ANALISA
MUTU PANGAN DAN HASIL PERTANIAN
NAMA : NURUS ZAHRO
NIM : 121710101044
KELAS : THP-A
KELOMPOK/SHIFT : 1 (Satu)/1
TGL LAPORAN : 25 Oktober 2013
FAKULTAS
TEKNOLOGI PERTANIAN
JURUSAN
TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
UNIVERSITAS
JEMBER
2013
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Protein merupakan suatu zat makanan
yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan
bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein
adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang
tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung pula
fosfor, belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti
besi dan tembaga (Winarno, 1990).
Protein digunakan sebagai bahan
bakar apabila keperluan enegi dalam tubuh tidak terpenuhi oleh karbohidrat dan
lemak. Protein ikut pula mengatur berbagai proses tubuh, baik langsung maupun
tidak langsung dengan membentuk zat-zat pengatur proses dalam tubuh. Protein
mengatur keseimbangan cairan dalam jaringan dan pembuluh darah. Sifat amfoter
protein yang dapat bereaksi dengan asam dan basa dapat mengatur keseimbangan
asam-basa dalam tubuh (Winarno, 1990).
Kadar protein yang terkandung dalam
setiap bahan berbeda-beda. Karena itu, pengukuran kadar protein suatu bahan
sangat diperlukan. Secara umum analisa protein dapat dilakukan dengan berbagai
metode, yaitu metode Kjeldahl, metode
Biuret, dan metode Lowry Pada praktikum kali ini analisa protein dilakukan
dengan metode Lowry.
1.2
Tujuan
- Untuk mengetahui cara analisis kadar protein metode Lowry pada bahan pangan dan hasil pertanian
- Untuk menetapkan kadar protein dengan metode Lowry.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Protein
Protein
adalah zat makanan yang paling kompleks. Protein terdiri dari karbon, hydrogen,
oksigen, nitrogen, dan sulfur, dan biasanya fosfor. Protein sering disebut
sebagai zat makanan bernitrogen
karena protein merupakan satu-satunya zat makanan yang mengandung unsur
nitrogen. Protein esensial untuk pembangunan protoplasma hidup karena terdiri
dari unsure karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur. Protein terkandung
dalam makanan nabati dan hewani, tetapi protein hewani paling bernilai untuk
tubuh manusia sebagai materi pembangun karena komposisinya sama dengan protein
manusia. Di lain pihak protein nabati lebih murah. Protein ini lebih bermanfaat
sebagai bahan bakar tubuh daripada sebagai pembangun tubuh, tetapi menyediakan
asam amino lebih murah yang dibutuhkan tubuh untuk membangun jaringan (Watson,
2002).
Semua
protein dibuat dari substansi lebih sederhana, yang disebut asam amino.
Terdapat kira-kira 20 asam amino, tetapi masing-masing protein mengandung hanya
beberapa asam amino tersebut. Asam amino seperti huruf yang dapat membentuk
kata.Setiap kata merupakan kombinasi huruf yang berbeda-beda. Protein dalam
bahan makanan yang berbeda mengandung kombinasi asam amino yang berbeda.Sepuluh
asam amino esensial ditemukan dalam protein manusia. Asam amino tersebut
merupakan asam amino yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh. Protein yang
mengandung ke- 10 asam amino tersebut disebut protein lengkap, misalnya
albumin, myosin, dan kasein. Protein yang tidak mengandung ke-10 asam amino itu
disebut protein tidak lengkap, misalnya gelatin yang terkandung dalam semua
jaringan fibrosa dan diekstraksi dari tulang dan kaki anak sapi dalam pembuatan
sup dan agar-agar. Protein hewani seperti telur, susu, dan daging tidak hanya
mengandung semua asam amino yang dibutuhkan tubuh, tetapi juga semua asam amino
dalam proporsi yang baik, yang disebut protein kelas pertama dan
merupakan materi pembangun paling baik untuk jaringan tubuh. Protein nabati,
seperti ketan dan polong-polongan, mengandung hanya sejumlah kecil asam amino,
yakni satu atau asam amino dari sepuluh yang esensial untuk tubuh, dan dengan
demikian disebut protein kelas kedua, karena asam amino tersebut bukan
merupakan zat pembangun yang baik (Watson, 2002).
2.2 Penjelasan Bahan Baku
2.2.1 Susu
Menurut Winarno (1993), susu
adalah cairan berwarna putih yang disekresi oleh kelenjar mammae (ambing) pada
binatang mamalia betina, untuk bahan makanan dan sumber gizi bagi anaknya.
