tempe : Mikrobiologi dan
Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi.
UGM.
Muchtadi,
D. 1989. Petunjuk Laboratorium Evaluasi
Nilai Gizi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Natrsir. 2003. Mikrobiologi
Farmasi Dasar. Makassar: Universitas Hasanudin.
Nunomura, N.
dan Sasaki, M. 1992. Japanese soy sauce.
Di dalam : Reddy, N. R., Pierson, M. D. dan Salunkhe, D. K. (eds). Florida:
Legume-based Fermented Foods. CRC Press, Inc.,
Pelczar, M.
J., dan Chan, E. S. 1988. Dasar-Dasar
Mikrobiologi. Jakarta : UI Press.
Pelczar,
M.J dan E.C.S Chan. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : UI Press.
Pelezar. 1989. Dasar-Dasar
Mikrobiologi Jilid II. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Rusmin, S
and S. D. Ko. 1974. Rice-Grown Rhizopus oligosporus Inoculum for
Tempeh Fermentation.
Appl.Microbiol, 28(3): 347-350
Samsudin, A. M. dan Khoiruddin.
2009. Ekstraksi, Filtrasi dan Uji
Stabilitas Zat Warna dari Kulit Manggis. Semarang: Jurnal Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro.
Soemartono.
1980. Bercocok Tanam Padi. Yasaguna. Jakarta) dalam Hanum, Tirza. 2000.
Ekstraksi dan Stabilitas Zat Pewarna dari Katul Beras Ketan Hitam. Buletin
Teknologi dan Industri Pangan, Vol.XI, No.1,Tahun 2000. (Diakses tanggal 10
Desember 2013).
Suliantari dan Winiati P.R. 1989. Teknologi Fermentasi Umbi-umbian dan
Biji-bijian. Bogor: PAU Pangan dan Gizi-IPB.
Suparno dan J.T
Martini. 1992. Terasi Bubuk. Kumpulan-kumpulan hasil-hasil Penelitian Pasca Panen Perikanan. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian dan Perikanan.
Suprapti., M.L, 2002. Membuat Terasi. Yogyakarta: Kanisius.
Suriawiria,
U. 2005. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Papas Sinar Sinanti.
Waluyo, Lud.
2007. Mikrobiologi Umum. Makassar : UMM Press
Winarno.F.g,
1986. Air untuk Industri Pangan. Jakarta:
Gramedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar