“LAPORAN SUSU, TELUR DAN
PRA PROSES”
TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN
DAN HASIL PERTANIAN
Oleh :
Kelompok 6
Ilmi Khoirunnisa’ (1005)
Feri Defrianto (1022)
Fitria Nurukaromah (1019)
Nurus Zahro (1044)
Rahayu Nagura Bakti (1043)
Dyah Ayu Ramadani (1047)
TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI
PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Susu merupakan hasil sekresi kelenjar
susu hewan mamalia betina sebagai sumber gizi anaknya. Untuk keperluan
komersial, sumber susu yang paling umum digunakan adalah sapi. Namun ada juga
yang menggunakan ternak lain seperti domba, kambing, dan kerbau. Susu normal
berwarna putih kekuningan. Variasi warna pada susu disebabkan karena adanya
perbedaan pakan yang diberikan pada sapi dan karena factor keturunan. Cita rasa
agak manis pada susu berasal dari laktosa, sedangkan rasa asin dari klorida.
Penggumpalan merupakan sifat yang paling khas pada susu, yang diakibatkan
kegiatan enzim atau penambahan asam. Penggumpalan susu biasanya disebabkan
karen kerja enzim proteolitik. Umumnya susu mengandung air 87,1%, lemak 3,9%,
protein 3,4%, laktosa 4,8%, abu 0,72% dan beberapa vitamin yang larut dalam
lemak susu, yaitu vitamin A, D, E dan K.
Telur
merupakan bahan makanan yang mudah rusak dan memiliki daya simpan yang tidak
lama. Apabila dikocok, putih telur dapat membentuk buih. Sedangkan kuning telur mengandung lesitin yang dapat digunakan
sebagai pengemulsi. Praktikum ini dilakukan untuk menguji kualitas susu. Selain
itu, juga untuk mengetahui sifat-sifat dari telur sebagai pengemulsi dan
kemampuan putih telur untuk menghasilkan buih.
1.2
Tujuan
1. Memperkenalkan
buih dan menganalisis hal-hal yang mempengaruhi proses pembentukan dan
stabilitas buih tersebut
2. Mengetahui
fungsi kuning telur sebagai pengemulsi
3. Mengetahui
pengaruh faktor suhu penyimpanan terhadap pembentukan kadar asam laktat pada
susu
4. Mengetahui
perbedaan berat jenis pada susu
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Susu
Susu
merupakan hasil sekresi kelenjar susu hewan mamalia betina sebagai sumber gizi
anaknya. Kebutuhan gizi pada setiap hewan mamalia betina bervariasi sehingga
kandungan susu yang dihasilkan juga tidak sama pada hewan mamalia yang berbeda
(Potter, 1976). Menurut Winarno (1993), susu adalah cairan berwarna putih yang
disekresi oleh kelenjar mammae (ambing) pada binatang mamalia betina, untuk
bahan makanan dan sumber gizi bagi anaknya. Sebagian besar susu yang dikonsumsi
manusia berasal dari sapi. Susu tersebut diproduksi dari unsure darah pada kelenjar
susu sapi. Sedangkan menurut Buckle (1985), susu didefinisikan sebagai sekresi
dari kelenjar susu binatang yang menyusui anaknya.
Untuk
keperluan komersial, sumber susu yang paling umum digunakan adalah sapi. Namun
ada juga yang menggunakan ternak lain seperti domba, kambing, dan kerbau. Alat
penghasil susu pada sapi biasanya disebut ambing. Ambing terdiri dari 4
kelenjar yang berlainan yang dikenal sebagai perempatan (quarter). Masing –
masing perempatan dilengkapi dengan satu saluran ke bagaian luar yang disebut
putting. Saluran ini berhubungan dengan saluran yang sebenarnya menyimpan susu.
Klelenjar tersebut terdiri dai banyak saluran cabang yang lebih kecil yang
berakhir pada suatu pelebaran yang disebut alveoli, di alveoli itu susu
dihasilkan (Buckle, 1985).
2.2
Karakteristik Susu
Kerapatan
susu bervariazi antara 1,0260 – 1,0320 pada suhu 20°C. Adanya perbedaan
kerapatn pada masing – masing susu disebabkan karena perbedaan kandungan lemak
dan zat – zat padat bukan lemak yang ada di dalam susu. Derajat keasaman (pH) susu
segar berada di antara pH 6,6 – 6,7. Akan tetapi bila susu mengalami cukup
banyak pengasaman oleh aktivitas bakteri, maka nilai pH susu akan menurun.
Apabila pH susu di atas pH 6,6 – 6,8 biasanya hal ini disebabkan karena adanya
penyakit pada sapi yang menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan mineral
di dalam susu (Buckle dkk, 2009).
Susu
normal berwarna putih kekuningan. Variasi warna pada susu disebabkan karena
adanya perbedaan pakan yang diberikan pada sapid an karena factor keturunan.
Cita rasa agak manis pada susu berasal dari laktosa, sedangkan rasa asin dari
klorida. Penggumpalan merupakan sifat yang paling khas pada susu, yang
diakibatkan kegiatan enzim atau penambahan asam. Penggumpalan susu biasanya
disebabkan karen kerja enzim proteolitik.
2.3
Komposisi Susu
Susu
merupakan makanan alami yang hampir sempurna. Sebagian besar zat gizi esensial
ada dalam susu, diantaranya yaitu protein, kalsium, fosfor, vitamin A, dan
tiamin (vitamin B1). Susu merupakan sumber kalsium paling baik, karena di
samping kadar kalsium yang tinggi, laktosa di dalam susu membantu absorpsi susu
di dalam saluran cerna (Almatsier, 2002). Menurut Murti (2004), Komposisi susu
sangat beragam, bergantung pada beberapa factor antara lain bangsa sapi,
tingkat laktasi, pakan, interval pemerahan, suhu dan umur sapi. Umumnya susu
mengandung air 87,1%, lemak 3,9%, protein 3,4%, laktosa 4,8%, abu 0,72% dan
beberapa vitamin yang larut dalam lemak susu, yaitu vitamin A, D, E dan K.
Menurut
Winarno (1993), Kandungan air di dalam susu tinggi sekali yaitu sekitar 87,5%.
Meskipun kandungan gulanya juga cukup tinggi yaitu 5%, tetapi rasanya tidak
manis. Daya kemanisan hanya seperlima kemanisan gula pasir (sukrosa). Kandungan
laktosa bersama dengan garam bertanggung jawab erhadap rasa susu yang spesifik.
Karbohidrat
utama yang terdapat di dalam susu adalah laktosa. Laktosa adalah disakarida
yang terdiri dari glukosa dan galaktosa.Enzim lactase bertugas memecah laktosa
menjadi gula – gula sederhana yaitu glukosa galaktosa. Pada usia bayi tubuh
kita menghasilkan enzim lactase dalam jumlah cukup sehingga susu dapat dicerna
dengan baik. Namun seiring dengan bertambahnya usia,keberadaan enzim lactase
semakin menurun sehingga sebagian dari kita akan menderita diare bila
mengonsumsi susu (Khomsan, 2004).
Kandungan
Zat Gizi
|
Komposisi
|
Energi
(kkal)
Protein
(g)
Lemak (g)
Karbohidrat
(g)
Kalsium
(mg)
Fosfor
(mg)
Besi (mg)
Vitamin A
(µg)
Vitamin B1
(mg)
Vitamin C
(mg)
Air (g)
|
61
3.2
3.5
4.3
143
60
1.7
39
0.03
1
88.3
|
Sumber: Daftar Komposisi Bahan Makanan
(Depkes RI, 2005)
Selain
Selain zat – zat gizi tersebut di atas, pada susu sapi juga terkandung unsure
gizi yang mampu menjaga kestabilan kualitas dan berat tubuh manusia. Hal ini
disebabkan karena di dalam susu terdapat tiga kandungan gizi dan asm lemak susu
yang cucup penting untuk tubuh manusia, yakni asam butirat, asam linoleat
terkonjugasi (ALT), dan fosfolipid mampu menhindarkan tumor, menurunkan resiko
kanker, hipertensi dan diabetes. Dua asam lemak susu tersebut juga mampu
mengontrol lemak dan perkembangan berat badan. Dengan demikian jumlah lemak
yang masuk ke dalam tubuh akan tersaring oleh ALT dengan sendirinya (Siswono,
2005).
2.4
Macam-macam Pasteurisasi Susu
Munurut beberapa
sumber ilmiah, pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan pada suhu dibawah
atau diatas 100°C dalam jangka waktu tertentu yang dapat mematikan sebagian
mikroba yang ada dalam susu. Selain ditujukan untuk membunuh mikroba pembawa
penyakit (pathogen) seperti bakteri TB, Coli, dll, proses pasteurisasi yang
dilanjutkan dengan pendinginan segera akan menghambat pertumbuhan mikroba yang
atahan suhu pasteurisasi juga akan merusak system enzimatis yang dihasilkannya
(misalnya enzim phospatase, lipase, dll), sehingga dapat mengurangi kerusakan
zat gizi serta memperbaiki daya simpan susu (keeping quality) dan
mempertahankan rupa maupun cita rasa susu segar.
Dilihat ddari
ketinggian suhu pada proses pasteurisasi dilakukan, dikenal beberapa teknik
dalam melakukan pasteurisasi, yaitu:
1. Pasteurisasi
model HTST
HTST
adalah singkatan dari High Temperature Short Time proses pemanasan dengan suhu
tinggi dalam waktu yang singkat. Pemanasan pada model THST ini dilakukan pada
suhu 75°C selama 15 detik. Dalam proses pasteurisasi model HTST ini menggunakan
alat yang disebut Heat Plate Exchanger atau semacam perubaha suhu tinggi
2. Pasteurisasi
model model UHT
UHT
adalah singkatan dari Ultra High Temperature atau proses pemanasan dengan suhu
sangat tinggi dan dalam waktu yang lebih singkat. Pemanasan model UHT ini
dilakukan dalam suhu 130°C selama 0,5
detik saja. Pemanasan dilakukan dalam tekanan tinggi. Melalui proses ini
seluruh mikroba yang terdapat dalam makanan dan minuman mati, sehingga produk
susu yang dipanaskan dengan UHT ini sering pula dikenal dengan nama susu steril.
3. Pasteurisasi
model LTLT
LTLT
adalah singkatan dari Low Temperature Long Time atau pemanasan dengan sushu
rendah dan dalam waktu yang cukup lama.LTLT dilakukan pada suhu rendah sekitar
60°C dalam waktu 30 menit.Perbedaan tinggi rendahnya suhu dalam pateurisasi
tersebut berbeda pula pada umur atau ketahanan makanan dan minuman yang
dipasteurisasi.Susu yang menggunakan pasteurisasi HTST misalnya, bisa tahan
selama 1 minggu tanpa mengubah rasa. Sementara susu yang dipanaskan dengan
system UHT bisa tahan sampai dengan 6 bulan.
2.5
Pengertian Protein dan Denaturasi Protein
2.5.1
Protein
Protein adalah zat makanan yang paling kompleks.
Protein terdiri dari karbon, hydrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur, dan
biasanya fosfor. Protein sering disebut sebagai zat makana bernitrogen karena
protein merupakan satu-satunya zat
makanan yang mengandung unsur nitrogen. Protein esensial untuk
pembangunan protoplasma hidup karena terdiri dari unsure karbon, hidrogen,
oksigen, nitrogen, dan sulfur. Protein terkandung dalam makanan nabati dan
hewani, tetapi protein hewani paling bernilai untuk tubuh manusia sebagai
materi pembangun karena komposisinya sama dengan protein manusia. Di lain pihak
protein nabati lebih murah. Protein ini lebih bermanfaat sebagai bahan bakar tubuh
daripada sebagai pembangun tubuh, tetapi menyediakan asam amino lebih murah
yang dibutuhkan tubuh untuk membangun jaringan (Watson, 2002).
Semua
protein dibuat dari substansi lebih sederhana, yang disebut asam amino. Terdapat
kira-kira 20 asam amino, tetapi masing-masing protein mengandung hanya beberapa
asam amino tersebut. Asam amino seperti huruf yang dapat membentuk kata.Setiap
kata merupakan kombinasi huruf yang berbeda-beda. Protein dalam bahan makanan
yang berbeda mengandung kombinasi asam amino yang berbeda.Sepuluh asam amino
esensial ditemukan dalam protein manusia. Asam amino tersebut merupakan asam
amino yang tidak dapat diproduksi oleh tubuh. Protein yang mengandung ke- 10
asam amino tersebut disebut protein lengkap, misalnya albumin, myosin, dan
kasein. Protein yang tidak mengandung ke-10 asam amino itu disebut protein
tidak lengkap, misalnya gelatin yang terkandung dalam semua jaringan fibrosa
dan diekstraksi dari tulang dan kaki anak sapi dalam pembuatan sup dan
agar-agar. Protein hewani seperti telur, susu, dan daging tidak hanya
mengandung semua asam amino yang dibutuhkan tubuh, tetapi juga semua asam amino
dalam proporsi yang baik, yang disebut protein
kelas pertama dan merupakan materi pembangun paling baik untuk jaringan
tubuh. Protein nabati, seperti ketan dan polong-polongan, mengandung hanya
sejumlah kecil asam amino, yakni satu atau asam amino dari sepuluh yang
esensial untuk tubuh, dan dengan demikian disebut protein kelas kedua, karena
asam amino tersebut bukan merupakan zat pembangun yang baik (Watson, 2002).
2.5.2 Denaturasi Protein
Denaturasi protein adalah kondisi di mana struktur sekunder,
tersier maupun kuartener dari suatuprotein mengalami modifikasi tanpa ada
pemecahan ikatan peptida. Denaturasi dapatberupa rusaknya struktur tiga matra
dari suatu protein. Denaturasi protein ada duamacam, yaitu pengembangan rantai
peptide (terjadi pada polipeptida) dan pemecahanprotein menjadi unit yang lebih
kecil tanpa disertai pengembangan molekul (terjadipada ikatan sekunder).
Asam amino merupakan senyawa organik yang merupakan
satuan penyusun protein yangmempunyai gugus amino dan karboksilat.Oleh karena
itu asam amino mempunyai sifat asammaupun basa. Struktur sederhana dari asam
amino adalah: NH2|R-CH-COOH. Suatu asam amino mengandung gugus amina yang
bersifat basa dan gugus karboksil yangbersifat asam dalam molekul yang sama.
Suatu asam amino yang mengalami reaksi asam basainternal, yang menghasilkan
suatu ion dipolar yang disebut sebagai switter ion.Karena terjadinyamuatan ion,
suatu asam amino mempunyai banyak sifat garam.Pxa suatu asam amino bukanlah Pxa
dari gugus -COOH melainkan dari gugus -NH3 dan sebaliknya (Fessenden, 1989).
Asam amino tidak selalu
bersifat seperti senyawa-senyawa organik, misalnya titik lelehnyadiatas 200*C,
sedangkan kebanyakan senyawa organik dengan bobot molekul sekitar itu
berupacairan pada temperatur kamar. Asam amino larut dalam air dan pelarut
polar lain, tetapi tidak larut dalam pelarut non-polar, seperti dietil
eter atau benzena. Asam amino mempunyai momendipol yang besar dan juga mereka
kurang bersifat asam dibandingkan sebagian besarasam karboksilat, dan kurang
bisa dibandingkan dengan sebagian besar amina (Fessenden, 1990).
Asam amino bersifat
antara asam lemah dan basa lemah, ia akan terionisasi diantara asam danbasa
dalam larutan berair yang disebut amfoterik, sebagai contoh adalah glisin.
Senyawa-senyawa amfoterik akan bereaksi dengan asam ataupun basa dan membentuk
garam (Routh,1969). Dua asam amino berikatan melalui suatu ikatan peptida dengan
melepas sebuah molekul air.
2.6
Faktor yang Mempengaruhi Denaturasi Protein
Faktor-faktor
yang dapat menyebabkan terjadinya denaturasi protein yaitu suhuyang tinggi,
keasaman (perubahan pH yang ekstrim), pelarut organik, zat kimia tertentu (urea,
detergen) atau karena pengaruh mekanik (goncangan) (Andershon, 1996). MenurutReithel
(1967), denaturasi juga dapat disebabkan oleh berbagai faktor ialah panas,
konsentrasi ion hidrogen yang tinggi, serta penyinaran seperti radiasi ultra
violet (UV). Karena denaturasi merupakan awal terjadinya koagulasi dan
flokulasi sehingga dapatdikatakan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan
penggumpalan tersebut sama.
Mekanisme terjadinya penggumpalan,
yaitu suhu mempengaruhi reaksi dengnmengubah bentuk enzim. Bentuk enzim
menentukan kemampuannya, baik untuk bergabungdengan substrat maupun untuk
katalisis (pengaruh terhadap laju reaksi maksimum). Berbagai enzim, bahkan yang
berasal dari spesies yang sama, responnya terhadap suhusering sangat berbeda.
Jenis ikatan antara enzim dan substrat bisa kovalen, ionik, hidrogen,dan van
der Waals. Ikatan kovalen dan ionik paling penting dalam hal energi pengaktifan
untuk suatu reaksi, tapi lebih banyak ikatan hidrogen dan interaksi van der
Waals yangberperan dalam orientasi struktural kompleks enzim-substrat
(Salisbury dan Ross, 1995). Menurut Sallisburyet al.,(1995), denaturasi dapat
bersifat revesible atauirevesible. Percobaan denaturasi koagulasi protein putih
telur ini merupakan salah satu contoh denaturasi irrevesible. Dwidjoseputro
(1978) menyatakan bahwa molekul-molekul protein yang telah kehilangan
sifat-sifat yang semula, tidak mungkin mendapatkan sifat itukembali. Hal ini
dapat dilihat dari hasil percobaan yang telah dilakukan dimana protein putih telur
yang telah terdenaturasi oleh alkohol tidak dapat balik (irreversibel) karena
pada penambahan aquadestilata, protein yang menggumpal tidak dapat kembali
seperti semula. Suhu tinggi dengan mudah memutuskan ikatan hidrogen dan sering
menyebabkan denaturasi tidak balik. Pemanasan yang ekstrim menyebabkan
terbentuknya ikatan kovalenantara rantai polipeptida atau antar bagian dari
rantai yang sama dan ikatan tersebut mantap sehingga tidak mudah putus.
2.7
Daya Buih Telur
Buih dapat didefinisikan sebagai dua
fase yang terdiri atas fase gas dalam fase cair (Zayas, 1997). Buih merupakan
dispersi koloid dari fase gas yang terdispersi di dalam fase cair atau fase
padat. Daya buih merupakan ukuran kemampuan putih telur untuk membentuk buih
jika dikocok dan biasanya dinyatakan dalam persen terhadap putih telur
(Stadelman dan Cotterill, 1995).
Mekanisme terbentuknya buih diawali
dengan terbukanya ikatan-ikatan dalam molekul protein sehingga rantainya
menjadi lebih panjang. Tahap selanjutnya adalah proses adsorpsi yaitu
pembentukan monolayer atau film dari protein yang terdenaturasi. Udara
ditangkap dan dikelilingi oleh film dan membentuk gelembung. Pembentukan
lapisan monolayer kedua dilanjutkan di sekitar gelembung untuk mengganti bagian
film yang terkoagulasi. Film protein dari gelembung yang berdekatan akan berhubungan
dan mencegah keluarnya cairan. Terjadinya peningkatan kekuatan interaksi antara
polipeptida akan menyebabkan agregasi (pengumpulan) protein dan melemahnya
permukaan film dan diikuti dengan pecahnya gelembung buih (Cherry dan McWaters,
1981). Perubahan tersebut menyebabkan hilangnya daya larut atau sifat koagulasi
putih telur, dan absorpsi buih penting untuk kestabilan buih (Stadelman dan
Cotterill, 1995). Semakin lama ikatan yang terbentuk tersebut akan semakin
melemah dan tirisan akan keluar dari lamela yang terdapat diantara gelembung,
pada akhirnya ini dapat menyebabkan rusaknya film buih (Wong, 1989). Volume
buih yang tinggi diperoleh dari putih telur dengan elastisitas rendah,
sebaliknya struktur buih yang stabil pada umumnya akan dihasilkan dari putih
telur yang memiliki elastisitas yang tinggi. Jika putih telur terlalu banyak
dikocok atau direnggangkan seluas mungkin akan menyebabkan hilangnya
elastisitas (Stadelman dan Cotterill, 1995). Mekanisme pembentukan buih disajikan
pada gambar berikut.
(Rhodes et.
al.,1960)
Kestabilan buih merupakan ukuran
kemampuan struktur buih untuk bertahan kokoh atau tidak mencair selama waktu
tertentu. Indikator kestabilan buih adalah besarnya tirisan buih selama waktu
tertentu dan dinyatakan dalam bobot, volume atau derajat pencairan buih
(Stadelman dan Cotterill, 1995). Tirisan buih terjadi karena ikatan antara
udara dengan protein putih telur yang kurang kokoh, sehingga setelah didiamkan
beberapa saat akan terbentuk tirisan buih (Rhodes et. al.,1960).
2.8
Kuning Telur sebagai Emulsifier
Menurut Gaman dan
Sherrington (1992), selain meningkatkan nilai gizi masakan, telur juga
mempunyai beberapa sifat fungsional yang bermanfaat, yakni: protein telur yang
terkoagulasi bila dipanaskan dapat berperan sebagai agen pengental dan
pengikat; kuning telur mengandung lesitin yang dapat digunakan sebagai
pengemulsi; serta sebagai pembusa, yakni apabila putih telur dikocok sehingga
udara akan terjebak dan protein terkoagulasi sebagian. Telur dalam pembuatan cookies
berfungsi sebagai pelembut dan pengikat. Fungsi lainnya adalah untuk aerasi
yaitu kemampuan menangkap udara. Telur melembutkan tekstur cookies dengan
daya emulsi dari lesitin yang terdapat dalam kuning telur. Pembentukan adonan
yang kompak terjadi karena daya ikat putih telur. Dalam pembuatan cookies,
penggunaan kuning telur tanpa putih telur akan menghasilkan cookies yang
lembut dengan kualitas cita rasa yang sempurna (Matz & Matz, 1978).
Emulsi adalah suatu dispersi
atau suspensi cairan dalam cairan lain, yang molekul-molekul kedua cairan
tersebut tidak saling berbaur tetapi saling antagonistik. Gelatin dan albumen
(putih telur) merupakan protein yang bersifat sebagai emulsifier dengan
kekuatan biasa dan kuning telur merupakan emulsifier yang kuat (Winarno,
1992). Pada telur yang masih segar, bagian kuningnya terletak ditengah-tengah.
Komposisi kuning telur antara lain 15-16% protein, 35% lemak, 4000 IU/100 gram
vitamin A. Protein telur bermutu tinggi sehingga digunakan sebagai standart
untuk mengukur mutu bahan makanan lain (Tarwotjo, 1998).
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1
Alat
1. Beaker
glass
2. Gelas
ukur
3. Lepek
4. Mixer
5. Stopwatch
6. Sendok
7. Wadah
plastic
8.
Beaker glass 100 ml
9.
Beaker glass 250 ml
10. Spatula
11. Refrigerator
12. Lactometer
13. Gelas
ukur 500 ml
3.1.2
Bahan
1. Telur
segar
2. Telur
yang telah didiamkan 30 menit
3. Telur
suhu refrigerant (utuh)
4. Telur
suhu refrigerant yang telah didiamkan 30 menit (telah dibuka)
5. Minyak
goring
6. Cream
of tartar
7. Jus
lemon
8. Air
9. Tissue
10. Label
11. 100
ml Susu skim cair
12. 100
ml Susu fullcream cair
13. 100
ml Susu segar
14. 100
ml Susu kental manis
15. Kantong
plastic
16. Karet
17. 400
ml Susu skim (bubuk)
18. 400
ml Susu bubuk fullcream
19. 4100
ml Susu segar
20. 400
ml Susu kental manis
21. Kantong
plastic
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Kuning
Telur Sebagai Emulsifier
No.
|
Jenis
Minyak
|
Perlakuan
Pada Telur
|
Homogenitas
|
Stabilitas
|
Kondisi
Telur
|
1.
|
Minyak goring
|
Diamkan suhu refrigerant 30 menit
|
+++
|
+++
|
Sudah dibuka
|
Diamkan 30 menit
dalam suhu ruang
|
++
|
++
|
|||
2.
|
Minyak goring
|
Suhu ruang dan segar
|
+++
|
+++
|
Belum dibuka
|
Suhu refrigerant
|
++
|
++
|
4.1.2 Daya Buih
Telur
No.
|
Perlakuan
|
Lama
Pengocokan (hingga berbuih)
|
Stabilitas
Buih
|
||
Vol.
Awal Buih (ml)
|
Vol.
Akhir Buih (ml)
|
Perubahan
Volume (ml)
|
|||
1.
|
Kontrol
|
7 menit
|
80
|
70
|
10
|
2.
|
Ditambah cream of
tartar
|
7 menit
|
50
|
49
|
1
|
3.
|
Ditambah minyak goring
|
7 menit
|
25
|
23
|
2
|
4.
|
Ditambah jus lemon
|
7 menit
|
34
|
30
|
4
|
4.1.3 Uji Kualitas Susu
a. Susu Skim
Pengamatan
|
Suhu Dingin
|
Suhu Rendah
|
|||
Hari ke-3
|
Hari ke-7
|
Hari ke-0
|
Hari ke-2
|
Hari ke-3
|
|
Warna
|
+
|
+
|
+
|
+
|
|
Aroma
|
+ +
|
+ +
|
+ +
|
+ + +
|
+ + +
|
Kenampakan
|
Cair
|
air
dengan lemak susu terpisah
|
tidak
terpisah, buih sedikit
|
pecah,
ada yang menggumpal
|
pecah,
ada yang menggumpal
|
b. Susu Full Cream
Pengamatan
|
Suhu Dingin
|
Suhu Rendah
|
|||
Hari ke-3
|
Hari ke-7
|
Hari ke-0
|
Hari ke-2
|
Hari ke-3
|
|
Warna
|
+ + +
|
+ + +
|
+ + +
|
+ + +
|
+ + +
|
Aroma
|
+ + + +
|
+ + + +
|
+ + +
|
+ + + +
|
+ + + +
|
Kenampakan
|
Cair
|
cair
|
terpisah,
buih banyak
|
menggumpal
|
Menggumpal
|
c. Susu Segar
Pengamatan
|
Suhu Dingin
|
Suhu Rendah
|
|||
Hari ke-3
|
Hari ke-7
|
Hari ke-0
|
Hari ke-2
|
Hari ke-3
|
|
Warna
|
+ +
|
+ +
|
+ +
|
+ +
|
+ +
|
Aroma
|
+ + +
|
+ + +
|
+ +
|
+ + +
|
+ + +
|
Kenampakan
|
Cair
|
cair
|
terpisah,
buih banyak
|
menggumpal
|
Menggumpal
|
d. Susu Kental
Manis
Pengamatan
|
Suhu Dingin
|
Suhu Rendah
|
|||
Hari ke-3
|
Hari ke-7
|
Hari ke-0
|
Hari ke-2
|
Hari ke-3
|
|
Warna
|
+ + + +
|
+ + + +
|
+ +
|
+ + + +
|
+ + +
|
Aroma
|
+
|
+ + +
|
+
|
+
|
+
|
Kenampakan
|
Cair
|
cair
|
Tidak
terpisah, buih sedikit
|
Cair
|
Cair
|
Keterangan: Warna: semakin (+) semakin gelap
Aroma:
semakin (+) semakin menyengat
Kenampakan:
berbuih. terpisah
4.1.5 Berat Jenis Susu
Bahan
|
Pengulangan
|
rata-rata
|
||
I
|
II
|
III
|
||
Susu skim
|
>1,040
|
>1,040
|
>1,040
|
>1,040
|
Susu bubuk fullcream
|
1,032
|
1,0325
|
1,032
|
1,032
|
Susu segar
|
1,026
|
1,026
|
1,026
|
1,026
|
Susu kental
manis (SKM)
|
1,030
|
1,030
|
1,030
|
1,030
|
4.2 Tabel Perhitungan
Bahan
|
Rata-rata
|
Susu skim
|
>1,040
|
Susu bubuk fullcream
|
1,032
|
Susu segar
|
1,026
|
Susu kental
manis (SKM)
|
1,030
|
BAB 5. PEMBAHASAN
5.1 Skema Kerja dan
Fungsi Perlakuan
5.1.1
Kuning Telur Sebagai Emulsifier
Pertama siapkan alat dan bahan terutama
telur yang akan digunakan. Siapkan telur dalam keadaan segar dan dalam keadaan
suhu refrigerant. Telur ada yang dalam keadaan utuh dan ada yang yang didiamkan
selama 30 menit dalam keadaan terbuka atau sudah dibuka.
Telur yang masih segar buka dan ambil
kuning telurnya letakkan pada lepek. Kemudian kocok kuning telur tersebut.Hal
ini dilakukan untuk memudahkan saat telurnanti dicampur dengan minyak dan air.Kemudian
ambil kuning telur sebanyak 10 ml, ukur menggunakan gelas ukur selanjutnya
tuangkan pada beaker glass. Pada saat yang sama, siapkan minyak dan air dan
letakkan pada beaker glass yang berbeda.Kemudian ukur minyak dan air masing –
masing 20 ml, selanjutnya tuangkan pada beaker glass yang terisi kuning telur
yang sudah diukur 10 ml tadi.Campur ketiga bahan tersebut sampai merata, agar
pada saat pengamatan didapatkan hasil yang maximal.Selanjutnya panaskan kuning
telur, minyak dan air yang telah dicampur.Pada saat dipanaskan aduk – aduk
sampel tersebut.Hal ini dilakukan agar praktikan dapat mengamati secara jelas
tentang homogenitas dan stabilitas pada sampel tersebut dan pengadukan
bertujuan agar sampel dapat tercampur dan tidak lengket pada dasar beaker
glass.Kemudian amati system emulsi pada sampel tersebut.
Begitu juga dengan kuning telur yang
lain, yaitu kuning telur pada suhu refrigerant dalam keadaan utuh maupun dalam
keadaan yang telah dibuka. Perlakuan yang dilakukan sama dengan yang kuning
telur dalam keadaan segar.
5.1.2
Daya Buih Telur
Siapkan alat dan bahan yang
digunakan.Pada percoban ini ada 4 macam perlakuan, yaitu putih telur sebagai
control, putih telur dengan penambahan cream of tartar, minyak sayur dan jus
lemon.
Pertama siapkan putih telur pada wadah
mixer.Kocok putih telur tersebut selama 7 menit menggunakan mixer.Pengcokan ini
dilakukan agar putih telur dapat berbuih dan dapat diamati.Kemudian putih telur
yang telah berbuih tadi dimasukkan pada gelas ukur.Ini bertujan untuk
memudahkan praktikan pada saat mengamati volume awal dan akhir buih putih telur
tersebut. Pada gelas ukur tersebut beri label sebagai “control”. Selanjutnya
amati volume awal buih sebelum didiamkan. Setelah diamati volume awal diamkan
atau simpan buih telur tersebut selama 30 menit dalam suhu ruang.Hal ini
dilakukan untuk mengetahui adakah penurunan volume buih ketika buih didiamkan dan
seberapa cepat buih itu berkurang. Setelah 30 menit amati kembali volume akhir
buih tersebut.
Untuk perlakuan yang lain, ada 3 macam.
Siapkan putih telur pada wadah mixer, masing – masing tambahkan 1/8 sendok teh
cream of tartar yang berfungsi sebagai penstabil buih, ½ sendok teh minyak
sayur/goring dan ½ sendok teh jus lemon. Sama sperti perlakuan control, kocok
masing – masing sampel selama 7 menit sampai berbuih.Selanjutnya Masukkan dalam
gelas ukur untuk memudahkan praktikan saat menghitung volume awal dan akhir
buih telur tersebut. Beri label masing – masing sampel dengan “penambahan cream
of tartar”, “penambahan minyak sayur” dan penambahan jus lemon”. Hal ini
dilakukan agar sampel tidak tertukar atu salah pengamatan. Hitung volume awal
buih pada masing – masing sampel tersebut. Kemudian diamkan/simpan ketiga
sampel tersebut selama 30 menit pada suhu ruang.Hal ini dilakukan untuk
mengetahui adakah penurunan volume buih ketika buih didiamkan dan seberapa
cepat buih itu berkurang.Setelah 30 menit hitung volume akhir buih pada masing
– masing sampel.
Dari percobaan ini dengan perlakuan
sampel yang berbeda – beda dapat diketahui dan dibandingakan sampel manakah
yang memiliki volume terbesar (segera setelah mixing dan 30 menit setelah
mixing), sampel manakah yang paling mengempis (30 menit setelah mixing) dan
sampel manakah yang lebih stabil.
5.1.1 Praktikum Susu
a. Uji Kualitas Susu
Pada praktikum uji kualitas susu bahan
yang digunakan ada 4 jenis susu,yaitu susu skim (bubuk), susu fullcream, susu
segar, dan susu kental manis. Masing-masing susu yang dibutuhkan sebanyak 100
ml. Masing-masing susu di masukkan ke dalam beaker glass 250 ml, kemudian
panaskan hingga mendidih. Pemanasan susu hingga mendidihbertujuan untuk
menghilangkan mikroorganisme yang terrdapat pada susu. Selama pemanasan sampai
susu mendidih, susu diaduk supaya tidak menimbulkan buih. Setelah mendidih,
selajutnya angkat susu dan amati warna, aroma, dan kenampakan susu untuk hari
ke 0. kemudian susu sebanyak 100 ml dalam beaker glass 250 ml di bagi 2 untuk
di simpan dalam suhu kamar dan suhu ruang. Selanjutnya amati warna, aroma, dan
kenampakan. Untuk suhu dingin dilakukan pengamatan pada hari ke-3 dan ke-7
sedangkan untuk suhu ruang pada hari ke-2 dan ke-3.
b. Berat Jenis Susu
Pada praktikum uji berat jenis susu
dilakukan menggunakan lactometer. Lactometer adalah alat untuk mengukur berat
jenis susu. Pertama yang dilakukan yaitu menyiapkan susu skim, susu fullcream,
susu segar, dan susu kental manis
masing-masing 400 ml. Masukkan susu tersebut secara bergantian ke dalam
gelas ukur 500ml. Setelah itu celupkan lactometer ke dalam gelas ukur yang
berisi susu sampai melayang. Kemudian lihat skala yang ada pada lactometer lalu
catat. Skala tersebut menunjukkan berat jenis dari susu. Jika lactometer
terlalu tenggelam maka nilai berat jenisnya semakin kecil dan sebaliknya.Untuk
hasil yang akurat maka pengukuran pada tiap sampel dilakukan sebanyak 3 kali.
5.2 Analisis Data
5.2.1
Kuning Telur Sebagai Emulsifier
Berdasarkan data hasil pengamatan dapat
terlihat ketika minyak dicampurkan dengan air terbentuk 2 fase yaitu fase
minyak dan fase air, dimana minyak terdapat pada lapisan atas dan air di
lapisan bawah. Menurut hasil pengamatan jika minyak dan air dicampurkan maka
tidak akan tercampur atau larut. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa emulsi
W/O tidak akan merubah sifatnya bila ditambahkan minyak, sebaliknya emulsi W/O
tidak akan berubah sifatnya bila ditambahkan air. Berarti emulsi minyak dengan
air akan selalu terpisah. Hal ini sangat sesuai dengan hasil pengamatan yang
diperoleh.
Selanjutnya didalam larutan tersebut
ditambahkan kuning telur dan hasilnya yaitu terjadi homogenisasi antara kedua
larutan dengan kuning telur.hal ini membuktikan bahwa kuning telur merupakan
emulsi karena bentuk molekulnya yang dapat terikat dengan baik pada air maupun
minyak dan kuning telur mengandung lesitin yang dapat menstabilkan emulsi.Kuning
telur sendiri disebut emulsifier permanen, dimana larut sepenuhnya.
Dari
hasil pengamatan yang telah dilakukan pada acara emulsifier.Sampel pertama yang
digunakan adalah kuning telur 10 ml yang telah dikocok terlebih dahulu dan
didiamkan dalam keadaan dibuka di suhu refrigerant selama 30 menit.Kuning telur
tersebut menjadi lebih padat karena kuning telur mengalami koagulasi.Kuning
telur dicampurkan dengan air 20 ml dan minyak goreng 20 ml kedalam beaker
glass.Campuran kuning telur dimasukkan kedalam beaker glass lalu dipanaskan di
penangas listrik.Sebelum dipanaskan warna kuning telur tersebut kuning tetapi
lebih pekat atau warna kuningnya lebih tajam dibandingkan dengan kuning telur
yang sudah dikocok dan berada pada suhu ruang.Setelah dipanaskan warna yang
dihasilkan putih kekuningan dengan adanya kekeruhan yang ditandai dengan
partikel yang besar-besar.Homogenitas dan stabilitasnya meningkat karena pada
kuning telur mengandung lesitin yang dapat menstabilkan emulsi, dan
kehomogenannya terjadi karena adanya pemanasan, pengadukan mekanis yang kuat,
dan sentrifusi dalam kecepatan tinggi.
Sampel kedua yang digunakan adalah
kuning telur 10 ml yang telah dikocok terlebih dahulu dan didiamkan dalam
keadaan terbuka di suhu ruang selama 30 menit.Kemudian dicampurkan dengan air
20 ml dan minyak goreng 20 ml kedalam beaker glass.Setelah itu dicampurkan
kuning telur kedalam beaker glass tersebut lalu dipanaskan dengan penangas
listrik.Warna yang awalnya sebelum dipanaskan berwarna kuning terang.Setelah
dipanaskan menjadi kuning keruh dan tingkat kehomogenannya kurang maksimal.Hal
ini dikarenakan pada suhu ruang kualitas kuning telur menurun.Kekeruhan yang
terjadi disebabkan oleh rusaknya komponen-komponen dari emulsi
tersebut dan penguapan air serta perubahan pada lemak kuning telur oleh
pemanasan yang dilakukan.Kekeruhan yang terlihat menunjukkan tingkat stabilitas
emulsi.Semakin keruh warnanya maka semakin stabil emulsi yang terbentuk.
Sampel ketiga yang digunakan adalah
kuning telur 10 ml dari telur yang masih utuh dan didiamkan dalam suhu
refrigerant selama 30 menit.Kemudian telur tersebut dibuka lalu dikocok dan
diambil 10 ml. Campurkan dengan air 20 ml dan minyak goreng 20 ml kedalam
beaker glass.Warna kuning telur tersebut lebih pekat atau lebih tajam.Campurkan
kuning telur kedalam beaker glass tersebut lalu panaskan di penangas listrik
selama 5 menit.Setelah dipanaskan warna yang dihasilkan menjadi putih pekat dan
terdapat gumpalan-gumpalan besar sehingga homogenitasnya dan kestabilannya
tinggi. Hal ini sesuai dengan literatur karena penyimpanan telur dalam
refrigeran akan meningkatkan kualitas telur dan pemecahan emulsi dapat dipicu
dengan adanya pemanasan, pengadukan mekanis yang kuat selama pengocokan.
Sampel keempat yang digunakan adalah
kuning telur 10 ml yang telah dikocok terlebih dahulu dan didiamkan dalam
keadaan dibuka di suhu ruang.Kuning telur tersebut menjadi lebih
padat.Campurkan dengan air 20 ml dan minyak goreng 20 ml kedalam beaker
glass.Campurkan kuning telur kedalam beaker glass tersebut lalu panaskan di
penangas listrik selama 5 menit.Setelah dipanaskan warna yang dihasilkan kuning
agak keruh, homogenisasi dan stabilitasnya menurun.Homogenitas ditandai dengan
kekeruhan ini disebabkan karena ukuran partikel bahan terdispersi serta jenis
dan konsentrasi bahan pengemulsi dan pemecahan emulsi dapat dipicu dengan
adanya pemanasan, pengadukan mekanis yang kuat, dan sentrifusi kecepatan
tinggi.