Sebagian besar susu yang dikonsumsi manusia berasal dari sapi. Susu tersebut
diproduksi dari unsure darah pada kelenjar susu sapi. Sedangkan menurut Buckle
(1985), susu didefinisikan sebagai sekresi dari kelenjar susu binatang yang
menyusui anaknya.
Untuk keperluan komersial,
sumber susu yang paling umum digunakan adalah sapi. Namun ada juga yang
menggunakan ternak lain seperti domba, kambing, dan kerbau. Alat penghasil susu
pada sapi biasanya disebut ambing. Ambing terdiri dari 4 kelenjar yang
berlainan yang dikenal sebagai perempatan (quarter). Masing – masing perempatan
dilengkapi dengan satu saluran ke bagaian luar yang disebut putting. Saluran
ini berhubungan dengan saluran yang sebenarnya menyimpan susu. Klelenjar
tersebut terdiri dai banyak saluran cabang yang lebih kecil yang berakhir pada
suatu pelebaran yang disebut alveoli, di alveoli itu susu dihasilkan (Buckle,
1985).
Sebagian besar zat gizi esensial ada dalam susu,
diantaranya yaitu protein, kalsium, fosfor, vitamin A, dan tiamin (vitamin B1).
Susu merupakan sumber kalsium paling baik, karena di samping kadar kalsium yang
tinggi, laktosa di dalam susu membantu absorpsi susu di dalam saluran cerna
(Almatsier, 2002). Komposisi susu sangat beragam, bergantung pada beberapa
factor antara lain bangsa sapi, tingkat laktasi, pakan, interval pemerahan,
suhu dan umur sapi. Umumnya susu mengandung air 87,1%, lemak 3,9%, protein
3,4%, laktosa 4,8%, abu 0,72% dan beberapa vitamin yang larut dalam lemak susu,
yaitu vitamin A, D, E dan K.
Menurut Winarno (1993), Kandungan air di
dalam susu tinggi sekali yaitu sekitar 87,5%. Meskipun kandungan gulanya juga
cukup tinggi yaitu 5%, tetapi rasanya tidak manis. Daya kemanisan hanya
seperlima kemanisan gula pasir (sukrosa). Kandungan laktosa bersama dengan
garam bertanggung jawab erhadap rasa susu yang spesifik.
Karbohidrat utama yang terdapat di dalam susu adalah
laktosa. Laktosa adalah disakarida yang terdiri dari glukosa dan
galaktosa.Enzim lactase bertugas memecah laktosa menjadi gula – gula sederhana
yaitu glukosa galaktosa. Pada usia bayi tubuh kita menghasilkan enzim lactase
dalam jumlah cukup sehingga susu dapat dicerna dengan baik. Namun seiring
dengan bertambahnya usia,keberadaan enzim lactase semakin menurun sehingga
sebagian dari kita akan menderita diare bila mengonsumsi susu (Khomsan, 2004).
Kandungan Zat
Gizi
|
Komposisi
|
Energi
(kkal)
Protein
(g)
Lemak
(g)
Karbohidrat
(g)
Kalsium
(mg)
Fosfor
(mg)
Besi
(mg)
Vitamin
A (µg)
Vitamin
B1 (mg)
Vitamin
C (mg)
Air
(g)
|
61
3.2
3.5
4.3
143
60
1.7
39
0.03
1
88.3
|
Sumber:
Daftar Komposisi Bahan Makanan (Depkes RI, 2005)
Selain Selain zat – zat gizi tersebut di
atas, pada susu sapi juga terkandung unsure gizi yang mampu menjaga kestabilan
kualitas dan berat tubuh manusia. Hal ini disebabkan karena di dalam susu
terdapat tiga kandungan gizi dan asm lemak susu yang cucup penting untuk tubuh
manusia, yakni asam butirat, asam linoleat terkonjugasi (ALT), dan fosfolipid
mampu menhindarkan tumor, menurunkan resiko kanker, hipertensi dan diabetes.
Dua asam lemak susu tersebut juga mampu mengontrol lemak dan perkembangan berat
badan. Dengan demikian jumlah lemak yang masuk ke dalam tubuh akan tersaring
oleh ALT dengan sendirinya (Siswono, 2005).
2.2.2 Tempe
Tempe adalah salah satu produk pangan di Indonesia
yang proses pembuatannya dengan cara memfermentasi kacang kedelai atau
kacang-kacangan lainnya oleh kapang Rhizopus oligosporus. Tempe merupakan
sumber protein nabati yang mempunyai nilai gizi yang tinggi daripada bahan
dasarnya. Tempe dibuat dengan cara fermentasi, yaitu dengan menumbuhkan kapang
Rhizopus oryzae pada kedelai matang yang telah dilepaskan kulitnya. Inkubasi /
fermentasi dilakukan pada suhu 25˚-37˚C selama 36-48 jam. Selama inkubasi
terjadi proses fermentasi yang menyebabkan perubahan komponen-komponen dalam
biji kedelai. Persyaratan tempat yang dipergunakan untuk inkubasi kedelai
adalah kelembaban, kebutuhan oksigen dan suhu yang sesuai dengan pertumbuhan
jamur (Hidayat, dkk. 2006).
Tempe mempunyai nilai gizi yang tinggi. Tempe dapat
diperhitungkan sebagai sumber makanan yang baik gizinya karena memiliki
kandungan protein, karbohidrat, asam lemak esensial, vitamin, dan mineral. Gizi
utama yang hendak diambil dari tempe adalah proteinnya karena besarnya
kandungan asam amino (Muhajirin, 2007). Kadar protein dalam tempe 18,3 gram per
100 gram. Tempe juga mengandung beberapa asam amino yang dibutuhkan tubuh
manusia. Secara umum komposisi zat gizi kedelai
kuning kering dan tempe dapat dilihat pada tabel berikut:
Komponen Kimia
|
Komposisi
|
Kalori
(kal)
Protein
(g)
Lemak (g)
Hidrat
arang (g)
Kalsium
(mg)
Besi (mg)
Vitamin B1
(mg)
Air (g)
|
149
18,3
4,0
12,7
129
10
0,17
64
|
Sumber: (Santoso,
1993)
2.2.3
Daging Ayam
Daging ayam merupakan salah satu bahan makanan utama
mayoritas masyarakat Indonesia. Hal ini disebabkan oleh karena harga daging
ayam dapat dijangkau oleh masyarakat luas. Daging ayam mengandung protein yang
tinggi serta berlemak rendah. Murtidjo (2003) memaparkan bahwa daging ayam juga
memiliki tekstur yang lebih halus dan lebih lunak jika dibandingkan dengan
daging sapi dan ternak lain sehingga lebih mudah dicerna.Namun, sebelum mendapatkan
mutu daging ayam yang baik dan layak untuk dimakan oleh masyarakat, perlu
diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi mutu daging ayam tersebut.
Beberapa faktor yang berpengaruh dalam budidaya ayam pedaging komersil
diantaranya pengelolaan pemeliharaan, pemberian pakan, pencegahan dan
penanggulangan terhadap penyakit, pengangkutan, pemotongan, dan faktor-faktor
lain. Nilai gizi serta komposisi asam amino pada daging ayam dapat dilihat pada
tabel berikut:
Komposisi
|
Jumlah
|
Protein
(g)
Lemak (g)
Kalsium
(mg)
Fosfor
(mg)
Besi (mg)
Vitamin
B1(mg)
Air (g)
Kalori (kkal)
|
18,20
25,00
14,00
200,00
1,50
0,08
55,90
302,00
|
Sumber : Direktorat
Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1972)
2.2.4 Kuning Telur
Telur kuning sekitar setengahnya mengandung uap basah (moisture) &
setengahnya adalah kuning padat (yolk solid). Semakin bertambah umurnya telur,
kuning telur akan mengambil uap basah dari putih telur yang mengakibatkan
kuning telur semakin menipis dan menjadi rata ketika telur dipecahkan ke
permukaan yang rata (berpengaruh kepada grade dari telur itu sendiri).
Selengkapnya akan dibahas di bagian grade telur. Persentase kuning telur
sekitar 30%-32% dari berat telur. Kuning telur terdiri atas membran kuning
telur (vitellin) dan kuning telur sendiri. Kuning telur merupakan makanan dan
sumber lemak bagi perkembangan embrio. Komposisi kuning telur adalah air 50%,
lemak 32%-36%, protein 16% dan glukosa 1%-2%. Asam lemak yang banyak terdapat
pada kuning telur adalah linoleat, oleat dan stearat. Telur konsumsi diproduksi
oleh ayam betina tanpa adanya ayam jantan (Bell dan Weaver, 2002). Warna kuning
telur dipengaruhi oleh pakan. Apabila pakan mengandung lebih banyak karoten,
yaitu santofil, maka warna kuning telur semakin berwarna jingga kemerahan
(Yamamoto et al., 1997).
2.3 Macam-Macam Penyebab Kerusakan
Protein
2.3.1
Koagulasi
Protein
Koagulasi merupakan proses lanjutan yang terjadi ketika molekul protein
yang didenaturasi membentuk suatu massa yang solid. Cairan telur (sol) diubah
menjadi padat atau setengah padat (gel) dengan proses air yang keluar dari
struktur membentuk spiral-spiral yang membuka dan melekat satu sama lain.
