Jumat, 05 Juli 2013




“LAPORAN SUSU, TELUR DAN PRA PROSES”
TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN DAN HASIL PERTANIAN



Oleh :
Kelompok 6
Ilmi Khoirunnisa’                             (1005)
Feri Defrianto                                   (1022)
Fitria Nurukaromah                          (1019)
Nurus Zahro                                     (1044)
Rahayu Nagura Bakti                       (1043)
Dyah Ayu Ramadani                       (1047)




TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013


BAB 1. PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Susu merupakan hasil sekresi kelenjar susu hewan mamalia betina sebagai sumber gizi anaknya. Untuk keperluan komersial, sumber susu yang paling umum digunakan adalah sapi. Namun ada juga yang menggunakan ternak lain seperti domba, kambing, dan kerbau. Susu normal berwarna putih kekuningan. Variasi warna pada susu disebabkan karena adanya perbedaan pakan yang diberikan pada sapi dan karena factor keturunan. Cita rasa agak manis pada susu berasal dari laktosa, sedangkan rasa asin dari klorida. Penggumpalan merupakan sifat yang paling khas pada susu, yang diakibatkan kegiatan enzim atau penambahan asam. Penggumpalan susu biasanya disebabkan karen kerja enzim proteolitik. Umumnya susu mengandung air 87,1%, lemak 3,9%, protein 3,4%, laktosa 4,8%, abu 0,72% dan beberapa vitamin yang larut dalam lemak susu, yaitu vitamin A, D, E dan K.
Telur merupakan bahan makanan yang mudah rusak dan memiliki daya simpan yang tidak lama. Apabila dikocok, putih telur dapat membentuk buih. Sedangkan kuning telur mengandung lesitin yang dapat digunakan sebagai pengemulsi. Praktikum ini dilakukan untuk menguji kualitas susu. Selain itu, juga untuk mengetahui sifat-sifat dari telur sebagai pengemulsi dan kemampuan putih telur untuk menghasilkan buih.

1.2  Tujuan
1.      Memperkenalkan buih dan menganalisis hal-hal yang mempengaruhi proses pembentukan dan stabilitas buih tersebut
2.      Mengetahui fungsi kuning telur sebagai pengemulsi
3.      Mengetahui pengaruh faktor suhu penyimpanan terhadap pembentukan kadar asam laktat pada susu
4.      Mengetahui perbedaan berat jenis pada susu



BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Susu
            Susu merupakan hasil sekresi kelenjar susu hewan mamalia betina sebagai sumber gizi anaknya. Kebutuhan gizi pada setiap hewan mamalia betina bervariasi sehingga kandungan susu yang dihasilkan juga tidak sama pada hewan mamalia yang berbeda (Potter, 1976). Menurut Winarno (1993), susu adalah cairan berwarna putih yang disekresi oleh kelenjar mammae (ambing) pada binatang mamalia betina, untuk bahan makanan dan sumber gizi bagi anaknya. Sebagian besar susu yang dikonsumsi manusia berasal dari sapi. Susu tersebut diproduksi dari unsure darah pada kelenjar susu sapi. Sedangkan menurut Buckle (1985), susu didefinisikan sebagai sekresi dari kelenjar susu binatang yang menyusui anaknya.
            Untuk keperluan komersial, sumber susu yang paling umum digunakan adalah sapi. Namun ada juga yang menggunakan ternak lain seperti domba, kambing, dan kerbau. Alat penghasil susu pada sapi biasanya disebut ambing. Ambing terdiri dari 4 kelenjar yang berlainan yang dikenal sebagai perempatan (quarter). Masing – masing perempatan dilengkapi dengan satu saluran ke bagaian luar yang disebut putting. Saluran ini berhubungan dengan saluran yang sebenarnya menyimpan susu. Klelenjar tersebut terdiri dai banyak saluran cabang yang lebih kecil yang berakhir pada suatu pelebaran yang disebut alveoli, di alveoli itu susu dihasilkan (Buckle, 1985).

2.2 Karakteristik  Susu
            Kerapatan susu bervariazi antara 1,0260 – 1,0320 pada suhu 20°C. Adanya perbedaan kerapatn pada masing – masing susu disebabkan karena perbedaan kandungan lemak dan zat – zat padat bukan lemak yang ada di dalam susu. Derajat keasaman (pH) susu segar berada di antara pH 6,6 – 6,7. Akan tetapi bila susu mengalami cukup banyak pengasaman oleh aktivitas bakteri, maka nilai pH susu akan menurun. Apabila pH susu di atas pH 6,6 – 6,8 biasanya hal ini disebabkan karena adanya penyakit pada sapi yang menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan mineral di dalam susu (Buckle dkk, 2009).
            Susu normal berwarna putih kekuningan. Variasi warna pada susu disebabkan karena adanya perbedaan pakan yang diberikan pada sapid an karena factor keturunan. Cita rasa agak manis pada susu berasal dari laktosa, sedangkan rasa asin dari klorida. Penggumpalan merupakan sifat yang paling khas pada susu, yang diakibatkan kegiatan enzim atau penambahan asam. Penggumpalan susu biasanya disebabkan karen kerja enzim proteolitik.

2.3 Komposisi Susu
            Susu merupakan makanan alami yang hampir sempurna. Sebagian besar zat gizi esensial ada dalam susu, diantaranya yaitu protein, kalsium, fosfor, vitamin A, dan tiamin (vitamin B1). Susu merupakan sumber kalsium paling baik, karena di samping kadar kalsium yang tinggi, laktosa di dalam susu membantu absorpsi susu di dalam saluran cerna (Almatsier, 2002). Menurut Murti (2004), Komposisi susu sangat beragam, bergantung pada beberapa factor antara lain bangsa sapi, tingkat laktasi, pakan, interval pemerahan, suhu dan umur sapi. Umumnya susu mengandung air 87,1%, lemak 3,9%, protein 3,4%, laktosa 4,8%, abu 0,72% dan beberapa vitamin yang larut dalam lemak susu, yaitu vitamin A, D, E dan K.
            Menurut Winarno (1993), Kandungan air di dalam susu tinggi sekali yaitu sekitar 87,5%. Meskipun kandungan gulanya juga cukup tinggi yaitu 5%, tetapi rasanya tidak manis. Daya kemanisan hanya seperlima kemanisan gula pasir (sukrosa). Kandungan laktosa bersama dengan garam bertanggung jawab erhadap rasa susu yang spesifik.
Karbohidrat utama yang terdapat di dalam susu adalah laktosa. Laktosa adalah disakarida yang terdiri dari glukosa dan galaktosa.Enzim lactase bertugas memecah laktosa menjadi gula – gula sederhana yaitu glukosa galaktosa. Pada usia bayi tubuh kita menghasilkan enzim lactase dalam jumlah cukup sehingga susu dapat dicerna dengan baik. Namun seiring dengan bertambahnya usia,keberadaan enzim lactase semakin menurun sehingga sebagian dari kita akan menderita diare bila mengonsumsi susu (Khomsan, 2004).
Kandungan Zat Gizi
Komposisi
Energi (kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin A (µg)
Vitamin B1 (mg)
Vitamin C (mg)
Air (g)
61
3.2
3.5
4.3
143
60
1.7
39
0.03
1
88.3


Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan (Depkes RI, 2005)
            Selain Selain zat – zat gizi tersebut di atas, pada susu sapi juga terkandung unsure gizi yang mampu menjaga kestabilan kualitas dan berat tubuh manusia. Hal ini disebabkan karena di dalam susu terdapat tiga kandungan gizi dan asm lemak susu yang cucup penting untuk tubuh manusia, yakni asam butirat, asam linoleat terkonjugasi (ALT), dan fosfolipid mampu menhindarkan tumor, menurunkan resiko kanker, hipertensi dan diabetes. Dua asam lemak susu tersebut juga mampu mengontrol lemak dan perkembangan berat badan. Dengan demikian jumlah lemak yang masuk ke dalam tubuh akan tersaring oleh ALT dengan sendirinya (Siswono, 2005).

2.4 Macam-macam Pasteurisasi Susu
Munurut beberapa sumber ilmiah, pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan pada suhu dibawah atau diatas 100°C dalam jangka waktu tertentu yang dapat mematikan sebagian mikroba yang ada dalam susu. Selain ditujukan untuk membunuh mikroba pembawa penyakit (pathogen) seperti bakteri TB, Coli, dll, proses pasteurisasi yang dilanjutkan dengan pendinginan segera akan menghambat pertumbuhan mikroba yang atahan suhu pasteurisasi juga akan merusak system enzimatis yang dihasilkannya (misalnya enzim phospatase, lipase, dll), sehingga dapat mengurangi kerusakan zat gizi serta memperbaiki daya simpan susu (keeping quality) dan mempertahankan rupa maupun cita rasa susu segar.
Dilihat ddari ketinggian suhu pada proses pasteurisasi dilakukan, dikenal beberapa teknik dalam melakukan pasteurisasi, yaitu:
1.      Pasteurisasi model HTST
HTST adalah singkatan dari High Temperature Short Time proses pemanasan dengan suhu tinggi dalam waktu yang singkat. Pemanasan pada model THST ini dilakukan pada suhu 75°C selama 15 detik. Dalam proses pasteurisasi model HTST ini menggunakan alat yang disebut Heat Plate Exchanger atau semacam perubaha suhu tinggi

2.      Pasteurisasi model model UHT
UHT adalah singkatan dari Ultra High Temperature atau proses pemanasan dengan suhu sangat tinggi dan dalam waktu yang lebih singkat. Pemanasan model UHT ini dilakukan dalam suhu 130°C  selama 0,5 detik saja. Pemanasan dilakukan dalam tekanan tinggi. Melalui proses ini seluruh mikroba yang terdapat dalam makanan dan minuman mati, sehingga produk susu yang dipanaskan dengan UHT ini sering pula dikenal dengan nama susu steril.
3.      Pasteurisasi model LTLT
LTLT adalah singkatan dari Low Temperature Long Time atau pemanasan dengan sushu rendah dan dalam waktu yang cukup lama.LTLT dilakukan pada suhu rendah sekitar 60°C dalam waktu 30 menit.Perbedaan tinggi rendahnya suhu dalam pateurisasi tersebut berbeda pula pada umur atau ketahanan makanan dan minuman yang dipasteurisasi.Susu yang menggunakan pasteurisasi HTST misalnya, bisa tahan selama 1 minggu tanpa mengubah rasa. Sementara susu yang dipanaskan dengan system UHT bisa tahan sampai dengan 6 bulan.

2.5 Pengertian Protein dan Denaturasi Protein
            2.5.1 Protein
                        Protein  adalah zat makanan yang paling kompleks. Protein terdiri dari karbon, hydrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur, dan biasanya fosfor. Protein sering disebut sebagai zat makana bernitrogen karena protein merupakan satu-satunya zat  makanan yang mengandung unsur nitrogen. Protein esensial untuk pembangunan protoplasma hidup karena terdiri dari unsure karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur. Protein terkandung dalam makanan nabati dan hewani, tetapi protein hewani paling bernilai untuk tubuh manusia sebagai materi pembangun karena komposisinya sama dengan protein manusia. Di lain pihak protein nabati lebih murah. Protein ini lebih bermanfaat sebagai bahan bakar tubuh daripada sebagai pembangun tubuh, tetapi menyediakan asam amino lebih murah yang dibutuhkan tubuh untuk membangun jaringan (Watson, 2002).
                        Semua protein dibuat dari substansi lebih sederhana, yang disebut asam amino. Terdapat kira-kira 20 asam amino, tetapi masing-masing protein mengandung hanya beberapa asam amino tersebut. Asam amino seperti huruf yang dapat membentuk kata.Setiap kata merupakan kombinasi huruf yang berbeda-beda. Protein dalam bahan makanan yang berbeda mengandung kombinasi asam amino yang berbeda.Sepuluh asam amino esensial ditemukan dalam protein manusia. Asam amino tersebut merupakan asam amino yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh. Protein yang mengandung ke- 10 asam amino tersebut disebut protein lengkap, misalnya albumin, myosin, dan kasein. Protein yang tidak mengandung ke-10 asam amino itu disebut protein tidak lengkap, misalnya gelatin yang terkandung dalam semua jaringan fibrosa dan diekstraksi dari tulang dan kaki anak sapi dalam pembuatan sup dan agar-agar. Protein hewani seperti telur, susu, dan daging tidak hanya mengandung semua asam amino yang dibutuhkan tubuh, tetapi juga semua asam amino dalam proporsi yang baik, yang disebut protein kelas pertama dan merupakan materi pembangun paling baik untuk jaringan tubuh. Protein nabati, seperti ketan dan polong-polongan, mengandung hanya sejumlah kecil asam amino, yakni satu atau asam amino dari sepuluh yang esensial untuk tubuh, dan dengan demikian disebut protein kelas kedua, karena asam amino tersebut bukan merupakan zat pembangun yang baik (Watson, 2002).

2.5.2 Denaturasi Protein
                                    Denaturasi protein adalah kondisi di mana struktur sekunder, tersier maupun kuartener dari suatuprotein mengalami modifikasi tanpa ada pemecahan ikatan peptida. Denaturasi dapatberupa rusaknya struktur tiga matra dari suatu protein. Denaturasi protein ada duamacam, yaitu pengembangan rantai peptide (terjadi pada polipeptida) dan pemecahanprotein menjadi unit yang lebih kecil tanpa disertai pengembangan molekul (terjadipada ikatan sekunder).
                                    Asam amino merupakan senyawa organik yang merupakan satuan penyusun protein yangmempunyai gugus amino dan karboksilat.Oleh karena itu asam amino mempunyai sifat asammaupun basa. Struktur sederhana dari asam amino adalah: NH2|R-CH-COOH. Suatu asam amino mengandung gugus amina yang bersifat basa dan gugus karboksil yangbersifat asam dalam molekul yang sama. Suatu asam amino yang mengalami reaksi asam basainternal, yang menghasilkan suatu ion dipolar yang disebut sebagai switter ion.Karena terjadinyamuatan ion, suatu asam amino mempunyai banyak sifat garam.Pxa suatu asam amino bukanlah Pxa dari gugus -COOH melainkan dari gugus -NH3 dan sebaliknya (Fessenden, 1989).
Asam amino tidak selalu bersifat seperti senyawa-senyawa organik, misalnya titik lelehnyadiatas 200*C, sedangkan kebanyakan senyawa organik dengan bobot molekul sekitar itu berupacairan pada temperatur kamar. Asam amino larut dalam air dan pelarut polar lain, tetapi tidak larut dalam pelarut non-polar, seperti dietil eter atau benzena. Asam amino mempunyai momendipol yang besar dan juga mereka kurang bersifat asam dibandingkan sebagian besarasam karboksilat, dan kurang bisa dibandingkan dengan sebagian besar amina (Fessenden, 1990).
Asam amino bersifat antara asam lemah dan basa lemah, ia akan terionisasi diantara asam danbasa dalam larutan berair yang disebut amfoterik, sebagai contoh adalah glisin. Senyawa-senyawa amfoterik akan bereaksi dengan asam ataupun basa dan membentuk garam (Routh,1969). Dua asam amino berikatan melalui suatu ikatan peptida dengan melepas sebuah molekul air.

2.6 Faktor yang Mempengaruhi Denaturasi Protein
            Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya denaturasi protein yaitu suhuyang tinggi, keasaman (perubahan pH yang ekstrim), pelarut organik, zat kimia tertentu (urea, detergen) atau karena pengaruh mekanik (goncangan) (Andershon, 1996). MenurutReithel (1967), denaturasi juga dapat disebabkan oleh berbagai faktor ialah panas, konsentrasi ion hidrogen yang tinggi, serta penyinaran seperti radiasi ultra violet (UV). Karena denaturasi merupakan awal terjadinya koagulasi dan flokulasi sehingga dapatdikatakan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan penggumpalan tersebut sama.
Mekanisme terjadinya penggumpalan, yaitu suhu mempengaruhi reaksi dengnmengubah bentuk enzim. Bentuk enzim menentukan kemampuannya, baik untuk bergabungdengan substrat maupun untuk katalisis (pengaruh terhadap laju reaksi maksimum). Berbagai enzim, bahkan yang berasal dari spesies yang sama, responnya terhadap suhusering sangat berbeda. Jenis ikatan antara enzim dan substrat bisa kovalen, ionik, hidrogen,dan van der Waals. Ikatan kovalen dan ionik paling penting dalam hal energi pengaktifan untuk suatu reaksi, tapi lebih banyak ikatan hidrogen dan interaksi van der Waals yangberperan dalam orientasi struktural kompleks enzim-substrat (Salisbury dan Ross, 1995). Menurut Sallisburyet al.,(1995), denaturasi dapat bersifat revesible atauirevesible. Percobaan denaturasi koagulasi protein putih telur ini merupakan salah satu contoh denaturasi irrevesible. Dwidjoseputro (1978) menyatakan bahwa molekul-molekul protein yang telah kehilangan sifat-sifat yang semula, tidak mungkin mendapatkan sifat itukembali. Hal ini dapat dilihat dari hasil percobaan yang telah dilakukan dimana protein putih telur yang telah terdenaturasi oleh alkohol tidak dapat balik (irreversibel) karena pada penambahan aquadestilata, protein yang menggumpal tidak dapat kembali seperti semula. Suhu tinggi dengan mudah memutuskan ikatan hidrogen dan sering menyebabkan denaturasi tidak balik. Pemanasan yang ekstrim menyebabkan terbentuknya ikatan kovalenantara rantai polipeptida atau antar bagian dari rantai yang sama dan ikatan tersebut mantap sehingga tidak mudah putus.
2.7 Daya Buih Telur
Buih dapat didefinisikan sebagai dua fase yang terdiri atas fase gas dalam fase cair (Zayas, 1997). Buih merupakan dispersi koloid dari fase gas yang terdispersi di dalam fase cair atau fase padat. Daya buih merupakan ukuran kemampuan putih telur untuk membentuk buih jika dikocok dan biasanya dinyatakan dalam persen terhadap putih telur (Stadelman dan Cotterill, 1995).
Mekanisme terbentuknya buih diawali dengan terbukanya ikatan-ikatan dalam molekul protein sehingga rantainya menjadi lebih panjang. Tahap selanjutnya adalah proses adsorpsi yaitu pembentukan monolayer atau film dari protein yang terdenaturasi. Udara ditangkap dan dikelilingi oleh film dan membentuk gelembung. Pembentukan lapisan monolayer kedua dilanjutkan di sekitar gelembung untuk mengganti bagian film yang terkoagulasi. Film protein dari gelembung yang berdekatan akan berhubungan dan mencegah keluarnya cairan. Terjadinya peningkatan kekuatan interaksi antara polipeptida akan menyebabkan agregasi (pengumpulan) protein dan melemahnya permukaan film dan diikuti dengan pecahnya gelembung buih (Cherry dan McWaters, 1981). Perubahan tersebut menyebabkan hilangnya daya larut atau sifat koagulasi putih telur, dan absorpsi buih penting untuk kestabilan buih (Stadelman dan Cotterill, 1995). Semakin lama ikatan yang terbentuk tersebut akan semakin melemah dan tirisan akan keluar dari lamela yang terdapat diantara gelembung, pada akhirnya ini dapat menyebabkan rusaknya film buih (Wong, 1989). Volume buih yang tinggi diperoleh dari putih telur dengan elastisitas rendah, sebaliknya struktur buih yang stabil pada umumnya akan dihasilkan dari putih telur yang memiliki elastisitas yang tinggi. Jika putih telur terlalu banyak dikocok atau direnggangkan seluas mungkin akan menyebabkan hilangnya elastisitas (Stadelman dan Cotterill, 1995). Mekanisme pembentukan buih disajikan pada gambar berikut.
(Rhodes et. al.,1960)

Kestabilan buih merupakan ukuran kemampuan struktur buih untuk bertahan kokoh atau tidak mencair selama waktu tertentu. Indikator kestabilan buih adalah besarnya tirisan buih selama waktu tertentu dan dinyatakan dalam bobot, volume atau derajat pencairan buih (Stadelman dan Cotterill, 1995). Tirisan buih terjadi karena ikatan antara udara dengan protein putih telur yang kurang kokoh, sehingga setelah didiamkan beberapa saat akan terbentuk tirisan buih (Rhodes et. al.,1960).

2.8 Kuning Telur sebagai Emulsifier
Menurut Gaman dan Sherrington (1992), selain meningkatkan nilai gizi masakan, telur juga mempunyai beberapa sifat fungsional yang bermanfaat, yakni: protein telur yang terkoagulasi bila dipanaskan dapat berperan sebagai agen pengental dan pengikat; kuning telur mengandung lesitin yang dapat digunakan sebagai pengemulsi; serta sebagai pembusa, yakni apabila putih telur dikocok sehingga udara akan terjebak dan protein terkoagulasi sebagian. Telur dalam pembuatan cookies berfungsi sebagai pelembut dan pengikat. Fungsi lainnya adalah untuk aerasi yaitu kemampuan menangkap udara. Telur melembutkan tekstur cookies dengan daya emulsi dari lesitin yang terdapat dalam kuning telur. Pembentukan adonan yang kompak terjadi karena daya ikat putih telur. Dalam pembuatan cookies, penggunaan kuning telur tanpa putih telur akan menghasilkan cookies yang lembut dengan kualitas cita rasa yang sempurna (Matz & Matz, 1978).
Emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi cairan dalam cairan lain, yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi saling antagonistik. Gelatin dan albumen (putih telur) merupakan protein yang bersifat sebagai emulsifier dengan kekuatan biasa dan kuning telur merupakan emulsifier yang kuat (Winarno, 1992). Pada telur yang masih segar, bagian kuningnya terletak ditengah-tengah. Komposisi kuning telur antara lain 15-16% protein, 35% lemak, 4000 IU/100 gram vitamin A. Protein telur bermutu tinggi sehingga digunakan sebagai standart untuk mengukur mutu bahan makanan lain (Tarwotjo, 1998).




BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan
3.1.1        Alat
1.      Beaker glass
2.      Gelas ukur
3.      Lepek
4.      Mixer
5.      Stopwatch
6.      Sendok
7.      Wadah plastic
8.         Beaker glass 100 ml
9.         Beaker glass 250 ml
10.     Spatula
11.     Refrigerator
12.     Lactometer
13.     Gelas ukur 500 ml

3.1.2        Bahan
1.      Telur segar
2.      Telur yang telah didiamkan 30 menit
3.      Telur suhu refrigerant (utuh)
4.      Telur suhu refrigerant yang telah didiamkan 30 menit (telah dibuka)
5.      Minyak goring
6.      Cream of tartar
7.      Jus lemon
8.      Air
9.      Tissue
10.  Label
11.  100 ml Susu skim cair
12.  100 ml Susu fullcream cair
13.  100 ml Susu segar
14.  100 ml Susu kental manis
15.  Kantong plastic
16.  Karet
17.  400 ml Susu skim (bubuk)
18.  400 ml Susu bubuk fullcream
19.  4100 ml Susu segar
20.  400 ml Susu kental manis
21.  Kantong plastic




BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Kuning Telur Sebagai Emulsifier
No.
Jenis Minyak
Perlakuan Pada Telur
Homogenitas
Stabilitas
Kondisi Telur
1.
Minyak goring
Diamkan suhu refrigerant 30 menit
+++
+++
Sudah dibuka
Diamkan 30 menit dalam suhu ruang
++
++
2.
Minyak goring
Suhu ruang dan segar
+++
+++
Belum dibuka
Suhu refrigerant
++
++

4.1.2 Daya Buih Telur
No.
Perlakuan
Lama Pengocokan (hingga berbuih)
Stabilitas Buih
Vol. Awal Buih (ml)
Vol. Akhir Buih (ml)
Perubahan Volume (ml)
1.
Kontrol
7 menit
80
70
10
2.
Ditambah cream of tartar
7 menit
50
49
1
3.
Ditambah minyak goring
7 menit
25
23
2
4.
Ditambah jus lemon
7 menit
34
30
4










4.1.3 Uji Kualitas Susu
a. Susu Skim
Pengamatan
Suhu Dingin
Suhu Rendah
Hari ke-3
Hari ke-7
Hari ke-0
Hari ke-2
Hari ke-3
Warna
+
+
+
+

Aroma
+ +
+ +
+ +
+ + +
+ + +
Kenampakan
Cair
air dengan lemak susu terpisah
tidak terpisah, buih sedikit
pecah, ada yang menggumpal
pecah, ada yang menggumpal

b.  Susu Full Cream
Pengamatan
Suhu Dingin
Suhu Rendah
Hari ke-3
Hari ke-7
Hari ke-0
Hari ke-2
Hari ke-3
Warna
+ + +
+ + +
+ + +
+ + +
+ + +
Aroma
+ + + +
+ + + +
+ + +
+ + + +
+ + + +
Kenampakan
Cair
cair
terpisah, buih banyak
menggumpal
Menggumpal

c.  Susu Segar
Pengamatan
Suhu Dingin
Suhu Rendah
Hari ke-3
Hari ke-7
Hari ke-0
Hari ke-2
Hari ke-3
Warna
+ +
+ +
+ +
+ +
+ +
Aroma
+ + +
+ + +
+ +
+ + +
+ + +
Kenampakan
Cair
cair
terpisah, buih banyak
menggumpal
Menggumpal









d. Susu Kental Manis
Pengamatan
Suhu Dingin
Suhu Rendah
Hari ke-3
Hari ke-7
Hari ke-0
Hari ke-2
Hari ke-3
Warna
+ + + +
+ + + +
+ +
+ + + +
+ + +
Aroma
+
+ + +
+
+
+
Kenampakan
Cair
cair
Tidak terpisah, buih sedikit
Cair
Cair

Keterangan:     Warna: semakin (+) semakin gelap
                        Aroma: semakin (+) semakin menyengat
                        Kenampakan: berbuih. terpisah

4.1.5 Berat Jenis Susu
Bahan
Pengulangan
rata-rata
I
II
III
Susu skim
>1,040
>1,040
>1,040
>1,040
Susu bubuk fullcream
1,032
1,0325
1,032
1,032
Susu segar
1,026
1,026
1,026
1,026
Susu kental  manis (SKM)
1,030
1,030
1,030
1,030

4.2 Tabel Perhitungan
Bahan
Rata-rata
Susu skim
>1,040
Susu bubuk fullcream
1,032
Susu segar
1,026
Susu kental  manis (SKM)
1,030




BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
5.1.1 Kuning Telur Sebagai Emulsifier
Pertama siapkan alat dan bahan terutama telur yang akan digunakan. Siapkan telur dalam keadaan segar dan dalam keadaan suhu refrigerant. Telur ada yang dalam keadaan utuh dan ada yang yang didiamkan selama 30 menit dalam keadaan terbuka atau sudah dibuka.
Telur yang masih segar buka dan ambil kuning telurnya letakkan pada lepek. Kemudian kocok kuning telur tersebut.Hal ini dilakukan untuk memudahkan saat telurnanti dicampur dengan minyak dan air.Kemudian ambil kuning telur sebanyak 10 ml, ukur menggunakan gelas ukur selanjutnya tuangkan pada beaker glass. Pada saat yang sama, siapkan minyak dan air dan letakkan pada beaker glass yang berbeda.Kemudian ukur minyak dan air masing – masing 20 ml, selanjutnya tuangkan pada beaker glass yang terisi kuning telur yang sudah diukur 10 ml tadi.Campur ketiga bahan tersebut sampai merata, agar pada saat pengamatan didapatkan hasil yang maximal.Selanjutnya panaskan kuning telur, minyak dan air yang telah dicampur.Pada saat dipanaskan aduk – aduk sampel tersebut.Hal ini dilakukan agar praktikan dapat mengamati secara jelas tentang homogenitas dan stabilitas pada sampel tersebut dan pengadukan bertujuan agar sampel dapat tercampur dan tidak lengket pada dasar beaker glass.Kemudian amati system emulsi pada sampel tersebut.
Begitu juga dengan kuning telur yang lain, yaitu kuning telur pada suhu refrigerant dalam keadaan utuh maupun dalam keadaan yang telah dibuka. Perlakuan yang dilakukan sama dengan yang kuning telur dalam keadaan segar.

5.1.2 Daya Buih Telur
Siapkan alat dan bahan yang digunakan.Pada percoban ini ada 4 macam perlakuan, yaitu putih telur sebagai control, putih telur dengan penambahan cream of tartar, minyak sayur dan jus lemon.
Pertama siapkan putih telur pada wadah mixer.Kocok putih telur tersebut selama 7 menit menggunakan mixer.Pengcokan ini dilakukan agar putih telur dapat berbuih dan dapat diamati.Kemudian putih telur yang telah berbuih tadi dimasukkan pada gelas ukur.Ini bertujan untuk memudahkan praktikan pada saat mengamati volume awal dan akhir buih putih telur tersebut. Pada gelas ukur tersebut beri label sebagai “control”. Selanjutnya amati volume awal buih sebelum didiamkan. Setelah diamati volume awal diamkan atau simpan buih telur tersebut selama 30 menit dalam suhu ruang.Hal ini dilakukan untuk mengetahui adakah penurunan volume buih ketika buih didiamkan dan seberapa cepat buih itu berkurang. Setelah 30 menit amati kembali volume akhir buih tersebut.
Untuk perlakuan yang lain, ada 3 macam. Siapkan putih telur pada wadah mixer, masing – masing tambahkan 1/8 sendok teh cream of tartar yang berfungsi sebagai penstabil buih, ½ sendok teh minyak sayur/goring dan ½ sendok teh jus lemon. Sama sperti perlakuan control, kocok masing – masing sampel selama 7 menit sampai berbuih.Selanjutnya Masukkan dalam gelas ukur untuk memudahkan praktikan saat menghitung volume awal dan akhir buih telur tersebut. Beri label masing – masing sampel dengan “penambahan cream of tartar”, “penambahan minyak sayur” dan penambahan jus lemon”. Hal ini dilakukan agar sampel tidak tertukar atu salah pengamatan. Hitung volume awal buih pada masing – masing sampel tersebut. Kemudian diamkan/simpan ketiga sampel tersebut selama 30 menit pada suhu ruang.Hal ini dilakukan untuk mengetahui adakah penurunan volume buih ketika buih didiamkan dan seberapa cepat buih itu berkurang.Setelah 30 menit hitung volume akhir buih pada masing – masing sampel.
Dari percobaan ini dengan perlakuan sampel yang berbeda – beda dapat diketahui dan dibandingakan sampel manakah yang memiliki volume terbesar (segera setelah mixing dan 30 menit setelah mixing), sampel manakah yang paling mengempis (30 menit setelah mixing) dan sampel manakah yang lebih stabil.

   5.1.1 Praktikum Susu
a. Uji Kualitas Susu
Pada praktikum uji kualitas susu bahan yang digunakan ada 4 jenis susu,yaitu susu skim (bubuk), susu fullcream, susu segar, dan susu kental manis. Masing-masing susu yang dibutuhkan sebanyak 100 ml. Masing-masing susu di masukkan ke dalam beaker glass 250 ml, kemudian panaskan hingga mendidih. Pemanasan susu hingga mendidihbertujuan untuk menghilangkan mikroorganisme yang terrdapat pada susu. Selama pemanasan sampai susu mendidih, susu diaduk supaya tidak menimbulkan buih. Setelah mendidih, selajutnya angkat susu dan amati warna, aroma, dan kenampakan susu untuk hari ke 0. kemudian susu sebanyak 100 ml dalam beaker glass 250 ml di bagi 2 untuk di simpan dalam suhu kamar dan suhu ruang. Selanjutnya amati warna, aroma, dan kenampakan. Untuk suhu dingin dilakukan pengamatan pada hari ke-3 dan ke-7 sedangkan untuk suhu ruang pada hari ke-2 dan ke-3.
b. Berat Jenis Susu
Pada praktikum uji berat jenis susu dilakukan menggunakan lactometer. Lactometer adalah alat untuk mengukur berat jenis susu. Pertama yang dilakukan yaitu menyiapkan susu skim, susu fullcream, susu segar, dan susu kental manis  masing-masing 400 ml. Masukkan susu tersebut secara bergantian ke dalam gelas ukur 500ml. Setelah itu celupkan lactometer ke dalam gelas ukur yang berisi susu sampai melayang. Kemudian lihat skala yang ada pada lactometer lalu catat. Skala tersebut menunjukkan berat jenis dari susu. Jika lactometer terlalu tenggelam maka nilai berat jenisnya semakin kecil dan sebaliknya.Untuk hasil yang akurat maka pengukuran pada tiap sampel dilakukan sebanyak 3 kali.

5.2 Analisis Data
5.2.1 Kuning Telur Sebagai Emulsifier
Berdasarkan data hasil pengamatan dapat terlihat ketika minyak dicampurkan dengan air terbentuk 2 fase yaitu fase minyak dan fase air, dimana minyak terdapat pada lapisan atas dan air di lapisan bawah. Menurut hasil pengamatan jika minyak dan air dicampurkan maka tidak akan tercampur atau larut. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa emulsi W/O tidak akan merubah sifatnya bila ditambahkan minyak, sebaliknya emulsi W/O tidak akan berubah sifatnya bila ditambahkan air. Berarti emulsi minyak dengan air akan selalu terpisah. Hal ini sangat sesuai dengan hasil pengamatan yang diperoleh.
Selanjutnya didalam larutan tersebut ditambahkan kuning telur dan hasilnya yaitu terjadi homogenisasi antara kedua larutan dengan kuning telur.hal ini membuktikan bahwa kuning telur merupakan emulsi karena bentuk molekulnya yang dapat terikat dengan baik pada air maupun minyak dan kuning telur mengandung lesitin yang dapat menstabilkan emulsi.Kuning telur sendiri disebut emulsifier permanen, dimana larut sepenuhnya.
     Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan pada acara emulsifier.Sampel pertama yang digunakan adalah kuning telur 10 ml yang telah dikocok terlebih dahulu dan didiamkan dalam keadaan dibuka di suhu refrigerant selama 30 menit.Kuning telur tersebut menjadi lebih padat karena kuning telur mengalami koagulasi.Kuning telur dicampurkan dengan air 20 ml dan minyak goreng 20 ml kedalam beaker glass.Campuran kuning telur dimasukkan kedalam beaker glass lalu dipanaskan di penangas listrik.Sebelum dipanaskan warna kuning telur tersebut kuning tetapi lebih pekat atau warna kuningnya lebih tajam dibandingkan dengan kuning telur yang sudah dikocok dan berada pada suhu ruang.Setelah dipanaskan warna yang dihasilkan putih kekuningan dengan adanya kekeruhan yang ditandai dengan partikel yang besar-besar.Homogenitas dan stabilitasnya meningkat karena pada kuning telur mengandung lesitin yang dapat menstabilkan emulsi, dan kehomogenannya terjadi karena adanya pemanasan, pengadukan mekanis yang kuat, dan sentrifusi dalam kecepatan tinggi.
Sampel kedua yang digunakan adalah kuning telur 10 ml yang telah dikocok terlebih dahulu dan didiamkan dalam keadaan terbuka di suhu ruang selama 30 menit.Kemudian dicampurkan dengan air 20 ml dan minyak goreng 20 ml kedalam beaker glass.Setelah itu dicampurkan kuning telur kedalam beaker glass tersebut lalu dipanaskan dengan penangas listrik.Warna yang awalnya sebelum dipanaskan berwarna kuning terang.Setelah dipanaskan menjadi kuning keruh dan tingkat kehomogenannya kurang maksimal.Hal ini dikarenakan pada suhu ruang kualitas kuning telur menurun.Kekeruhan yang terjadi disebabkan oleh rusaknya komponen-komponen dari emulsi tersebut dan penguapan air serta perubahan pada lemak kuning telur oleh pemanasan yang dilakukan.Kekeruhan yang terlihat menunjukkan tingkat stabilitas emulsi.Semakin keruh warnanya maka semakin stabil emulsi yang terbentuk.
Sampel ketiga yang digunakan adalah kuning telur 10 ml dari telur yang masih utuh dan didiamkan dalam suhu refrigerant selama 30 menit.Kemudian telur tersebut dibuka lalu dikocok dan diambil 10 ml. Campurkan dengan air 20 ml dan minyak goreng 20 ml kedalam beaker glass.Warna kuning telur tersebut lebih pekat atau lebih tajam.Campurkan kuning telur kedalam beaker glass tersebut lalu panaskan di penangas listrik selama 5 menit.Setelah dipanaskan warna yang dihasilkan menjadi putih pekat dan terdapat gumpalan-gumpalan besar sehingga homogenitasnya dan kestabilannya tinggi. Hal ini sesuai dengan literatur karena penyimpanan telur dalam refrigeran akan meningkatkan kualitas telur dan pemecahan emulsi dapat dipicu dengan adanya pemanasan, pengadukan mekanis yang kuat selama pengocokan.
Sampel keempat yang digunakan adalah kuning telur 10 ml yang telah dikocok terlebih dahulu dan didiamkan dalam keadaan dibuka di suhu ruang.Kuning telur tersebut menjadi lebih padat.Campurkan dengan air 20 ml dan minyak goreng 20 ml kedalam beaker glass.Campurkan kuning telur kedalam beaker glass tersebut lalu panaskan di penangas listrik selama 5 menit.Setelah dipanaskan warna yang dihasilkan kuning agak keruh, homogenisasi dan stabilitasnya menurun.Homogenitas ditandai dengan kekeruhan ini disebabkan karena ukuran partikel bahan terdispersi serta jenis dan konsentrasi bahan pengemulsi dan pemecahan emulsi dapat dipicu dengan adanya pemanasan, pengadukan mekanis yang kuat, dan sentrifusi kecepatan tinggi.