5.2.2
Daya Buih Telur
Berdasarkan
data hasil pengamatan pada tabel 4.2.1 (daya buih telur), sampel kontrol memiliki
volume buih awal yaitu 80 ml. Setelah
didiamkan 30 menit, volume buih akhir adalah 70 ml. Volume buih telur setelah
didiamkan 30 menit berkurang sebanyak 10 ml. Pada sampel ditambah cream of
tartar memiliki volume buih awal 50 ml. Setelah didiamkan 30 menit, volume buih
akhir 49 ml. Volume buih telur setelah didiamkan 30 menit berkurang sebanyak 1 ml. Pada sampel ditambah
minyak goreng memiliki volume awal 25 ml, setelah didiamkan 30 menit, volume
buih akhir 23 ml. Volume buih telur setelah didiamkan 30 menit berkurang 2 ml.
Sedangkan pada sampel ditambah jus lemon memiliki volume buih awal yaitu 34 ml.
Setelah didiamkan 30 menit, volume buih akhir adalah 30 ml. Volume buih telur
setelah didiamkan 30 menit berkurang sebanyak 4 ml.
Sampel
yang diberi penambahan cream of tartar memiliki perubahan volume sebanyak 1 ml.
Hal ini disebabkan karena cream of tartar merupakan bahan kimia yang termasuk
garam asam dan berfungsi sebagai agen stabilisator.Pada data pengamatan tidak
sesuai dengan literatur, seharusnya volume buih yang dihasilkan lebih banyak
karena cream of tartar berfungsi untuk menstabilkan dan memberikan volume lebih
pada putih telur saat pengocokan atau pemixeran.Penyimpangan ini mungkin
disebabkan karena tidak adanya pengontrolan kecepatan pada saat pemixeran.
Sampel
yang diberi penambahan lemon memiliki
perubahan volume sebanyak 4 ml. Hal ini tidak sama dengan literatur. Karena
lemon yang ditambahkan pada putih telur seharusnya akan meningkatkan kestabilan
karena lemon banyak mengandung asam sitrat kira-kira sebanyak 5,97 g dalam 100
g asam lemon sehinngga akan mempengaruhi protein ovomucin sebagai pembentuk struktur putih telur. Asam dan garam
asam dapat meningkatkan kestabilan dengan cara mengubah konsentrasi protein
yang terdenaturasi pada wilayah interfase cair dan udara dalam buih (Baldwin
dan Cotterill, 1979). Protein akan lebih mudah diadsorbsi ke permukaan karena
lebih mudah terdenaturasi (Cherry dan Mcwatters, 1981) saat dikocok.
Penyimpangan ini mungkin dikarenakan konsentrasi asam sitrat yang terdapat di
dalam lemon belum mencukupi untuk menstabilkan buih putih telur.
Sampel
yang diberi penambahan minyak goreng
memiliki perubahan volume sebanyak 2 ml. Hal ini disebabkan karena pada
minyak goreng mengandung asam lemak yang yang memiliki efek negatif dalam
pengembangan dan stabilitas buih telur. Stabilitas buih telur yang dicampur
dengan minyak akan menghambat buih putih telur sehingga stabilitasnya menurun.
a.
Uji Kualitas Susu
Pada pratikum uji kualiatas susu,
pratikan menggunakan 4(empat) jenis susu yaitu susu bubuk (skim), susu bubuk
(full cream), susu segar, serta susu kental manis. Berdasarkan hasil pengamatan
parameter yang digunakan meliputi : warna, aroma, dan kenampakan terhadap susu
yang disimpan pada suhu dingin dan suhu ruang. Pengamatan susu pada suhu dingin
dilakukan pada hari ke-3 dan hari ke-7. Dan pada suhu rendah dilakuakan pada
hari ke-0 ,ke-2, dan hari ke-3.
Bahan baku susu bubuk (skim), susu bubuk
(full cream), susu segar, serta susu kental manis mempunyai hasil yang sangat
berbeda. Hal ini disebabkan karena pada kadar lemaknya sedangkan kadar laktosa
susu dalam jumlah relative sama, sehingga terbentuk asam laktat dalam jumlah
yang sama. Suhu dan lama penyimpanan menunjukkan hubungan interaksi secara
nyata. pada penyimpanan suhu rendah
(dingin) dan suhu ruang susu bubuk skim dari penyimpanan tiga hari tidak terjadi perbeda nyata dengan empat hari
terhadap parameter warnanya, namun berbeda nyata terhadap paramemeter aroma dan kenampakan , pada parameter aroma
susu berubah semakin asam pada suhu ruang, sedangkan pada suhu dingin tidak
terjadi perubahan aroma dan Pada parameter kenampakan terjadi perubahan pada
suhu ruang yaitu protein susu pecah atau terdenaturasi , dan juga terjadi
penggumpalan. Sedangkan pada penyimpanan suhu dingin air dengan lemak susu
terpisah. Pada penyimpanan suhu rendah(dingin) dan suhu ruang susu bubuk full
cream dan susu segar dari penyimpanan
tiga hari terjadi perbedaan yang nyata yaitu pada parameter warna,
parameter aroma, dan kenampakannya, pada penyimpanan tiga hari pada suhu
ruang warnanya semakin kuning kecoklatan, aromanya semakin menyengat,dan
kenampakannya buih terpisah banyak, dan terjadi penggumpalan. sedangkan pada penyimpanan empat hari
penyimpanan suhu rendah(dingin) tidak terjadi perbedaan yang nyata dan
kenampakannya tetap cair. . Pada penyimpanan suhu rendah(dingin) dan suhu ruang
susu kental manis dari penyimpanan tiga
hari terjadi perbedaan yang nyata yaitu pada parameter warna,
parameter aroma, dan kenampakannya ,
pada penyimpanan tiga hari pada suhu ruang warnanya semakin kuning
kecoklatan, aromanya semakin menyengat dan kenampakannya hanya terlihat pada
hari ke-0 yaitu tidak terpisah dan buihnya hanya sedikit, sedangkan pada hari
ke-2 dan ke-3 kenampakannya berubah menjadi cair. Sedangkan pada penyimpanan
empat hari penyimpanan suhu rendah(dingin) tidak terjadi perbedaan yang nyata
dan kenampakannya tetap cair dan aromanya tidak menyengat dan warnanya tetap
sama dengan hari ke-3 yaitu berwarna gelap.
Faktor penyimpanan suhu berpengaruh
besar terhadap pembentukan kadar asam laktat dimana suhu penyimpanan rendah
(suhu dingin) diperoleh kadar asam laktat dalam konsentrasi rendah, karena
adanya hambatan pertumbuhan bakteri asam laktat
(Winarno dan Jene, 1982), adapun untuk suhu ruang yang suhunya lebih
tinggi menyebabkan pertumbuhan bakteri asam laktat menjadi optimal dan cepat
sehingga diperoleh kadar asam yang lebih tinggi yang ditandai dengan aroma yang
menyengat dan terdapat gumpalan-gumpalan (Kosikowski,1982).
b. Berat Jenis
Susu
Berat jenis
susu merupakan perbandingan antara berat susu tersebut dengan berat air pada
suhu dan volume yang sama. Berat Jenis tidak memiliki satuan. Berat jenis susu
rata-ratanya adalah 1,028 menurut standart SNI 01-3141-1998 pada suhu kamar.