Koagulasi ini terjadi selama rentang waktu temperatur yang lama dan dipengaruhi
oleh faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya seperti panas, pengocokan,
pH, dan juga menggunakan gula dan garam. Hasil dari proses koagulasi protein
biasanya mampu membentuk karakteristik yang diinginkan. Yaitu mengental yang
mungkin terjadi pada proses selanjutnya setelah denaturasi dan koagulasi.
Kekentalan hasil campuran telur mempengaruhi keinginan untuk menyusut atau
menjadi lebih kuat. (Vickie, 2008)
2.3.2 Denaturasi
Protein
Menurut Winarno (2002),
denaturasi diartikan suatu proses terpecahnya ikatan Hidrogen, interaksi
hidrofobik, ikatan garam, dan terbukanya lipatan atau win molekul. Ada dua
macam denaturasi, yaitu pengembangan rantai peptida dan pemecahan protein
menjadi unit yang lebih kecil tanpa disertai pengembangan molekul ikatan.
Ikatan yang dipengaruhi oleh proses denaturasi adalah :
a. Ikatan
Hidrogen
b. Ikatan
hidrofobik
c. Ikatan
ionik
d. Ikatan
intramolekuler.
Denaturasi
protein adalah modifikasi konformasi struktur, tersier dan kuartener.
Denaturasi struktur merupakan fenomena dimana terbentuk konformasi batu dari
struktur yang telah ada. Denaturasi protein mengakibatkan turunnya kelarutan,
hilangnya aktivias biologi, peningkatan viskositas dan protein mudah diserang
oleh enzim proteolitik (Oktavia, 2007).
2.4
Macam-Macam
Analisa Protein
2.4.1 Metode Lowry
Metode Lowry merupakan pengembangan dari metode Biuret. Dalam metode ini
terlibat 2 reaksi. Awalnya, kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk sebagaimana
metode biuret, yang dalam suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I).
Ion Cu+ kemudian akan mereduksi reagen Folin-Ciocalteu,
kompleks phosphomolibdat-phosphotungstat, menghasilkan heteropoly-molybdenum blue akibat reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai samping
asam amino) terkatalis Cu, yang memberikan warna biru intensif yang dapat
dideteksi secara kolorimetri. Kekuatan warna biru terutama bergantung pada
kandungan residu tryptophan dan tyrosine-nya.
Keuntungan metode Lowry adalah lebih sensitif (100 kali) daripada metode Biuret
sehingga memerlukan sampel protein yang lebih sedikit. Batas deteksinya
berkisar pada konsentrasi 0.01 mg/mL. Namun metode Lowry lebih banyak
interferensinya akibat kesensitifannya (Lowry, dkk, 1951).
Beberapa zat yang bisa mengganggu
penetapan kadar protein dengan metode Lowry ini, diantaranya buffer, asam
nuklet, gula atau karbohidrat, deterjen, gliserol, Tricine, EDTA, Tris,
senyawa-senyawa kalium, sulfhidril, disulfida, fenolat, asam urat, guanin, xanthine, magnesium, dan kalsium.
Interferensi agen-agen ini dapat diminimalkan dengan menghilangkan interferensi
tersebut. Oleh karena itu dianjurkan untuk menggunakan blanko untuk mengkoreksi
absorbansi. Interferensi yang disebabkan oleh deterjen, sukrosa dan EDTA dapat
dieliminasi dengan penambahan SDS atau melakukan preparasi sampel dengan
pengendapan protein (Lowry dkk 1951).
Metode Lowry-Folin hanya dapat mengukur molekul
peptida pendek dan tidak dapat mengukur molekul peptida panjang. Prinsip kerja
metode Lowry adalah reduksi Cu2+ (reagen Lowry B) menjadi Cu+ oleh tirosin,
triptofan, dan sistein yang terdapat dalam protein. Ion Cu+ bersama dengan
fosfotungstat dan fosfomolibdat (reagen Lowry E) membentuk warna biru, sehingga
dapat menyerap cahaya (Lowry dkk 1951).
2.4.2 Spektrofotometri
Spektrofotometri
merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada pengukuran serapan sinar
monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombamg spesifik
dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor fototube
(Yoky, 2009).