5.2.2 Daya Buih Telur
Berdasarkan data hasil pengamatan pada tabel 4.2.1 (daya buih telur), sampel kontrol memiliki volume buih awal yaitu 80 ml.  Setelah didiamkan 30 menit, volume buih akhir adalah 70 ml. Volume buih telur setelah didiamkan 30 menit berkurang sebanyak 10 ml. Pada sampel ditambah cream of tartar memiliki volume buih awal 50 ml. Setelah didiamkan 30 menit, volume buih akhir 49 ml. Volume buih telur setelah didiamkan 30 menit  berkurang sebanyak 1 ml. Pada sampel ditambah minyak goreng memiliki volume awal 25 ml, setelah didiamkan 30 menit, volume buih akhir 23 ml. Volume buih telur setelah didiamkan 30 menit berkurang 2 ml. Sedangkan pada sampel ditambah jus lemon memiliki volume buih awal yaitu 34 ml. Setelah didiamkan 30 menit, volume buih akhir adalah 30 ml. Volume buih telur setelah didiamkan 30 menit berkurang sebanyak 4 ml.
Sampel yang diberi penambahan cream of tartar memiliki perubahan volume sebanyak 1 ml. Hal ini disebabkan karena cream of tartar merupakan bahan kimia yang termasuk garam asam dan berfungsi sebagai agen stabilisator.Pada data pengamatan tidak sesuai dengan literatur, seharusnya volume buih yang dihasilkan lebih banyak karena cream of tartar berfungsi untuk menstabilkan dan memberikan volume lebih pada putih telur saat pengocokan atau pemixeran.Penyimpangan ini mungkin disebabkan karena tidak adanya pengontrolan kecepatan pada saat pemixeran.
Sampel yang diberi penambahan lemon  memiliki perubahan volume sebanyak 4 ml. Hal ini tidak sama dengan literatur. Karena lemon yang ditambahkan pada putih telur seharusnya akan meningkatkan kestabilan karena lemon banyak mengandung asam sitrat kira-kira sebanyak 5,97 g dalam 100 g asam lemon sehinngga akan mempengaruhi protein ovomucin sebagai pembentuk struktur putih telur. Asam dan garam asam dapat meningkatkan kestabilan dengan cara mengubah konsentrasi protein yang terdenaturasi pada wilayah interfase cair dan udara dalam buih (Baldwin dan Cotterill, 1979). Protein akan lebih mudah diadsorbsi ke permukaan karena lebih mudah terdenaturasi (Cherry dan Mcwatters, 1981) saat dikocok. Penyimpangan ini mungkin dikarenakan konsentrasi asam sitrat yang terdapat di dalam lemon belum mencukupi untuk menstabilkan buih putih telur.
Sampel yang diberi penambahan minyak goreng  memiliki perubahan volume sebanyak 2 ml. Hal ini disebabkan karena pada minyak goreng mengandung asam lemak yang yang memiliki efek negatif dalam pengembangan dan stabilitas buih telur. Stabilitas buih telur yang dicampur dengan minyak akan menghambat buih putih telur sehingga stabilitasnya menurun.

a. Uji Kualitas Susu
Pada pratikum uji kualiatas susu, pratikan menggunakan 4(empat) jenis susu yaitu susu bubuk (skim), susu bubuk (full cream), susu segar, serta susu kental manis. Berdasarkan hasil pengamatan parameter yang digunakan meliputi : warna, aroma, dan kenampakan terhadap susu yang disimpan pada suhu dingin dan suhu ruang. Pengamatan susu pada suhu dingin dilakukan pada hari ke-3 dan hari ke-7. Dan pada suhu rendah dilakuakan pada hari ke-0 ,ke-2, dan hari ke-3. 
Bahan baku susu bubuk (skim), susu bubuk (full cream), susu segar, serta susu kental manis mempunyai hasil yang sangat berbeda. Hal ini disebabkan karena pada kadar lemaknya sedangkan kadar laktosa susu dalam jumlah relative sama, sehingga terbentuk asam laktat dalam jumlah yang sama. Suhu dan lama penyimpanan menunjukkan hubungan interaksi secara nyata.  pada penyimpanan suhu rendah (dingin) dan suhu ruang susu bubuk skim dari penyimpanan tiga hari  tidak terjadi perbeda nyata dengan empat hari terhadap parameter warnanya, namun berbeda nyata terhadap paramemeter  aroma dan kenampakan , pada parameter aroma susu berubah semakin asam pada suhu ruang, sedangkan pada suhu dingin tidak terjadi perubahan aroma dan Pada parameter kenampakan terjadi perubahan pada suhu ruang yaitu protein susu pecah atau terdenaturasi , dan juga terjadi penggumpalan. Sedangkan pada penyimpanan suhu dingin air dengan lemak susu terpisah. Pada penyimpanan suhu rendah(dingin) dan suhu ruang susu bubuk full cream dan susu segar  dari penyimpanan tiga hari terjadi perbedaan yang nyata yaitu pada parameter  warna,  parameter aroma, dan kenampakannya, pada penyimpanan tiga hari pada suhu ruang warnanya semakin kuning kecoklatan, aromanya semakin menyengat,dan kenampakannya buih terpisah banyak, dan terjadi penggumpalan.  sedangkan pada penyimpanan empat hari penyimpanan suhu rendah(dingin) tidak terjadi perbedaan yang nyata dan kenampakannya tetap cair. . Pada penyimpanan suhu rendah(dingin) dan suhu ruang susu kental manis  dari penyimpanan tiga hari terjadi perbedaan yang nyata yaitu pada parameter  warna,  parameter aroma, dan kenampakannya ,  pada penyimpanan tiga hari pada suhu ruang warnanya semakin kuning kecoklatan, aromanya semakin menyengat dan kenampakannya hanya terlihat pada hari ke-0 yaitu tidak terpisah dan buihnya hanya sedikit, sedangkan pada hari ke-2 dan ke-3 kenampakannya berubah menjadi cair. Sedangkan pada penyimpanan empat hari penyimpanan suhu rendah(dingin) tidak terjadi perbedaan yang nyata dan kenampakannya tetap cair dan aromanya tidak menyengat dan warnanya tetap sama dengan hari ke-3 yaitu berwarna gelap.
Faktor penyimpanan suhu berpengaruh besar terhadap pembentukan kadar asam laktat dimana suhu penyimpanan rendah (suhu dingin) diperoleh kadar asam laktat dalam konsentrasi rendah, karena adanya hambatan pertumbuhan bakteri asam laktat  (Winarno dan Jene, 1982), adapun untuk suhu ruang yang suhunya lebih tinggi menyebabkan pertumbuhan bakteri asam laktat menjadi optimal dan cepat sehingga diperoleh kadar asam yang lebih tinggi yang ditandai dengan aroma yang menyengat dan terdapat gumpalan-gumpalan (Kosikowski,1982).
b. Berat Jenis Susu
Berat jenis susu merupakan perbandingan antara berat susu tersebut dengan berat air pada suhu dan volume yang sama. Berat Jenis tidak memiliki satuan. Berat jenis susu rata-ratanya adalah 1,028 menurut standart SNI 01-3141-1998 pada suhu kamar. Berat jenis susu dipengaruhi oleh padatan total dan padatan tanpa lemak. Kadar padatan total susu akan diketahui jika diketahui berat jenis dan kadar lemaknya. Berat jenis susu diukur menggunakan lactometer. Lactometer adalah hydrometer dimana skalanya sudah disesuaikan dengan berat jenis susu. Prinsip kerja alat ini mengikuti hokum Archimedes yaitu jika suatu benda dicelupkan ke dalam cairan maka benda tersebut akan mendapatkan tekanan ke atas sesuai dengan berat volume cairan yang dipindahkan atau diisi. Jika lactometer dicelupkan ke dalam susu yang rendah berat jenisnya maka lactometer akan tenggelam lebih dalam dibandingkan jika lactometer tersebut dicelupkan dalam susu yang berat jenisnya tinggi. Sampel susu sebanyak 400 ml dituangkan kedalam gelas ukur 500ml tanpa menimbulkan buih. Laktometer dimasukkan kedalam gelas ukur, diputar-putar sepanjang dinding gelas ukur agar suhunya merata, dan dicatat berat jenis dan suhu dari susu tersebut. Pengukuran dengan laktometer dilakukan sebanyak 3 kali untuk mendapatkan hasil pengukuran berat jenis susu yang akurat. Dari hasil praktikum didapatakan data pengukuran berat jenis pada 4 jenis susu yaitu susu skim, susu bubuk fullcream, susu segar dan susu kental manis. Nilai rata-rata berat jenis susu bervariasi pada setiap jenis susu. Pada susu skim didapat rata-rata 1,040, susu fullcream rata-ratanya 1,032, susu segar rata-ratanya 1,026, susu kental manis rata-ratanya 1,030. Berat jenis susu dari yang paling besar berurutan yaitu susu skim, susu fullcream, susu kental manis, dan susu segar. Berat jenis susu, ada yang telah memenuhi syarat yang ditetapkan SNI 01-3141-1998 dan ada yang belum. Berat jenis yang lebih kecil disebabkan oleh perubahan kondisi lemak dan adanya gas yang timbul didalam air susu. Selain itu juga disebabkan oleh karena susu umurnya sudah lama dan disimpan dalam freezer dalam keadaan terbuka sehingga uap air masuk ke dalam susu sehingga susu terlalu encer. Berat jenis yang lebih besar menunjukkan kandungan lemak pada susu masih sangat tinggi sehingga susu sedikit kental.



BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
            Dari praktikum ini dapat diambil kesimpulan, bahwa :
1.      Pengocokan merupakan salah satu factor yang mempengaruhi proses pembentukan buih
2.      Cream of tartar merupakan bahan yang baik sebagai penstabil emulsi
3.      Kuning telur merupakan emulsifier yang kuat
4.      Penyimpanan susu pada suhu rendah dapat mengakibatkan kadar asam laktat dalam konsentrasi rendah karena adanya hambatan pertumbuhan bakteri asam laktat
5.      Berat jenis susu dari yang paling besar berurutan yaitu susu skim, susu fullcream, susu kental manis, dan susu segar

6.2 Saran
1.      Asisten hendaknya lebih jelas saat menerangkan
2.      Koreksi revisi hendaknya yang lebih jelas dan konsisten, penulisannya menurut buku panduan yang telah diterbitkan oleh universitas atau bukan, karena ditemukan beberapa koreksi yang berbeda dengan buku panduan.



Daftar Pustaka

Almatsier, S, 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Andershon, J. D. 1996. Foundations of Chemistry, 2nd Edition. Wesley Longman Inc.,Australia.

Anneahira.2012.Pasteurisasi Susu.http://www.anneahira.com/pasteurisasi-susu.htm [25 April 2013]

Buckle KA, Edwars RA, Fleet HA, Wootton M. 1985. Ilmu Pangan. Purnomo H,Adiono, penerjemah. Jakarta: UI Press.

Buckle K.A., dkk.2009. Ilmu Pangan.Jakarta:Universitas Indonesia

Cherry, J. P. and K. H. Mc. Watters. 1981. Whippability and Aeration. Dalam : J. P. Cherry. Protein Fuctionality in Foods. American Chemical Society, Washington, D. C.

Dwidjoseputro, D. 1978. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT. Gramedia, Jakarta

Fessenden, Ralph J dan Joan S. Fessenden.1989. Kimia Organik edisi ketiga. Jakarta: Erlangga.

Gaman PM, Sherrington KB. 1992. Ilmu Pangan: Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Khomsan A. 2004. Peranan Pangan dan Gizi Untuk Kualitas Hidup. Jakarta: Gramedia.

Matz SA, Matz TD. 1978. Cookie and Cracker Technology. Westport: Avy Publishing Company.

Reithel, F.J. 1967. Concepts in Biochemistry. McGraw-Hill Inc., USA

Rhodes, M.B., N. Bennett dan R.E. Feeney. 1960. The trypsin and chymotrypsin inhibitors from avian egg white. J. Biol. Chem. 235:1686-1693

Routh, J.I, 1969, ESSENTIAL of GENERAL ORGANIC and BIOCHEMISTRY, W.B.Sounders Company, Philadelphia

Salisbury, F. dan C. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. ITB, Bandung.

Salisbury, Frank B. dan Cleon. 1995. Plant Physiology. Ross Wodsworth Publishing Company A Divission of Wodswort Inc., California

Siswono,. 2005. Program ASI Eksklusif Hingga Bayi Usia Enam Bulan. Available at : http://www.mediaindo.co.id. (Akses 29 Maret 2011)

Stadelman, W. F. dan O. J. Cotterill. 1995. Egg Science and Technology. 4th Edition. Food Products Press., An Imprint of the Haworth Press, Inc., New York.

Tarwotjo CS. 1998. Dasar-dasar gizi Kuliner. Jakarta: Grasindo

Watson, Roger. 2002. Anatomi dan Fisologi untuk perawat/ alih bahasa, Sitti Syabariyah; editor edisi Bahasa Indonesia, Komalasari, --Ed. 10. –Jakarta: EGC

Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Wong, D.W.S. 1989. Mechanism and Theory in Food Chemistry. New York: Van Nostrand Reinhold.

Zayas, J. F. 1997. Functionality of Protein in Food. Springer, Verlag Berlin, Heidenberg.