Berat jenis susu dipengaruhi oleh padatan total dan padatan tanpa lemak. Kadar
padatan total susu akan diketahui jika diketahui berat jenis dan kadar
lemaknya. Berat jenis susu diukur
menggunakan lactometer. Lactometer adalah hydrometer dimana skalanya sudah
disesuaikan dengan berat jenis susu. Prinsip kerja alat ini mengikuti hokum
Archimedes yaitu jika suatu benda dicelupkan ke dalam cairan maka benda
tersebut akan mendapatkan tekanan ke atas sesuai dengan berat volume cairan
yang dipindahkan atau diisi. Jika lactometer dicelupkan ke dalam susu yang
rendah berat jenisnya maka lactometer akan tenggelam lebih dalam dibandingkan
jika lactometer tersebut dicelupkan dalam susu yang berat jenisnya tinggi.
Sampel susu sebanyak 400 ml dituangkan kedalam gelas ukur 500ml tanpa
menimbulkan buih. Laktometer dimasukkan kedalam gelas ukur, diputar-putar
sepanjang dinding gelas ukur agar suhunya merata, dan dicatat berat jenis dan
suhu dari susu tersebut. Pengukuran dengan laktometer dilakukan sebanyak 3 kali
untuk mendapatkan hasil pengukuran berat jenis susu yang akurat. Dari hasil praktikum didapatakan data pengukuran
berat jenis pada 4 jenis susu yaitu susu skim, susu bubuk fullcream, susu segar
dan susu kental manis. Nilai rata-rata berat jenis susu bervariasi pada
setiap jenis susu. Pada susu skim didapat rata-rata 1,040, susu fullcream
rata-ratanya 1,032, susu segar rata-ratanya 1,026, susu kental manis
rata-ratanya 1,030. Berat jenis susu dari yang paling besar berurutan yaitu
susu skim, susu fullcream, susu kental manis, dan susu segar. Berat jenis susu,
ada yang telah memenuhi syarat yang ditetapkan SNI 01-3141-1998 dan ada yang
belum. Berat jenis yang lebih kecil disebabkan oleh perubahan kondisi lemak dan
adanya gas yang timbul didalam air susu. Selain itu juga disebabkan oleh karena
susu umurnya sudah lama dan disimpan dalam freezer dalam keadaan terbuka
sehingga uap air masuk ke dalam susu sehingga susu terlalu encer. Berat jenis
yang lebih besar menunjukkan kandungan lemak pada susu masih sangat tinggi
sehingga susu sedikit kental.
BAB 6. PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Dari
praktikum ini dapat diambil kesimpulan, bahwa :
1. Pengocokan
merupakan salah satu factor yang mempengaruhi proses pembentukan buih
2. Cream
of tartar merupakan bahan yang baik sebagai penstabil emulsi
3. Kuning
telur merupakan emulsifier yang kuat
4. Penyimpanan
susu pada suhu rendah dapat mengakibatkan kadar asam laktat dalam konsentrasi
rendah karena adanya hambatan pertumbuhan bakteri asam laktat
5. Berat
jenis susu dari yang paling besar berurutan yaitu susu skim, susu fullcream,
susu kental manis, dan susu segar
6.2 Saran
1. Asisten
hendaknya lebih jelas saat menerangkan
2. Koreksi
revisi hendaknya yang lebih jelas dan konsisten, penulisannya menurut buku
panduan yang telah diterbitkan oleh universitas atau bukan, karena ditemukan
beberapa koreksi yang berbeda dengan buku panduan.
Daftar
Pustaka
Almatsier, S, 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Andershon,
J. D. 1996. Foundations of Chemistry, 2nd
Edition. Wesley Longman Inc.,Australia.
Buckle KA, Edwars RA, Fleet HA, Wootton
M. 1985. Ilmu Pangan. Purnomo
H,Adiono, penerjemah. Jakarta: UI Press.
Buckle K.A., dkk.2009. Ilmu Pangan.Jakarta:Universitas
Indonesia
Cherry,
J. P. and K. H. Mc. Watters. 1981. Whippability
and Aeration. Dalam : J. P. Cherry. Protein Fuctionality in Foods.
American Chemical Society, Washington, D. C.
Dwidjoseputro, D. 1978.
Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT.
Gramedia, Jakarta
Fessenden, Ralph J dan Joan S.
Fessenden.1989. Kimia Organik edisi
ketiga. Jakarta: Erlangga.
Gaman PM, Sherrington KB. 1992. Ilmu Pangan: Pengantar Ilmu
Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Khomsan A. 2004. Peranan Pangan dan Gizi Untuk Kualitas Hidup. Jakarta: Gramedia.
Matz SA, Matz TD. 1978. Cookie and Cracker Technology. Westport:
Avy Publishing Company.
Reithel,
F.J. 1967. Concepts in Biochemistry.
McGraw-Hill Inc., USA
Rhodes,
M.B., N. Bennett dan R.E. Feeney. 1960. The trypsin and chymotrypsin inhibitors
from avian egg white. J. Biol. Chem. 235:1686-1693
Routh, J.I, 1969, ESSENTIAL of GENERAL ORGANIC and BIOCHEMISTRY, W.B.Sounders
Company, Philadelphia
Salisbury, F. dan C.
Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. ITB,
Bandung.
Salisbury, Frank B. dan
Cleon. 1995. Plant Physiology. Ross
Wodsworth Publishing Company A Divission of Wodswort Inc., California
Siswono,. 2005. Program ASI Eksklusif Hingga Bayi Usia Enam Bulan. Available at :
http://www.mediaindo.co.id. (Akses 29 Maret 2011)
Stadelman,
W. F. dan O. J. Cotterill. 1995. Egg
Science and Technology. 4th Edition. Food Products Press., An
Imprint of the Haworth Press, Inc., New York.
Tarwotjo CS. 1998. Dasar-dasar gizi Kuliner. Jakarta:
Grasindo
Watson, Roger. 2002. Anatomi dan Fisologi untuk perawat/ alih
bahasa, Sitti Syabariyah; editor edisi Bahasa Indonesia, Komalasari, --Ed. 10.
–Jakarta: EGC
Winarno FG. 1992. Kimia
Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Wong,
D.W.S. 1989. Mechanism and Theory in Food
Chemistry. New York: Van Nostrand Reinhold.
Zayas,
J. F. 1997. Functionality of Protein in
Food. Springer, Verlag Berlin, Heidenberg.