Spektrofotometer adalah alat untuk
mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang
gelombang. Sedangkan pengukuran menggunakan spektrofotometer ini, metoda yang
digunakan sering disebut dengan spektrofotometri. Spektrofotometer dapat
mengukur serapan di daerah tampak, UV (200-380 nm) maupun IR (> 750 nm) dan
menggunakan sumber sinar yang berbeda pada masing-masing daerah (sinar tampak,
UV, IR). Monokromator
pada spektrofotometer menggunakan kisi atau prisma yang daya resolusinya lebih
baik sedangkan detektornya menggunakan tabung penggandaan foton atau
fototube (Yoky, 2009).
Komponen utama dari
spektrofotometer, yaitu sumber cahaya, pengatur Intensitas, monokromator,
kuvet, detektor, penguat (amplifier), dan indikator. Spektrofotometri
dapat dianggap sebagai perluasan suatu pemeriksaan visual dengan studi yang
lebih mendalam dari absorbsi energi. Absorbsi radiasi oleh suatu sampel diukur
pada berbagai panjang gelombangdan dialirkan oleh suatu perkam untuk
menghasilkan spektrum tertentu yang khas untuk komponen yang berbeda (Yoky,
2009).
2.4.3 Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl merupakan salah satu dari uji
kadar protein yang memiliki tingkat kepercayaan lebih tinggi dalam menentukan
kandungan nirogen (N) dalam susu. Kelebihan metode ini adalah sederhana,
akurat, dan universal juga mempunyai kebolehulangan (Reproducibility) yang cukup baik, akan tetapi metode ini bukannya
tidak memiliki kekurangan. Kekurangan metode ini adalah memakan waktu lama (Time Consuming), membutuhkan biaya besar
dan ketermpilan tekhnis tinggi (Juiati dan Sumardi, 1981)
2.4.4 Metode Titrasi
Formol
Metode
Titrasi Formol merupakan cara lain dalam menentukan kadar protein. Metode ini
secara ekonomis murah, cep, dan idak memerlukan keahlian khusus, walaupun
metode ini kurang praktis dalam penentuan kandungan protein secara absolut
akibat dari keseimbangan nitrogen (N) yang berbeda (Davide, 1977).
Tahap Titrasi Banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia
dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam klorida 0,1 N % N = 𝑚𝐿
𝐻𝐶𝑙
( 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙−𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜
)𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡
𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
(𝑔)𝑥
1000 x N HCl x 14,008 x 100 % Setelah diperoleh % N selanjutnya dihitung kadar
proteinnya dengan mengalikan suatu faktor : % P = % N x faktor konversi (
Slamet Sudarmadji, 1989 ).
2.4.5 Metode Turbodimetri
Menurut
Moulyono (2007 :891) turbodimetri merupakan analisis berdasarkan pengukuran
berkurangnya kekuatan sinar melalui larutan yang mengandung partikel
tersuspensi. Kekeruhan akan terbentuk dalam larutan yang
mengandung protein apabila ditambahkan bahan pengendap protein misalnya TCA,
K4Fe(CN)6 atau asam sulfosalisilat. Tingkat kekeruhan diukur dengan alat
turbidimeter.
Turbiditas
merupakan sifat optik akibat dispersi sinar dan dapat dinyatakan sebagai
perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang tiba. Intensitas
cahaya yang dipantulkan oleh suatu suspensi adalah fungsi konsentrasi jika
kondisi-kondisi lainnya konstan. Metode pengukuran turbiditas dapat
dikelompokkan dalam tiga golongan. Yaitu pengukuran perbandingan intensitas
cahaya yang dihamburkan terhadap intensitas yang datang; pengukuran efek
ekstingsi, yaitu kedalaman di mana cahaya yang mulai tidak tampak di dalam
lappisan medium yang keruh. Instrumen pengukuran perbandingan tyndall disebut
sebagai tyndall meter. Dalam instrumen ini intensitas diukur secara langsung.
Sedangkan pada nefelometer, intensitas cahaya diukur dengan larutan standar.
Turbidineter mliputi pengukuran cahaya yang diteruskan. Turbiditas
berbandinglurus terhadap konsentrasi dan ketebalan, tetapi turbiditas
tergantung juga pada warna. Untuk partikel yang lebih kecil, rasio tyndall
sebanding dengan pangkat tiga dari ukuran partikel dan berbanding terbalik
terhadap pangkat empat panjang gelombang (Khopkhar,2003 : 7)
2.5 Prinsip Analisa Protein
Metode Lowry
Metode Lowry mengkombinasikan
pereaksi biuret dengan pereaksi lain (Folin-Ciocalteauphenol) yang bereaksi
dengan residu tyrosine dan tryptophan dalam protein. Reaksi ini menghasilkan
warna kebiruan yang bisa dibaca di antara 500 - 750 nm, tergantung sensitivitas
yang dibutuhkan. Akan muncul puncak
kecil di sekitar 500 nm yang dapat digunakan untuk menentukan protein dengan
konsentrasi tinggi dan sebuah puncak besar disekitar 750 nm yang dapat
digunakan untuk menentukan kadar protein dengan konsentrasi rendah. Metode ini lebih sensitif untuk protein
konsentrasi rendah dibanding metode biuret (Soeharsono, 2006).
Metode Lowry merupakan
pengembangan dari metode Biuret. Dalam
metode ini terlibat 2 reaksi. Awalnya,
kompleks Cu(II)-protein akan terbentuk sebagaimana metode biuret, yang dalam
suasana alkalis Cu(II) akan tereduksi menjadi Cu(I). Ion Cu+ kemudian akan
mereduksi reagen Folin-Ciocalteu, kompleks phosphomolibdat phosphotungstat
(phosphomolybdotungstate), menghasilkan heteropoly molybdenum blue akibat
reaksi oksidasi gugus aromatik (rantai samping asam amino) terkatalis Cu, yang
memberikan warna biru intensif yang dapat dideteksi secara kolorimetri (Sudarmaji,
1996)
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1
Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
- Pisau
- Telenan
- Mortar
- Wajan
- Kompor
- Spatula
- Sendok
- Serok
- Wadah
- Neraca analitik
- Penjepit
- Pipet
- Bulp pipet
- Pipet ukur
- Pipet mikro
- Labu ukur 100 ml (2 buah)
- Beaker glass 150 ml (2 buah)
- Labu ukur 10 ml (9 buah)
- Spektrofometer
- Botol sentrifugasi (AM) (2 buah)
- Sentrifugator
- Corong
3.1.2 Bahan
- Ayam goreng
- Ayam mentah
- Susu
- Kuning telur
- Tempe
- Minyak goreng
- BSA (50,100,150,200,250,300) µ mL
- Folin
- Lowry
- Aquades
- Plastik
- Tissue
- Kertas saring (2 buah)
- Aluminium voil
3.2 Prosedur Analisa
Pada
analisa protein terdapat beberapa bahan pangan yang diamati, misal daging ayam,
susu, tempe, dan kuning telur. Sebagai contoh bahan untuk dianalisa, kita ambil
tempe untuk dijadikan sampel. Pertama, tempe dicacah untuk memperkecil ukuran
dan agar lebih mudah untuk dihaluskan. Kemudian ditumbuk atau dihaluskan untuk memperluas permukaan bahan dan
mempermudah ekstraksi. Selanjutnya ditimbang 15 gram untuk mengetahui berat
sample. Masukan ke dalam labu ukur 100 ml untuk proses ekstraksi dan tera
hingga tanda batas dengan aquades untuk melarutka protein. Kemudian diamkan
hingga air berwarna keruh untuk mengoptimalkan proses ekstrasi. Ambil filtrat
untuk dianalisa dan masukan ke dalam botol sentrifugasi untuk memudahkan proses
sentrifugasi. Tahap selanjutnya sentrifugasi 10 menit untuk mengoptimalkan
pemisahan berdasarkan sentrifugasi (berat jenis). Selanjutnya disaring dengan
kertas saring untuk memisahkan protein terlarut dan tidak terlarut. Setelah itu
ambil sample 0,5 gram agar mudah untuk dianalisa. Masukkan ke dalam labu ukur 10
ml untuk mempermudah campuran antara lowry dan folin. Tambahkan 2 ml mix lowry
sebagai indikator dan inkubasi selama 10 menit untuk memberikan waktu reaksi
antara lowry dengan ikatan peptida. Tambahkan 0,2 ml larutan folin untuk
menunjukan perubahan warna agar mudah di spektrofotometer. Kemudian ditera
sampai tanda batas dengan aquades untuk mempermudah pembacaan spektrofotometer
dan inkubasi selama 60 menit untuk memberikan waktu reaksi antara folin dengan
ikatan peptida. Langakah terakhir, lakukan absorbansi 750 nm untuk mengetahui
nilai absorban dengan menggunakan spektrofotometer.
Tahap awal pada kurva standart
menyiapkan BSA (0,50,100,150,200,250,300) dengan tujuan unutk membuat titik
bantu pada kurva standart. Kemudian masukan ke dalam labu ukur 10 ml untuk
mempermudah campuran antara lowy dan folin. Tambahkan 2 ml mix lowry sebagai
indikator dan di inkubasi selama 10 menit pada suhu ruang untuk memberi waktu
reaksi antara lowry dengan ikatan peptida (reaksi optimal). Tambahkan 2 ml
larutan folin untuk menunjukan perubahan agar mudah di spektrofotometer.
Selanjutnya dilakukan peneraan untuk mempermudah pembacaan spektrofotometer.
Kocok hingga homogen untuk mengoptimalkan pencampuran dan inkubasi 60 menit
untuk memberi waktu reaksi antara folin dengan ikatan peptida. Dan tahap
terakhir absorbansi 750 nm untuk mengetahui nilai absorbansi sample pada
panjang gelombang 750 nm.
BAB 4. PEMBAHASAN
Berdasarkan praktikum yang
telah dilakukan menghasilkan data analisa kurva standart BSA (
Bovine Albumin Serum) dan grafik hasil analisa
protein seperti ada diatas. Analisa yang dilakukan yaitu dengan menggunakan
metode lowry. Pembuatan kurva standar bertujuan untuk mengetahui
hubungan antara konsentrasi larutan dengan nilai absorbansinya sehingga
konsentrasi sampel dapat diketahui. Dari kurva
standart BSA didapatkan persamaan y = 0.082x
+ 0.086 dan nilai sebesar R² = 0.995. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa nilai pembacaan absorbansi cukup presisi (akurat) karena
nilai R2 nya mendekati 1.
Pada diagram analisa kadar
protein hanya terdapat tiga bahan yang dianalisa yaitu kuning telur, tempe dan
susu.
Daging ayam tidak di analisa karena tidak dilakukan pengulangan. Kadar protein pada kuning telur, tempe dan susu secara
berturut-turut yaitu 1,022%; 2,087%; dan 1,583%.
Pada bahan kuning telur diperoleh kadar
protein sebesar 1,022%. Sedangkan menurut Yamamoto et al.( 1997),
kadar protein pada kuning telur adalah sebesar 16 %. Perbedaan kadar protein
ini dapat disebabkan oleh perbedaan pakan ternak yang diberikan. Jika pakan
ternak yang diberikan kurang mengandung
protein maka telur yang dihasilkan kurang mengandung protein yang tinggi. Untuk
nilai SD pada kuning telur yaitu 0,082 dan nilai RSD sebesar 8,02. Hal ini menunjukkan keakuratan pada data
karena nilai SD < 1.
Pada bahan tempe diperoleh kadar protein sebesar
2,087% sedangkan menurut Santoso (1993), kadar minimal protein pada tempe
adalah 18,3 %. Hal ini menunjukkan
terjadinya penyimpangan. Penyimpangan dapat disebabkan karena tempe yang
digunakan saat praktikum memiliki kualitas yang kurang bagus misalnya tempe
yang digunakan dalam keadaan hampir busuk sehingga kadar proteinnya rendah.
Selain itu penyimpangan dapat disebabkan oleh alat yang digunakan saat
praktikum kurang memadai atau kurang akurat. Seperti pada alat spektrofotometer yang tingkat
sensitivitas terhadap warnanya kurang sehingga nilai yang diperoleh kurang
akurat. Untuk nilai SD pada tempe sebesar 0,0066 dan nilai RSD sebesar 3,16. Nilai SD tersebut menunjukkan data yang akurat
karena nilainya < 1.
Pada bahan susu bubuk diperoleh kadar
protein sebesar 1,583%, sedangkan menurut Departemen Kesehatan RI (2005), kadar
protein pada susu bubuk adalah sebesar 32
%. Perbedaan yang cukup signifikan tersebut
dapat disebabkan karena alat yang dipakai untuk mengukur nilai
absorbansi yaitu spektrofotometer sudah tidak sesuai standar sehingga nilai
yang dihasilkan tidak akurat. Nilai SD pada bahan susu bubuk ini adalah sebesar
0, 348 dan RSD sebesar 21,9. Hal tersebut
menunjukkan bahwa yang diperoleh sudah akurat karena nilainya < 1.
BAB 5. PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan
di atas, dapat disimpulkan bahwa:
- Protein adalah zat makanan yang paling kompleks karena terdiri dari karbon, hydrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur, dan biasanya fosfor
- Susu adalah cairan berwarna putih yang disekresi oleh kelenjar mammae (ambing) pada binatang mamalia betina, untuk bahan makanan dan sumber gizi bagi anaknya.
- Tempe adalah salah satu produk pangan di Indonesia yang proses pembuatannya dengan cara memfermentasi kacang kedelai atau kacang-kacangan lainnya oleh kapang Rhizopus oligosporus
- Telur kuning sekitar setengahnya mengandung uap basah (moisture) & setengahnya adalah kuning padat (yolk solid).
- Koagulasi merupakan proses lanjutan yang terjadi ketika molekul protein yang didenaturasi membentuk suatu massa yang solid.
- Denaturasi diartikan suatu proses terpecahnya ikatan Hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam, dan terbukanya lipatan atau win molekul
- Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisa yang didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada panjang gelombamg spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor fototube
- Metode Kjeldahl merupakan salah satu dari uji kadar protein yang memiliki tingkat kepercayaan lebih tinggi dalam menentukan kandungan nirogen (N) dalam susu
- Turbodimetri merupakan analisis berdasarkan pengukuran berkurangnya kekuatan sinar melalui larutan yang mengandung partikel tersuspensi.
- Turbiditas merupakan sifat optik akibat dispersi sinar dan dapat dinyatakan sebagai perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang tiba.
5.2
Saran
- Pada saat menjelaskan teori lebih jelas agar praktikan lebih paham
- Selesai meggunakan alat laboratorium, segera dicuci dan kembalaik ke tempat semula.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier,
S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Buckle, K.A. 1985. Ilmu Pangan. Jakarta: UI.Press.
Davide
CL. 1977. Laboratory Guide in Dairy
Chemistry Practical. Laguna: FAO Regional
Dairy
Deveploment adn Training and Reserch Inst Univ of Philiphines at Los Banos
Coll.
Direktorat
Gizi Departemen Kesehatan. 1972. Daftar
Komposisi Bahan Makanan. Bharat. Jakarta. 57pp.
Departemen
Kesehatan R.I. (2005). Rencana Strategi
Departemen Kesehatan. Jakarta: Depkes RI.
Hidayat, Nur dkk. 2006. Mikrobiologi
Industri. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Julianti,
J dan Sumardi. 1981. Sedikit Modifikasi
Dalam Metode Analisa N (Protein) Dalam Bahan Makanan Dengan Cara Kjeldahl.
Bandung: Seminar Nasional Metode Analisa Kimia
Khopkhar,S.M.
2003. Dasar-dasar Kimia Analitik. Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia (UI-Press).
Khomsan A.
2004. Peranan Pangan dan Gizi untuk
Kualitas Hidup. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Lowry , Rosenbrough , Farr, Randall.
1951. Protein Measurement with the Folin
Phenol Reagent. New York: Kluwer Academic Publishers.
Murtidjo,
B. A. 2003. Pedoman Beternak Ayam Broiler.
Yogyakarta : Kanisius.
Mulyono. 2007. Kamus Kimia.
Jakarta: Bumi Aksara.
Oktavia. Devi. 2007. Kajian SNI 01-2886-2000 Makanan Ringan
Ekstrudat. Jurnal Standarisasi Vol 9 No.1.
Santoso, H.B.,
1993. Pembuatan Tempe dan Tahu Kedelai.
Kanisius, Yogyakarta.
Sudarmadji, Slamet. 1989. Analisa
Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberti.
Soeharsono. 2006. Biokimia
1. Yogyakarta: UGM Press.
Sudarmaji. 1996. Analisa
Bahan. Yogyakarta: Liberty.
Vaclavik, Vickie. A dan Elizabeth W. Cristian. 2008. Essential of Food Science Third Edition.
New York : Springer Science + Business Media.
Watson,
Roger. 2002. Anatomi Fisiologi untuk Perawat. Jakarta
: ECG
Winarno F.G. 1990. Kimia
Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Winarno,
F.G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan
Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Yogyakarta: PT
Gramedia Pustaka Umum.
Yamamoto M,
Matsumoto R, Okudai N, and Yamada Y. 1997. Aborted
anthers of Citrus result from gene-cytoplasmic male sterility. Sci Hortic 70:9-14.
Kesimpulan mestinya hasil, bukan definisi dari literatur. Nilai yang jauh dari literatur harus dicari tahu dengan memganalisakan sample yang sama ke lab swasta (sucofindo dsb)
BalasHapusPada pembahasan sebaiknya membahas tentang kenapa hasil yang didapat seperti itu dan bandingkan dengan teori bukan hanya menyebutkan komposisi atau peristiwa fisiknya saja. tapi peristiwa kimianya juga perlu... Untuk kesimpulansebaiknya dibuat berdasrkan tujuan praktikum bukan memasukkan atau copy paste literatur.
BalasHapusTerimakasih atas infonya. Kunjungi balik ya...
BalasHapushttp://unityofscience.org/penentuan-kadar-protein-dengan-metode-lowry/
Terimakasih atas infonya. Kunjungi balik ya...
BalasHapushttp://unityofscience.org/penentuan-kadar-protein-dengan-metode-lowry/
Terimakasih atas infonya. Kunjungi balik ya...
BalasHapushttp://unityofscience.org/penentuan-kadar-protein-dengan-metode-lowry/